Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati menjelaskan, pihaknya akan memberi dua pilihan yakni ganti untung atau relokasi lahan kepada masyarakat yang terkena penggusuran imbas pembangunan IKN. “Karena tidak selamanya semua meminta ganti uang misalnya minta ganti lahan relokasi ya kami lakukan itu,” kata Thomas melalui diskusi via WhatsApp Call pada Rabu malam, 13 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Thomas menyatakan pihaknya tidak akan menggusur semena-mena karena selalu memperhatikan bangunan milik masyarakat lokal dan adat yang sudah ada sebelum IKN. “Kami akan ganti setiap jengkal dari lahan itu. Tentu untuk besarnya nominalnya masih tahap diskusi dengan berbagai pihak dan kami juga terus komunikasi personal dengan warga,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Otorita IKN, lanjut Thomas, terus berkomunikasi, diskusi, dan sosialisai secara personal kepada masyarakat agar menaati ketentuan tata ruang IKN dengan cara tidak melakukan pembangunan di lahan liar. Ia mengklaim tidak ada konflik sama sekali mengenai diskusi tentang hal tersebut. Salah satu diskusi yang dilakukan antara Otorita IKN dan masyarakat yaitu pada Jumat, 8 Maret 2024, di rest area IKN.
“Terakhir yang kami diskusikan dengan masyarakat sama sekali tidak ada konflik apapun dan kami akan terus mencari solusi terbaik dari sisi pemerintah dan tidak merugikan masyarakat,” jelas mantan ASN Kementarian Dalam Negeri itu.
Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur Tolak Perampasan Tanah dan Pembongkaran Rumah Milik Warga
Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur menolak perampasan tanah dan pembongkaran paksa rumah warga demi obsesi Ibu Kota Negara atau IKN. Penolakan ini mereka jabarkan melalui lima tuntutan yang ditujukan untuk pemerintah.
Salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur Mareta Sari menyatakan lima tuntutan itu yakni menolak upaya penggusuran paksa masyarakat lokal dan adat dari tanahnya, apapun bentuk dalih atau alasannya. Kedua, masyarakat adat dan lokal merupakan bagian dari kelompok rentan yang seharusnya dilindungi negara. "Bukan harus mengalami pembongkaran paksa dan penggusuran atas nama IKN," ujar Mareta dalam rilisnya, Rabu, 13 Maret 2024.
Ia mengatakan dokumen tata ruang yang dibentuk tanpa partisipasi masyarakat lokal dan adat sehingga dinilai murni cacat hukum. "Menolak pembangunan IKN yang menggusur hak-hak masyarakat lokal dan adat," ujarnya. Kelima, koalisi mengimbau kepada seluruh rakyat untuk membangun solidaritas bersama, agar keputusan penguasa yang menindas dan tidak memihak rakyat bisa dilawan. Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur terdiri atas Jatam Kaltim, KIKA Kaltim, Pokja 30, AJI Samarinda, LBH Samarinda, Aksi Kamisan, dan warga terdampak.