Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEKASI - Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) di Kota Bekasi rupanya menarik perhatian masyarakat di luar wilayah tersebut. Pemerintah kota menemukan banyak warga dari luar daerah berupaya pindah domisili untuk mendapat kartu berobat gratis itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kepala Bagian Humas Sekretariat Kota Bekasi, Sayekti Rubiah, sejumlah warga dari Kabupaten Bekasi, DKI Jakarta, Bogor, bahkan Provinsi Jawa Tengah berupaya pindah domisili ke Kota Bekasi. Bahkan tingginya keinginan itu memicu munculnya calo pengurusan Kartu Sehat. "Ada calo yang mengarahkan, jika ingin mendapat layanan kesehatan gratis, agar pindah domisili," katanya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belum lama ini, dia melanjutkan, ada warga Kabupaten Bekasi yang berniat pindah kartu keluarga ke Kota Bekasi ketika sedang sakit. Ada juga seseorang yang tercatat sebagai warga Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, dan sedang dirawat di Rumah Sakit Hermina lalu ditawari calo untuk menggunakan Kartu Sehat keluaran Pemerintah Kota Bekasi.
"(Praktik) Ini tentu menyalahi aturan. Kami mengimbau masyarakat agar tidak tergiur oleh praktik-praktik percaloan," ujar Sayekti. Dia pun mengancam calo yang kedapatan memanipulasi data kependudukan. "Akan dilaporkan ke polisi."
Dia menjelaskan, perpindahan domisili ke Kota Bekasi tak langsung bisa mendapat Kartu Sehat karena ada verifikasi data. Kartu Sehat dicetak hanya bagi warga yang mengalami kondisi darurat. Sekitar 600 ribu Kartu Sehat dicetak untuk berobat gratis ke semua rumah sakit di Kota Bekasi. Menurut Sayekti, warga yang belum memiliki Kartu Sehat bisa menggunakan KTP dan kartu keluarga untuk berobat ke rumah sakit umum daerah.
Pemerintah Kota Bekasi menghabiskan Rp 197 miliar dari total anggaran yang disediakan sebesar Rp 237 miliar untuk pembiayaan berobat menggunakan Kartu Sehat di rumah sakit swasta.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawati, mengatakan, dalam APBD 2018, dialokasikan Rp 113 miliar untuk membayar klaim rumah sakit swasta sebesar Rp 43 miliar pada akhir 2017. Sedangkan Rp 70 miliar lagi untuk periode Januari-April 2018. Disediakan lagi dana Rp 124 miliar sampai akhir Oktober 2018. "Dari dana itu, baru terserap Rp 84 miliar," ujar Tanti pada 11 September lalu. ADI WARSONO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo