JAKARTA — Dua pakar memberi tanggapan atas pemberian gelar Kota yang Perhatian terhadap
Perubahan Iklim berdasarkan hasil riset Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas Institut Teknologi Bandung (ITB). Kelima kota tersebut adalah Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Bandung, dan Kota Tangerang.
Guru besar Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Hadi Susilo Arifin, setuju atas penilaian yang diberikan kepada Kota Bogor. Menurut Hadi, Kota Hujan—julukan Kota Bogor—itu sudah berbenah dalam tempo sepuluh tahun terakhir.
Menurut Hadi, langkah pengelolaan tata kota yang diambil Pemerintah Kota Bogor sudah sesuai dengan jalur. "Sudah lebih baik dan terkonsep, sehingga tak sekadar ramah lingkungan, tapi juga lebih cantik," kata dia.
Menurut Hadi, tiga kriteria utama penilaian, yakni penggunaan energi terbarukan, penataan transportasi, dan pengelolaan ruang terbuka hijau, sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor, meskipun hasil yang diraih belum maksimal.
Biskita Trans Pakuan melintasi jalan KH Sholeh Iskandar di Kota Bogor, Jawa Barat, 2 November 2021. ANTARA/Arif Firmansyah
Hadi mengatakan Pemkot Bogor tidak lagi terpaku pada pemenuhan
ruang terbuka hijau untuk menekan kadar emisi karbon. Tapi juga sudah memperhatikan ruang terbuka biru, maksudnya kepedulian terhadap kelestarian sungai. Maklum, Kota Bogor diapit dua sungai besar, yakni Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. "Kawasan (Bogor) daerah aliran sungai yang bisa dikelola dan dikembangkan sebagai kota yang memiliki potensi sumber daya air," kata dia.
Menurut Hadi, manajemen ruang terbuka biru kerap mengalami sejumlah kendala, seperti banjir, kekeringan, dan pencemaran. Walhasil, problem tersebut akan menjadi tantangan selanjutnya bagi Kota Bogor.
Sementara itu, pakar lingkungan dan tata kota dari Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Mila Karmila, memberi kritik terhadap penilaian kota ramah perubahan iklim yang diberikan untuk Kota Semarang. Sebab, menurut Mila, gelar tersebut mirip peribahasa "jauh panggang dari api".
Menurut dia, proses pembangunan di Kota Semarang secara keseluruhan belum sejalan dengan semangat menghadapi
perubahan iklim. Salah satu contoh mudah adalah kendala banjir yang masih kerap dialami Semarang. Sebab, bukan sekadar banjir akibat hujan yang menjadi tantangan Semarang. Ada juga banjir rob alias banjir yang disebabkan oleh naiknya permukaan laut melebihi garis pantai. "Terkait dengan banjir, luasan genangan, dan lain sebagainya," kata Mila.
INDRA WIJAYA | M. SIDIK PERMANA | JAMAL A. NASHR