Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyatakan sudah memulai meningkatkan pemeriksaan dan pelacakan kontak erat, terutama di daerah prioritas.
Kebijakan ini diluncurkan dengan pertimbangan adanya potensi kerumunan, serta masih ada warga yang melanggar protokol kesehatan.
Sepuluh daerah prioritas tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Bali, Papua, dan Kalimantan Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan sudah mulai meningkatkan pemeriksaan dan pelacakan kontak erat, terutama di daerah prioritas. Kebijakan ini diluncurkan dengan pertimbangan adanya potensi kerumunan, serta masih ada warga yang melanggar protokol kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepuluh daerah prioritas tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Bali, Papua, dan Kalimantan Selatan. "Kami melakukan agresif contact tracing. Daerah-daerah aktif mencari kasus di tempat yang penularannya masih berlangsung," ujar Ketua Bidang Kesehatan Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Alexander Kaliaga Ginting, kemarin.
Satuan Tugas juga menambah jumlah tenaga pelacakan kontak baru melalui perekrutan relawan yang dilakukan sejak 3 November lalu. Harapannya, proses yang dimulai sejak awal November dapat menjaring 8.060 petugas untuk ditempatkan di 1.612 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di 51 kabupaten/kota di 10 provinsi prioritas. Relawan diharapkan bisa turun ke lapangan mulai awal tahun depan.
Alex mengemukakan, idealnya, pelacakan dapat menyentuh minimum 80 persen kontak erat dari suatu kasus dalam waktu 72 jam setelah diumumkan. Setelah kontak terlacak, sekitar 80 persen warga berstatus kontak erat harus dipantau hingga 14 hari ke depan.
Untuk melengkapi aktivitas ini, Satuan Tugas pun menggenjot pengadaan tes cepat berbasis antigen untuk digunakan di daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). "Kami juga melaksanakan pelatihan manajemen spesimen, sehingga terjadi gap kasus suspect dan hasil pemeriksaan," kata Alex.
Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan adanya penurunan laporan pemeriksaan kasus selama libur panjang pada 28 Oktober-1 November. Keterlambatan pelaporan membuat jumlah kasus yang dilaporkan sepekan terakhir menjadi signifikan. "Ada keterlambatan dalam pelaporan sampel. Jadi, libur panjang menyisakan kasus yang terjadi terutama di kota-kota besar," kata dia.
Meski demikian, Doni mengklaim peningkatan jumlah kasus tidak separah libur panjang sebelumnya, yang terjadi pada Agustus-September lalu. Pada periode itu, jumlah pasien yang dirawat di sejumlah rumah sakit rujukan dan RS darurat Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, meningkat drastis. Saat ini, kenaikan okupansi RS Wisma Atlet hanya 21 persen dan rasio keterisian tempat tidur RS di Ibu Kota masih 68 persen.
Dia menyatakan masih terus mengamati perkembangan laporan kasus sepekan ke depan. Jika memang libur panjang masih menjadi penyebab utama peningkatan kasus, pihaknya akan merekomendasi perpendekan ataupun peniadaan libur pada akhir tahun. "Bisa saja tetap libur panjang jika tidak meningkat dan bisa dikendalikan," kata Doni.
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, meramalkan angka laporan kasus terkonfirmasi positif akan naik mulai pekan depan. Pasalnya, hasil pemeriksaan dari pelacakan kontak yang dilakukan setelah libur panjang baru mulai dilaporkan.
Penyumbang kasus positif lainnya, kata Pandu, berasal dari kerumunan yang terjadi beberapa hari belakangan setelah kedatangan pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Syihab. "Setiap kerumunan pasti ada potensi peningkatan kasus. Jadi, harus siap jika nanti jumlah kasus Covid-19 naik," kata dia.
Pandu mengingatkan bahwa kerumunan menjadi salah satu faktor gencarnya penularan. Karena itu, warga diharapkan dapat menjauhi keramaian serta menggunakan masker dan mencuci tangan.
Ketua Perhimpunan Dokter Puskesmas Indonesia, Mustakim Manaf, mengatakan pemerintah harus segera memberi pelatihan dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di daerah-daerah. Sebab, dia mendapat laporan adanya sejumlah daerah yang sama sekali tidak melakukan pelacakan. "Training and teaching ini kurang sekali," ujar dia.
IMAM HAMDI | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo