Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Juliari Batubara membentuk tim khusus untuk menunjuk langsung vendor paket bantuan sosial.
Tim ini menampung upeti dan mengarahkan vendor kepada supplier yang terafiliasi dengan PDIP.
Menteri Juliari sempat menyebut nama putra Presiden untuk pengadaan tas penampung bansos.
DUA hari sebelum diterungku di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat pagi, 4 Desember lalu. Bersama Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Juliari melaporkan perkembangan penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat yang terkena dampak Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Tempo di kantornya pada Selasa, 15 Desember lalu, Muhadjir mengatakan, dalam pertemuan itu, Presiden Joko Widodo meminta tahun depan bantuan sosial diberikan dalam bentuk tunai selama enam bulan. “Presiden bilang bansos sembako sudah cukup,” kata Muhadjir. Rencananya, duit yang dibagikan per bulan bernilai Rp 300 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Muhadjir, pemberian bantuan sosial membetot perhatian Jokowi sejak awal. Menjelang Lebaran lalu, misalnya, Jokowi kerap menelepon Muhadjir ataupun Juliari untuk mengecek kelancaran penyaluran bantuan bahan pokok. “Kadang jam sebelas malam Presiden menelepon,” ujarnya. Pemerintah memberikan bansos bahan pokok di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan alasan duit tunai bakal digunakan untuk mudik.
Sehari seusai pertemuan di Istana, Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan Juliari menjadi tersangka penerima suap bantuan sosial. Sebelumnya, KPK mencokok pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso, dan sopirnya; Sanjaya, Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja; broker Harry van Sidabukke; serta beberapa orang lain di Jakarta dan Bandung. “Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu pukul 02.00 di salah satu tempat di Jakarta,” kata Firli.
Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara memberikan bantuan sosial berupa sembako kepada warga terdampak covid-19 di Tempat Bernaung Sementara di Gor Tanah Abang, Jakarta, Juni 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
KPK menyita duit Rp 14,5 miliar dalam penangkapan tersebut. Pemberian fulus itu diduga bertujuan agar Juliari dan anak buahnya memilih perusahaan Ardian dan Harry sebagai vendor penyedia bansos di kawasan Jabodetabek. Ardian dan Harry menjadi tersangka pemberi suap, sedangkan Juliari dan dua anak buahnya, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, menjadi tersangka penerima suap.
Dari pengusaha ini, Juliari diduga telah menerima suap senilai Rp 17 miliar. Duit ini dipungut dari pemotongan dana bantuan sosial sebesar Rp 10 ribu dari paket bahan pokok seharga Rp 300 ribu. Selama delapan bulan ini, sudah 23,708 juta paket atau total senilai Rp 6,464 triliun yang disalurkan. “Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko,” ujar Firli.
Pada Ahad dinihari, 6 Desember lalu, setelah anak buahnya ditangkap KPK, Juliari menyerahkan diri kepada komisi antikorupsi. Setelah diperiksa KPK, dia menyatakan akan mengikuti proses hukum. “Mohon doanya,” kata Juliari kepada para pewarta.
•••
PROGRAM bantuan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19, yang terdiri atas 14 tahap, dua di antaranya buat komunitas, diduga dirancang untuk menjadi proyek bancakan. Mendasarkan pada regulasi kedaruratan bencana, Kementerian Sosial pada Rabu, 8 April lalu, menetapkan mekanisme penunjukan langsung terhadap perusahaan penyedia paket bahan pokok, penyedia goodie bag, hingga jasa pengiriman bantuan sampai ke kelompok penerima manfaat.
Memilih vendor, Menteri Juliari Batubara membentuk tim khusus yang beranggota Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin serta dua pejabat pembuat komitmen, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Dua pengusaha dan seorang sumber di Kementerian Sosial bercerita, tim Juliari kerap menggelar pertemuan dengan calon rekanan di restoran Sate Khas Senayan di seberang gedung Kementerian Sosial, Jalan Salemba, Jakarta Pusat. Sejak awal penunjukan, Matheus dan Adi meminta fee Rp 10 ribu per paket.
Menurut sumber yang sama, duit itu diserahkan setelah perusahaan mereka mendapat surat perintah kerja dari Kementerian Sosial. Mereka bercerita, belakangan Matheus dan Adi meminta tambahan upeti, selain Rp 10 ribu untuk Juliari Batubara, sebesar 10-12 persen dari nilai pengadaan. Penyebabnya, paket itu ada pemiliknya, yakni sejumlah politikus dan pejabat pemerintah.
Cerita dua pengusaha itu dibenarkan oleh dua penegak hukum yang mengetahui aliran duit dari perusahaan yang ditunjuk Juliari. Keduanya mencontohkan, tiga perusahaan, yaitu PT Anomali Lumbung Artha, PT Famindo Meta Komunika, dan PT Integra Padma Mandiri, diduga memenangi paket yang “dimiliki” seorang pemimpin komisi di Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Menurut keduanya, ada pula jatah untuk seorang ketua komisi di DPR dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Tempo menelusuri sejumlah perusahaan yang ditunjuk langsung dan mendapat lebih dari 1 juta paket. Tiga di antaranya adalah PT Anomali Lumbung Artha, yang mendapat 1,506 juta paket; PT Famindo Meta Komunika dengan 1,23 juta paket; dan PT Integra Padma Mandiri, yang beroleh 1,5 juta paket. Anomali dan Famindo sama-sama berkantor di Gedung Patra Jasa Office Tower 17 Suite 1701.
Berdasarkan akta perusahaan Anomali Lumbung Artha, perusahaan itu baru disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 16 Juli lalu. Namun Anomali mendapat pengerjaan paket pada tahap III atau sekitar April dan Mei. Sedangkan Integra Padma Mandiri, yang berdiri pada 3 Agustus lalu, mendapat paket tahap IX atau pada Agustus-September. Empat hari setelah Integra disahkan, giliran Famindo Meta Komunika yang mendapat pengakuan negara. Famindo ikut mengadakan paket bahan pokok tahap VIII atau tak lama setelah perusahaan itu berdiri.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun mempertanyakan kelayakan perusahaan yang ditunjuk langsung. “Apakah mereka (vendor) itu laik? Atau perusahaannya baru didirikan kemudian langsung dapat pengerjaan?” kata Alexander pada Senin, 14 Desember lalu.
Anggota staf keuangan tiga perusahaan itu, Ratna, mengatakan bos-bosnya sedang menggelar rapat di luar kantor. Sekretariat perusahaan pun belum bersedia berkomentar dengan alasan jadwal padat. “Silakan tinggalkan nomor telepon, nanti kami hubungi,” ucapnya. Sedangkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan partainya berulang kali mengingatkan kadernya agar tak melakukan korupsi. “Ketua Umum PDIP Ibu Megawati Soekarnoputri selalu memberi arahan agar kader yang punya jabatan politik tak menyalahgunakan kekuasaan, tak korupsi,” kata Hasto.
Tim khusus yang dipimpin Juliari Batubara juga mengarahkan vendor untuk mengambil barang dari supplier yang dekat dengan PDI Perjuangan. Salah satunya PT Tri Koro Dharmo, perusahaan yang dipimpin Patricia Leila Roose, istri mantan anggota DPR dari partai banteng, Nursuhud. Sejak April lalu, Patricia mencari pasokan beras yang ia beri merek “Janoko”. Adapun Tri Koro Dharmo baru disahkan oleh Kementerian Hukum menjelang akhir Juni lalu.
Ditemui Tempo di kawasan Jakarta Selatan pada Jumat, 18 Desember lalu, Patricia membenarkan jika disebut menyediakan beras dan sarden. Namun dia membantah ada arahan agar vendor mengambil barang dari perusahaannya. “Saya hanya berbisnis, bukan mencari proyek,” ujarnya. Patricia mengaku sempat menyediakan beras 100 ton yang dipesan salah satu koperasi yang menyalurkan bantuan sosial. Sedangkan untuk sarden, dia mengambil dari salah satu perusahaan di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan harga sekitar Rp 4.600 dan dijual Rp 4.800. “Hanya untung 2,5 persen,” katanya. Patricia mengaku telah menjual 1 juta kaleng kepada satu vendor.
Tak hanya menunjuk perusahaan pengadaan paket, Juliari Batubara dan tim khususnya juga menunjuk rekanan untuk memproduksi goodie bag. Dua anggota staf Kementerian Sosial bercerita, Juliari meminta mereka menghentikan pencarian vendor penyedia tas kain itu. Penyebabnya, tas yang digunakan sebagai wadah oleh Integra Padma Mandiri itu akan diproduksi oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Padahal, semula, pengadaan tas itu akan diprioritaskan kepada usaha kecil-menengah.
Menurut dua anggota staf tersebut, masuknya nama Sritex merupakan rekomendasi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. “Itu bagian anak Pak Lurah,” tutur seorang di antaranya. Sebutan “Pak Lurah” mengacu pada Jokowi. Akhir April lalu, Juliari Batubara menyatakan telah mengajak perusahaan yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, itu untuk memproduksi tas pembungkus bahan pokok. Juliari berkilah, penyaluran bantuan sosial sempat terhambat karena pemasok kantong mengalami kendala bahan baku yang harus diimpor. “Pemasok sebelumnya kesulitan bahan baku yang harus impor,” kata Juliari. Kementerian Sosial memesan tas bantuan sosial kepada PT Sritex sebanyak 10 juta kantong.
Dimintai tanggapan, Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto tak merespons saat dimintai konfirmasi. Corporate Communication PT Sritex, Joy Citra Dewi, mengatakan terjalinnya kerja sama goodie bag ini bermula dari komunikasi dengan Kementerian Sosial. "Awal mulanya, Sritex di-approach oleh Kemensos untuk pengadaan ini. Saat itu yang diinfo ke kami ada kebutuhan mendesak," kata dia. Joy menampik perusahaannya berkomunikasi dengan anak Presiden Jokowi terkait dengan pengadaan tersebut. "Untuk keterlibatan Gibran sepertinya tidak benar."
Adapun Gibran Rakabuming Raka—baru saja memenangi pemilihan Wali Kota Solo, tak merespons pertanyaan yang dikirimkan Tempo ke telepon selulernya. Juru bicara relawan Gibran, Kuat Hermawan, sempat mengirimkan pesan balasan ketika dimintai tanggapan. Namun dia buru-buru menghapus pesan tersebut.
•••
KOMISI Pemberantasan Korupsi menengarai duit suap untuk Juliari Batubara digunakan untuk membiayai keperluan pribadinya. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan duit itu dikelola oleh dua orang kepercayaan Juliari bernama Eko dan Shelvy. “Untuk membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara),” ujar Firli.
Penelusuran Tempo menunjukkan, duit itu terindikasi digunakan untuk membayar sewa jet pribadi yang digunakan Juliari saat bertandang ke luar kota. Biaya sewa pesawat itu berkisar Rp 40 juta per jam. Juliari menggunakan pesawat carteran itu saat berkunjung antara lain ke Kendal, Jawa Tengah; Medan; Bali; dan Malang, Jawa Timur.
Tak hanya untuk membayar jet pribadi, duit suap diduga juga mengalir buat memenangkan calon kepala daerah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam pilkada yang digelar 9 Desember lalu. Dua penegak hukum yang mengetahui aliran duit Juliari bercerita, pada Selasa, 3 November lalu, sekitar pukul 10.40, Juliari pergi ke Semarang dengan menyewa jet pribadi. Setelah itu, dia menempuh perjalanan darat selama 45 menit ke Kabupaten Kendal. Di Gudang Bulog di Kaliwungu, Juliari menyalurkan bantuan sosial beras.
Menurut dua penegak hukum yang sama, seusai acara itu, Juliari diduga bertemu dengan salah satu anggota staf Ketua PDI Perjuangan Puan Maharani berinisial L. Dalam pertemuan itulah duit miliaran rupiah diserahkan kepada perempuan tersebut. Sebelum menjadi menteri, Juliari terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Jawa Tengah I, yang meliputi Kota dan Kabupaten Semarang, Salatiga, dan Kendal. Berkunjung ke daerah, Juliari kerap mengajak anggota stafnya, Adi Wahyono. Dua penegak hukum itu mengatakan Adi selalu membawa tas berisi uang tunai.
Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail, belum bisa memberi tanggapan soal upeti yang diduga diterima dan disalurkan kliennya. “Mohon maaf, saya tidak bisa menjawab pertanyaan karena saya belum bisa berkomunikasi dengan Pak Juliari P. Batubara,” kata Maqdir.
Adapun Puan Maharani belum memberikan tanggapan. Tempo mengirimkan surat beserta daftar pertanyaan melalui anggota staf Puan, Giyanto, dan Ketua PDI Perjuangan Jawa Tengah Bambang Wuryanto. Giyanto hanya menjawab, “Siap.” Sedangkan Bambang mengatakan Puan belum merespons. “WhatsApp belum dibalas,” ujar Bambang.
Bambang yang juga Ketua Dewan Pengurus Pusat PDI Perjuangan bidang Pemenangan Pemilu dan mengkoordinir pemenangan pilkada serentak 2020 membantah partainya menerima bantuan uang dari Juliari. "Saya pastikan tidak ada dana sepeser pun mengalir dari sumber tersebut," kata Bambang pada Ahad, 20 Desember.
LINDA TRIANITA, DEVY ERNIS
----------
Catatan redaksi: Artikel ini telah mengalami pembaruan pada Ahad, 20 Desember 2020, pukul 13.08. Yaitu pernyataan Bambang Wuryanto yang membantah soal aliran duit dari Juliari Batubara ke partainya untuk pemenangan pilkada. Pembaruan kedua dilakukan pada hari yang sama, pukul 23.38 dengan menambahkan keterangan dari Corporate Communication PT Sritex, Joy Citra Dewi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo