Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menyelesaikan penataan Stasiun Tebet dan Palmerah.
Stasiun Tebet dan Palmerah terhubung dengan halte bus.
Integrasi fisik stasiun dan halte disebut berhasil jika jumlah penumpang angkutan umum meningkat.
JAKARTA – Stasiun Tebet bersalin rupa. Pedagang kaki lima yang dulu berjejalan di sekitar stasiun Commuter Line itu kini lebih tertata. Mereka mendapatkan lapak yang seragam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penataan pelapak itu membuat penumpang leluasa keluar-masuk stasiun yang berada di Jakarta Selatan tersebut. Jalan menuju stasiun juga lapang dan dilengkapi dengan guiding block untuk penyandang tunanetra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stasiun Tebet juga terhubung dengan halte Transjakarta. Masyarakat bisa berpindah moda tanpa harus kepanasan ataupun kehujanan karena jalur yang menghubungkan stasiun dan halte itu dilengkapi dengan atap.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri BUMN Erick Thohir meresmikan Stasiun Tebet dan Palmerah, kemarin. Revitalisasi Stasiun Tebet dan Palmerah merupakan bagian dari program penataan stasiun tahap kedua oleh PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ)—perusahaan patungan yang dibentuk PT MRT Jakarta (Perseroda) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Penataan stasiun tahap kedua meliputi Stasiun Tebet, Palmerah, Manggarai, Gondangdia, dan Jakarta Kota. Renovasi Stasiun Manggarai dan Gondangdia masing-masing telah mencapai 95 persen dan 69 persen serta ditargetkan rampung pada tahun ini. Sedangkan revitalisasi Stasiun Jakarta Kota ditargetkan rampung pada 2022.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan), Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau Stasiun Tebet saat Peresmian Integrasi Transportasi Jabodetabek di Jakarta, 29 September 2021. ANTARA/Dhemas Reviyanto
Anies mengatakan Stasiun Tebet dan Palmerah merupakan stasiun kelima dan keenam yang telah rampung direvitalisasi. Penataan stasiun tahap pertama dan sudah selesai, yaitu Stasiun Juanda, Tanah Abang, Pasar Senen, dan Sudirman. “Hari ini (kemarin) meresmikan (penataan) stasiun kelima dan keenam yang menjadi simpul integrasi transportasi,” ujarnya, kemarin.
Anies berharap integrasi transportasi publik di Jakarta akan mendorong warga Ibu Kota meninggalkan kendaraan pribadinya. Apalagi angkutan umum kini terjangkau, dari sisi rute, biaya, hingga waktu perjalanannya. “Bisa pergi dari mana saja, ke mana saja, menggunakan satu sistem,” tuturnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menjelaskan, penataan kawasan stasiun dilakukan untuk mengatur tata ruang dan transportasi di area perhentian itu. Tujuannya agar integrasi antarmoda bisa tercapai. “Sehingga masyarakat lebih nyaman dalam berpindah transportasi publik,” katanya.
Penataan kawasan stasiun, khususnya Stasiun Tebet, kata Syafrin, juga berdampak positif bagi perekonomian warga sekitar. Sebab, pemerintah menyediakan tempat berjualan bagi para pelapak.
Penataan stasiun, Syafrin melanjutkan, juga memperhatikan penataan lingkungan dan keindahan dengan menata pohon dan taman. Nantinya, stasiun yang direvitalisasi dilengkapi dengan rain garden atau kolam resapan.
Salah satu pedagang di Stasiun Tebet, Bety Nila, menempati salah satu lapak di stasiun itu sejak Senin lalu. Ia merupakan salah satu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mendapat pendampingan dari pemerintah DKI Jakarta melalui program JakPreneur.
Bety menjual bir pletok, hiasan ondel-ondel, hingga aneka camilan seperti rempeyek. Barang yang dijualnya itu diproduksi warga Tebet. “Harapannya, dengan jualan di stasiun, banyak penumpang yang beli dan tahu barang dagangan kami,” tuturnya.
Halte Bus di kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, 29 September 2021. TEMPO/Gangsar Parikesit
Bukan hanya Stasiun Tebet yang bersalin rupa. Stasiun Palmerah pun berubah wajah. Stasiun KRL itu kini dilengkapi dengan halte di kedua sisinya. Halte dengan stasiun itu dihubungkan dengan jembatan penyeberangan yang dilengkapi dengan atap. Halte tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas, seperti papan informasi dan guiding block untuk penyandang tunanetra.
Peneliti dari Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, menuturkan tolok ukur keberhasilan penataan stasiun atau integrasi antara stasiun dan halte ialah meningkatnya jumlah penumpang angkutan umum. “Kalau jumlah penumpang transportasi publiknya tidak naik, artinya integrasi fisik itu percuma,” tuturnya.
Pemerintah, Deddy melanjutkan, harus segera mengintegrasikan sistem pembayaran angkutan umum. Jadi, integrasi tidak hanya terjadi secara fisik, tapi juga pembayaran. “Hal itu bisa mendorong masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadinya dan pindah ke transportasi publik,” kata dia.
GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo