Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Petugas menunggu di trotoar depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Ahad dinihari lalu. Tak lama, mobil Toyota Innova hitam datang dan berhenti. Seorang penumpangnya, yang berjaket hitam dan bertopi, turun mendekati petugas itu.
“Mana Pak Menteri?” tanya sang petugas. “Saya,” pria bertopi itu menjawab. Rupanya dialah Juliari Peter Batubara, yang sebelumnya telah berkomunikasi untuk datang, tak lama setelah Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan Menteri Sosial itu sebagai tersangka.
Petugas menemani Juliari berjalan tenang melewati pintu utama gedung. Jurnalis yang berjaga hingga dinihari itu tak mengenali. Baru sekejap kemudian, mereka mengetahui siapa yang datang. Dinihari itu, Juliari menjadi menteri kedua di kabinet Joko Widodo yang menjadi tersangka korupsi dalam kurang dari sebulan ini.
Menurut sejumlah sumber informasi, penyelidikan kasus ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu. Awalnya adalah kekacauan distribusi bantuan sosial yang mulai diguyurkan sejak April lalu. Para penyelidik mengamati dengan ketat penyaluran proyek cepat bernilai triliunan rupiah itu.
Fokus utamanya adalah Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang. Di sini, di setiap gelombang dikucurkan 1,9 juta paket bantuan. Para penyelidik menemukan titik terang dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu petunjuknya, pejabat pembuat komitmen—seorang pejabat eselon III—yakni Matheus Joko Santoso membeli mobil Honda CRV baru. Mereka juga mendapati informasi tentang setoran dari pemasok barang bantuan.
Pekan lalu, penyelidik mengalihkan kasus ini ke penyidikan. Informasi semakin matang. Pada Jumat lalu, KPK menurunkan sejumlah tim ke sebuah hotel di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan; apartemen Grand Pramuka di Salemba, Jakarta Pusat; dan sejumlah tempat lain. Di Kuningan, mereka menangkap pengusaha Ardian I.M. Tim di Salemba menggerebek unit tempat tinggal Joko, tapi tak mendapati penghuninya. Perkiraan bahwa duit di apartemen itu meleset.
Rupanya Joko sedang pulang ke Bandung. Petugas mengejar dia ke rumah di kawasan Cicaheum. Ia awalnya tak memberikan keterangan apa pun kepada petugas yang datang. Baru setelah disebutkan satu informasi yang tak terbantahkan, ia mengaku menyimpan uang setoran dari para pemasok di kamarnya.
Joko juga menyebutkan bahwa pungutan bantuan dilakukan atas perintah Menteri. Besarnya Rp 10 ribu per kantong. Ia menyatakan membayar uang sewa jet pribadi untuk sang menteri dari duit pungutan. Pengakuan Joko dan sejumlah bukti kuat lalu diajukan ke Ketua KPK Firli Bahuri, yang tak memiliki pilihan kecuali menyetujui pengusutan kasus ini diteruskan.
Pada Jumat hingga Sabtu itu, KPK menangkap Joko Santoso; pengusaha Ardian I.M., Harry Sidabuke, Wan M. Guntur, dan Sanjaya; serta asisten pribadi Menteri Sosial, Shelvy N.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan lembaganya menelusuri penyelewengan bantuan sosial sejak Juli lalu. Pimpinan KPK, menurut dia, juga pernah mengingatkan Menteri Sosial tentang hal itu. “Kami selalu mendengungkan, 'Kalau bisa mencegah, kenapa harus ditangkapi?’ Itu sudah kami lakukan,” katanya.
Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan—partai asal Juliari—mengatakan partainya menghormati proses hukum. “Kami mengambil pelajaran yang sangat berharga,” kata dia dalam keterangan tertulis.
MAYA AYU | ANDITA RAHMA | BUDIARTI UTAMI PUTRI | DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo