Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Oesman Sapta Odang atau Oso menanggapi santai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengharuskan Ketua Umum Partai Hanura itu mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT) sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Pemilu 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Keputusannya (KPU) seram dan seru," ujar Oso berkelakar dengan gaya khasnya saat ditemui di kediaman pribadi Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Senin malam, 17 Desember 2018.
Oso konsisten menyatakan tidak akan pernah mundur dari jabatannya. Oso menyatakan sikapnya tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memenangkan gugatannya beberapa waktu lalu.
Pengadilan menyatakan keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap anggota DPD tertanggal 20 September 2018 batal. Majelis hakim beralasan putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu harus berlaku prospektif atau tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku di pemilu selanjutnya.
"Indonesia kan negara konstitusi, harus berpegang pada hukum. Apa yang diperintahkan hukum ya dipatuhi," kata Oso. Menurut Oso, batas waktu hingga 21 Desember yang diberikan KPU untuk menanggalkan jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura, merupakan pelanggaran hukum. "Kalau KPU melanggar hukum, bagaimana nasib caleg-caleg nanti?" ujar Oso.
Sebelumnya, Kuasa hukum Oso, Yusril Ihza Mahendra mengatakan Komisi Pemilihan Umum harus memasukkan nama kliennya dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2019. Menurut Yusril, PTUN dalam putusannya jelas meminta nama Oso dicantumkan dalam DCT.
"KPU sebenarnya sudah tidak punya pilihan kecuali melaksanakan putusan PTUN," ujar Yusril dalam pesan teks kepada Tempo, Kamis, 22 November 2018.
Yusril menilai seharusnya KPU hanya tinggal melaksanakan putusan PTUN tentang pencalonan Oso. Sebab, kata dia, putusan PTUN soal ini bersifat imperatif dan jelas. "KPU bukan lembaga politik, tetapi lembaga negara yang harus bersifat netral dalam melaksanakan tugas."
KPU mencoret nama Oso dari DCT atas dasar terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD dan diimplementasikan dalam Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018. Oso kemudian menggugat putusan itu ke PTUN. PTUN memenangkan gugatan Oso dan menyatakan keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap anggota DPD tertanggal 20 September 2018 batal.
Menurut Yusril, KPU tak perlu lagi mempertentangkan putusan MK dan PTUN. Dia menilai, semua putusan itu termasuk putusan Mahkamah Agung yang menyatakan putusan MK tak berlaku surut ini sudah jelas dan terang. Yusril juga mengatakan tak akan segan-segan memidanakan semua anggota KPU jika tak memasukkan nama Oso dalam DCT.