JAKARTA — Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Syarif, berharap Pemerintah Kota Jakarta Timur melakukan kajian mendalam sebelum menata kawasan
pedagang kaki lima di Pasar Jatinegara. Kajian ini penting untuk mengetahui ihwal awal mula pedagang memenuhi kawasan itu. "Sebab, pasar dan pedagang kaki lima di Jatinegara sudah jadi ikon kota. Jadi perlu dikaji sebelum menata," kata Syarif, kemarin.
Jika memiliki sejarah yang kuat, politikus Partai Gerindra itu berharap penataan kawasan tersebut tak sampai menghilangkan nilai cerita masa lalu. Sebaliknya, penataan harus dilakukan dengan memperkuat cerita sejarah dari kawasan Pasar Jatinegara. "Setidaknya dicari tahu dulu para pedagang itu mulanya dari mana, apakah menetap lama di situ atau berganti-ganti," kata Syarif.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Jakarta Timur mewacanakan penataan pedagang kaki lima di kawasan Pasar Jatinegara di Jalan Matraman Raya dan Kemuning Mede. Bahkan Pemerintah Kota sudah mengumpulkan perwakilan pedagang kaki lima di kantor Wali Kota Jakarta Timur, Rabu pekan lalu.
Pedagang kaki lima berjualan menggunakan trotoar di Pasar Jatinegara, Jakarta, 16 Desember 2021. TEMPO/Subekti
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Jakarta Timur, Kusmanto, mengatakan para pedagang kaki lima itu nantinya menjadi binaan Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil-Menengah (Sudin PPKUKM) Kota Jakarta Timur. Kusmanto meminta semua pedagang segera menata lapak dagangan masing-masing. "Berikan hak pejalan kaki dan pengendara serta pemilik kios di depan Pasar Jatinegara," kata Kusmanto.
Namun Pemkot Jakarta Timur tetap menganggap kawasan pedagang kaki lima di Jatinegara dan Jalan Kemuning Mede istimewa. Sebab, mereka sudah dikenal masyarakat sebagai lokasi belanja pilihan. Karena itu, Pemerintah Kota berharap penataan kawasan pedagang kaki lima bisa semakin menarik minat masyarakat.
Bahkan Pemkot Jakarta Timur akan memaksimalkan potensi pedagang kaki lima saat penataan nantinya. Rencananya, kawasan tersebut akan disulap menjadi destinasi wisata niaga atau tempat wisata belanja.
Jika menengok sejarah, Jatinegara awalnya adalah ibu kota sebuah kabupaten yang meliputi Bekasi, Cikarang, Matraman, Tebet, Kramat Jati, Mampang, Pondok Gede, Pasar Rebo, Pancoran, hingga Kebayoran pada pertengahan abad ke-17. Wilayah tersebut dipimpin oleh Meester Cornelis Senen, seorang guru agama Kristen.
Pedagang kaki lima menggunakan trotoar di Pasar Jatinegara, Jakarta, 16 Desember 2021. TEMPO/Subekti
Seiring berjalannya waktu, muncullah sebuah pasar yang diberi nama Pasar Meester.
Meester merupakan sebuah panggilan bagi seorang guru, yakni Cornelis Senen. Pada saat Jepang masuk ke Pulau Jawa, pada 1942, nama Pasar Meester diubah menjadi Jatinegara sesuai dengan nama kabupaten.
Namun ada pula cerita versi lain yang menyebut nama Jatinegara diadaptasi dari banyaknya pohon jati yang masih ditemukan di kawasan tersebut pada masa pendudukan Jepang. Pada masa lalu, pasar tersebut menjadi urat nadi perekonomian masyarakat Batavia.
Pasar Meester ramai didatangi penjual dan pembeli. Bahkan kawasan di sekitar pasar ramai dipenuhi delman dan gerobak yang ditarik kuda. Delman dan gerobak tersebut digunakan untuk mengangkut barang dagangan hasil bumi. Selain itu, toko-toko penduduk keturunan Cina menjamur di sekitar pasar tersebut. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa keberadaan
pedagang kaki lima di kawasan itu memang sudah ada sejak masa kolonial.
INDRA WIJAYA