Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kegiatan ekspor benih bening lobster berjalan tanpa aturan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang pasti. Pemerintah belum menerbitkan perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun negara tetap mengantongi pendapatan dari kegiatan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto, menyatakan pemerintah telah menyepakati tarif patokan ekspor benih bening lobster. Tiap ekor benur lobster pasir dihargai Rp 1.000. Sedangkan benur lobster mutiara ditetapkan sebesar Rp 1.500 per ekor. “Ini adalah tarif batas tinggi,” katanya kepada Tempo, kemarin.
Yugi menuturkan PNBP disetorkan eksportir dalam sebuah rekening bank garansi. Di sana, perusahaan menyimpan sejumlah dana sesuai dengan ketentuan tarif dan besaran ekspor. Jika setelah tarif PNBP ditentukan lebih rendah dari patokan, selisih pembayaran dapat dikembalikan ke eksportir. Selisih tersebut juga dapat diperhitungkan kembali untuk pembayaran tarif PNBP pada pengiriman benih selanjutnya.
Berdasarkan keterangan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar sebelumnya, bank milik negara yang akan ditugaskan menampung dana jaminan tersebut. Saat itu pemerintah mengestimasi tarif ekspor benih berada di kisaran Rp 2.000 per ekor. Eksportir akan ditagih kekurangan bayar jika tarif yang ditentukan lebih tinggi dari angka patokan. Ketika dimintai dikonfirmasi mengenai tarif ekspor ini, baik KKP maupun Kementerian Keuangan tak memberi respons.
Sejak lima tahun terakhir pemerintah tidak memiliki aturan mengenai tarif PNBP ekspor benih bening lobster. Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Susi Pudjiastuti, melarang komoditas tersebut diekspor untuk menjaga pasokan dan mendorong industri budi daya di dalam negeri. Namun pada 5 Mei 2020, Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru membuka keran ekspor selama tiga tahun. Dia ingin mengembalikan sumber pendapatan nelayan tangkap benur.
Belum genap dua bulan payung hukum ekspor benih diterbitkan, dua eksportir memulai pengiriman ke Vietnam. Sumber Tempo di lingkungan Bea dan Cukai menyatakan ekspor tersebut terlaksana tanpa membayar PNBP. Pernyataan yang sama dilontarkan dua sumber Tempo di KKP. "Sudah confirmed pengekspor belum membayar apa pun," ujar salah satu sumber tersebut saat itu.
Pengamat perikanan dari Institut Pertanian Bogor, Suhana, menyebut pemerintah ceroboh lantaran meloloskan ekspor di tengah ketidakpastian aturan. “Tidak berpihak pada keberlanjutan ekonomi bisnis lobster nasional,” katanya. Dia mengingatkan pemerintah untuk mengkaji dengan saksama tarif yang akan dipatok untuk setiap ekor yang diekspor. Pasalnya, setiap tahun terjadi tren kenaikan nilai ekspor lobster di dunia. Selama periode 2001-2019, nilai ekspor lobster dunia rata-rata tumbuh 5,34 persen per tahun.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, menyatakan pemerintah harus memastikan kebijakan tarif ekspor berlaku surut. Dalam aturan hasil revisi perlu dicantumkan dengan jelas ketentuan tersebut. “Jika tidak berlaku surut, berpotensi merugikan negara,” katanya. Sejak Juni hingga kemarin, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan mencatat sekitar 47 juta ekor benur telah diekspor dari Indonesia. Volume ekspor ini diperkirakan terus bertambah seiring dengan tingginya permintaan.
VINDRY FLORENTIN
5
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo