Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menemukan potensi maladministrasi akibat berlarut-larutnya penanganan perkara oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, mengatakan pengusutan perkara yang berlama-lama pun membuka ruang negosiasi penyidik dengan para pihak yang berkepentingan. "Penanganan perkara berlarut ini juga membuat masyarakat tidak punya kepastian hukum," ujar Teguh kepada Tempo di kantornya, Jumat lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ombudsman Jakarta Raya sebelumnya melakukan kajian singkat (rapid assessment) di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kepolisian Resor (Polres) Kota Depok, Polres Metro Bekasi Kabupaten, Polres Metro Tangerang Kota, Polres Metro Jakarta Timur, Kepolisian Sektor (Polsek) Neglasari, dan Polsek Duren Sawit pada April-Juni 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kajian singkat dilakukan setelah Ombudsman menerima banyak keluhan dari masyarakat ihwal lambannya penanganan perkara di lingkungan Polda Metro Jaya. Berdasarkan data Ombudsman, sepanjang 2018, dari 75 pengaduan masyarakat atas kepolisian, sebanyak 50 pelaporan (68 persennya) terkait dengan penanganan perkara yang berlarut-larut, sehingga mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum.
Kepala Keasistenan Penegakan Hukum Ombudsman Jakarta Raya, Indra Wahyu, menambahkan, akibat penanganan perkara yang berkepanjangan, arah penyelidikan atau penyidikan kasus berpotensi tidak tepat sasaran. Penyelidikan atau penyidikan perkara juga rawan menjadi tidak obyektif. "Bahkan berpotensi ada suap dalam proses penanganan perkara yang berlarut," ujar dia.
Menurut Indra, lambannya penanganan perkara itu disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya, ia melanjutkan, terlapor atau pelapor tidak menghadiri gelar perkara. Penyelidik atau penyidik juga kadang menganggap gelar perkara sebatas formalitas. "Ini bisa merugikan pelapor dan terlapor," tuturnya.
Penanganan perkara, kata Indra, juga bisa melambat karena penyelidik atau penyidik tidak memiliki waktu yang cukup. Penambahan saksi yang diperiksa juga memerlukan waktu tambahan. Padahal, dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, penyelidik atau penyidik wajib membuat rencana dan waktu yang diperlukan dalam setiap pengusutan kasus.
Masalah lainnya, penanganan perkara bisa berlarut karena rendahnya kompetensi para penyelidik atau penyidik. Akibatnya, penyelidikan atau penyidikan suatu kasus bisa berlama-lama hanya jalan di tempat. "Penyidik melakukan pemeriksaan berulang-ulang karena enggak kunjung mendapatkan alat bukti," ujar Indra.
Indra juga menengarai ada faktor di luar penyidik yang menghambat pengusutan perkara, yakni intervensi dari pejabat kepolisian atau instansi lain kepada para penyidik. Ombudsman memperoleh informasi itu ketika menyebarkan kuesioner kepada para penyidik di setiap lokasi yang menjadi sampel kajian singkat.
Tidak adanya batas waktu dalam penyelidikan atau penyidikan kasus juga menyumbang pada banyaknya perkara yang mandek di kepolisian. Menurut Teguh, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tidak menyebutkan batas waktu lama pengusutan sebuah perkara. "Hal itu menyebabkan mereka enggak segera menyelesaikan perkara," ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian singkat itu, Ombudsman meminta kepolisian untuk memperkuat pengawasan atas proses penyelidikan dan penyidikan. Di samping itu, Ombudsman meminta kepolisian meningkatkan kompetensi penyidik dan mendorong penerapan sistem penyidikan elektronik sehingga memudahkan pengawasan. "Percepatan penanganan perkara bisa meminimalkan ruang penyalahgunaan wewenang dan potensi suap," kata dia.
Inspektur Pengawasan Daerah Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Komarul Zaman, belum memberikan pernyataan atas hasil kajian singkat Ombudsman itu. Panggilan telepon Tempo tak kunjung diresponsnya. Pesan elektronik pun hanya dia baca tanpa dibalas hingga tenggat tulisan usai. GANGSAR PARIKESIT
Mangkrak Perkara di Tangan Polisi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo