Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pelonggaran Moneter untuk Mengejar Target Pertumbuhan

Bank sentral mengharapkan kebijakan lanjutan dari sektor fiskal dan keuangan.

22 Juli 2019 | 00.00 WIB

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) bersama jajaran deputi BI
Perbesar
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) bersama jajaran deputi BI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA - Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan kebijakan pelonggaran moneter yang ditempuh bank sentral diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, kondisi perekonomian global tahun ini berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi domestik tak sekencang prediksi sebelumnya, yaitu di bawah titik tengah kisaran target 5-5,4 persen. "Kondisi ini perlu dimitigasi, dari sisi moneter akan semakin banyak sinyal hijau pelonggaran dilakukan untuk mendorong pertumbuhan," ujar Dody pada akhir pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sebelumnya, bank sentral melakukan pelonggaran moneter dengan menurunkan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis point, dari 6 persen menjadi 5,75 persen, pada Jumat lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dody mengatakan sinyal hijau itu bisa berupa kebijakan penurunan suku bunga acuan lanjutan, pelonggaran giro wajib minimum, serta operasi moneter dan pendalaman pasar keuangan. Dia mengungkapkan bahwa penyebab utama kondisi tersebut tak lain adalah ketegangan perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat yang memicu perlambatan perdagangan, baik di negara maju maupun negara berkembang.

"Akibatnya ekspor menurun, konsumsi tertahan, investasi melambat, ini karena berkurangnya permintaan global dan mulai juga terasa ke permintaan domestik," kata Dody. Ekspor dan konsumsi saling terkait erat, sehingga tak aneh ketika ekspor anjlok, permintaan domestik juga tak terakselerasi dengan cepat.

Meski demikian, di tengah kondisi seperti itu, bank sentral tetap perlu mengambil kebijakan pelonggaran yang terukur dan menjaga daya tahan stabilitas eksternal. "Keseimbangan neraca pembayaran, inflasi, dan nilai tukar rupiah merupakan default yang tak bisa ditawar," ujar Dody.

Adapun dalam neraca pembayaran, hal yang menjadi fokus utama saat ini adalah pengendalian neraca defisit transaksi berjalan. Defisit dipatok tetap berada dalam batas aman 2,5-3 persen terhadap produk domestik bruto.

Bank Indonesia berharap adanya langkah penurunan suku bunga acuan dapat menurunkan suku bunga kredit perbankan dan mendorong pertumbuhan kredit, yang pada tahun ini ditargetkan mencapai 12 persen. "Penting untuk menjaga konsumen dan pelaku usaha tetap optimistis," ucap Dody.

Peningkatan daya saing industri potensial ekspor juga perlu didorong, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah yang memanfaatkan perkembangan ekonomi digital. "Peluang itu ada. Produsen harus bisa memanfaatkan e-commerce yang sedang berkembang, sehingga kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi dari dalam negeri, tak melulu ditutup impor," kata Dody.

Bank sentral berkoordinasi dengan pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, penting untuk dilakukan sinergi serta koordinasi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sistem keuangan. "Kami melihat ekonomi sekarang akan tumbuh dengan kebijakan moneter yang longgar," ujarnya. "Tapi apa kemudian pertumbuhan akan dipaksa setinggi-tingginya, kami tidak bisa masuk ke pilihan hitam dan putih."

Pemerintah diharapkan terus dapat menjaga kesehatan rasio fiskal, menjaga optimisme investor, dan melanjutkan sederet kebijakan yang memuluskan investasi serta konsumsi. "Reformasi dan insentif perpajakan, juga strategi perdagangan yang mumpuni untuk menggenjot ekspor," kata Dody.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini dapat mendekati 5,2 persen. "Inflasi yang diprediksi landai hingga tahun depan juga membuat kami yakin masih terbuka ruang pelonggaran lanjutan. Tinggal timing-nya yang harus di-update dari waktu ke waktu," ujarnya.

Ekonom dari Center of Reform on Economics Indonesia, Hendri Saparini, mengatakan pemerintah dan bank sentral perlu bekerja keras untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi mendekati 5,2 persen. "Pertumbuhan semester I 2019 diproyeksi berada di bawah 5,1 persen, sehingga untuk keseluruhan tahun mencapai 5,1 tidak mudah," katanya. "Terlebih isu perang dagang juga masih akan hit and run."

Di satu sisi, optimisme datang dari sektor perbankan. Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Suprajarto, mengatakan, dengan langkah besar, penurunan suku bunga acuan akan berdampak positif pada likuiditas hingga mendorong pertumbuhan sektor riil yang lebih kuat.

"Kami melihat ke depan masih ada peluang untuk menurunkan suku bunga acuan lagi, setidaknya 25 basis point," ujarnya. BRI, kata dia, akan segera menurunkan suku bunga pinjaman dan simpanan perbankan. GHOIDA RAHMAH


Pelonggaran Kebijakan

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus