Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pakar Soroti Predikat Kota Ramah Perubahan Iklim

Pakar menilai sejumlah kota layak memperoleh gelar Kota yang Perhatian terhadap Perubahan Iklim. Namun manajemen ruang terbuka biru kerap mengalami sejumlah kendala.

19 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kota Bogor dianggap layak memperoleh gelar Kota yang Perhatian terhadap Perubahan Iklim.

  • Selain ramah ruang terbuka hijau, Bogor diklaim peduli atas kelestarian sungai.

  • Kota Semarang dianggap belum mampu menyelesaikan masalah banjir.

JAKARTA Dua pakar memberi tanggapan atas pemberian gelar Kota yang Perhatian terhadap Perubahan Iklim berdasarkan hasil riset Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas Institut Teknologi Bandung (ITB). Kelima kota tersebut adalah Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Bandung, dan Kota Tangerang.
 
Guru besar Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Hadi Susilo Arifin, setuju atas penilaian yang diberikan kepada Kota Bogor. Menurut Hadi, Kota Hujan—julukan Kota Bogor—itu sudah berbenah dalam tempo sepuluh tahun terakhir.
 
Menurut Hadi, langkah pengelolaan tata kota yang diambil Pemerintah Kota Bogor sudah sesuai dengan jalur. "Sudah lebih baik dan terkonsep, sehingga tak sekadar ramah lingkungan, tapi juga lebih cantik," kata dia.
 
Menurut Hadi, tiga kriteria utama penilaian, yakni penggunaan energi terbarukan, penataan transportasi, dan pengelolaan ruang terbuka hijau, sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor, meskipun hasil yang diraih belum maksimal.

Biskita Trans Pakuan melintasi jalan KH Sholeh Iskandar di Kota Bogor, Jawa Barat, 2 November 2021. ANTARA/Arif Firmansyah

Hadi mengatakan Pemkot Bogor tidak lagi terpaku pada pemenuhan ruang terbuka hijau untuk menekan kadar emisi karbon. Tapi juga sudah memperhatikan ruang terbuka biru, maksudnya kepedulian terhadap kelestarian sungai. Maklum, Kota Bogor diapit dua sungai besar, yakni Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. "Kawasan (Bogor) daerah aliran sungai yang bisa dikelola dan dikembangkan sebagai kota yang memiliki potensi sumber daya air," kata dia.
 
Menurut Hadi, manajemen ruang terbuka biru kerap mengalami sejumlah kendala, seperti banjir, kekeringan, dan pencemaran. Walhasil, problem tersebut akan menjadi tantangan selanjutnya bagi Kota Bogor.
 
Sementara itu, pakar lingkungan dan tata kota dari Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Mila Karmila, memberi kritik terhadap penilaian kota ramah perubahan iklim yang diberikan untuk Kota Semarang. Sebab, menurut Mila, gelar tersebut mirip peribahasa "jauh panggang dari api".
 
Menurut dia, proses pembangunan di Kota Semarang secara keseluruhan belum sejalan dengan semangat menghadapi perubahan iklim. Salah satu contoh mudah adalah kendala banjir yang masih kerap dialami Semarang. Sebab, bukan sekadar banjir akibat hujan yang menjadi tantangan Semarang. Ada juga banjir rob alias banjir yang disebabkan oleh naiknya permukaan laut melebihi garis pantai. "Terkait dengan banjir, luasan genangan, dan lain sebagainya," kata Mila.
INDRA WIJAYA | M. SIDIK PERMANA | JAMAL A. NASHR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus