Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahkamah Konstitusi sudah menerima empat gugatan dari sejumlah cendekiawan dan masyarakat soal IKN.
Mayoritas pemohon gugatan menganggap Undang-Undang IKN memiliki masalah secara formal dan materiil atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Pemerintah jalan terus berbekal Undang-Undang IKN.
JAKARTA – Pemerintah tetap melanjutkan pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara meski sejumlah kalangan menggugat Undang-Undang IKN ke Mahkamah Konstitusi. Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Negara, Sidik Pramono, menyatakan pemerintah berpatokan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN sebagai produk hukum yang sah dan dasar pembangunan ibu kota baru di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. "Undang-undang itu sudah melalui proses yang proper sesuai dengan ketentuan pembentukan perundang-undangan," ujar dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidik mengatakan undang-undang tersebut dibahas oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang melibatkan masyarakat. Sidik menilai tidak ada persoalan dalam substansi undang-undang itu. Dengan begitu, kata dia, tidak ada alasan bagi pemerintah menunda eksekusi proyek IKN Nusantara.
Sejumlah cendekiawan dan tokoh masyarakat selama Februari dan Maret sudah melayangkan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pengesahan Undang-Undang IKN. Gugatan itu, antara lain, diajukan oleh guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra; dan mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, serta sejawatnya.
Ketua DPR Puan Maharani menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi undang-undang di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, 18 Januari 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Gugatan juga diajukan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies, Marwan Batubara, dan rekan-rekannya. Gugatan ketiga diajukan guru honorer asal Riau, Herifuddin Daulay. Adapun gugatan keempat dari Sugeng, warga Tangerang. Semua gugatan tersebut serempak mengkritik adanya masalah dalam substansi formal dan materiil dalam undang-undang tersebut.
Sidik menepis tudingan bahwa undang-undang itu cacat hukum. Dia juga menolak jika pemerintah disebut memaksakan kehendak membangun ibu kota baru melalui pengesahan UU IKN. Menurut dia, pembangunan IKN telah direncanakan hingga 2045 dan tidak serta-merta bakal rampung dalam setahun atau dua tahun. "Ini kan konsep pengembangan berkelanjutan. Kalau tidak dimulai sekarang, mau kapan lagi?"
Sidik menyadari, dalam pembuatan undang-undang, tidak mungkin 100 persen masyarakat setuju. Tapi belum tentu juga masyarakat menolak sepenuhnya. Justru pembuatan undang-undang dilakukan karena didasari visi untuk membangun Indonesia-sentris. Dia mempersilakan berbagai kalangan menggugat. “Toh, belum tentu gugatan nantinya dikabulkan Mahkamah Konstitusi.”
Azyumardi mengatakan gugatannya sudah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi. Dia menegaskan, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji formal bahwa proses legislasi aturan IKN tidak sesuai serta uji materiil karena bertentangan dengan konstitusi, proyek IKN itu harus dihentikan. “Sekalipun kepala otorita dan wakil otorita IKN sudah dilantik Presiden," kata dia.
Guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra. Dok. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Dalam dokumen gugatan Azyumardi dan sejawatnya yang diperoleh Tempo, mereka menyebutkan, dalam proses pembentukan Undang-Undang IKN, hanya beberapa narasumber yang didengarkan masukannya. Tidak ada pertimbangan right to be considered atau hak untuk dipertimbangkan pendapatnya bagi pemohon. Akibatnya, hak pemohon dalam memperoleh informasi dirugikan serta jaminan pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil tidak terpenuhi.
Mereka juga mempersoalkan pandangan ahli yang diundang dalam rapat pembahasan Undang-Undang IKN, tapi penjelasannya tidak diakomodasi. Salah satunya pendapat dari Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia, Hendricus Andy Simarmata. Dia menyatakan pembangunan IKN tidak memiliki informasi lokasi yang rinci, lengkap, dan belum satu "dapur" perencanaan.
Undang-undang itu juga menyebutkan negara bisa memungut pajak khusus yang bakal berdampak terhadap para pemohon. Pembentukan undang-undang tidak mendapatkan proses deliberasi serta penjelasan atas adanya pungutan khusus tersebut. Atas berbagai poin itu, pemohon meminta hakim konstitusi mengabulkan keseluruhan permohonan dan menyatakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, mengatakan telah menerima permohonan dan telah dipublikasikan di situs resmi Mahkamah Konstitusi. Dalam waktu dekat, mereka bertugas memverifikasi setiap gugatan pemohon. "Kalau lengkap, ya, diregistrasi, baru kemudian sidang," ujarnya.
Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Asfinawati, menjelaskan, secara formal, Undang-Undang IKN jelas bertentangan dengan konstitusi, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi perihal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Apalagi prosesnya cuma beberapa hari yang secara partisipasi tidak melibatkan seluruh konstituen," tutur dia.
Asfinawati yakin hakim Mahkamah Konstitusi bakal memutuskan bahwa formal perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan penetapan Undang-Undang IKN inkonstitusional. Dia juga menyebutkan substansi undang-undang itu bakal berpotensi merugikan negara karena adanya pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ratusan triliun di tengah situasi bencana Covid-19.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo