Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, menyatakan Presiden Joko Widodo telah setuju untuk merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mengklaim revisi Undang-Undang KPK ini untuk menguatkan lembaga antirasuah. "Presiden menginginkan ada penguatan KPK melalui pembenahan aturan," kata Ngabalin kepada Tempo di Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyatakan Jokowi memiliki komitmen untuk menguatkan lembaga antirasuah dengan memprioritaskan pencegahan korupsi. Menurut Ngabalin, lembaga mana pun tak boleh melawan upaya Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam merevisi Undang-Undang KPK. "Perlawanan hanya bisa dilakukan dengan judicial review," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang politikus partai pemerintah di parlemen menyatakan bahwa DPR dan pemerintah telah lama bersepakat merevisi Undang-Undang KPK. Ia mengatakan seorang politikus Golkar menjadi penghubung dengan Istana. Penghubung ini mempresentasikan poin-poin pasal yang bakal dirombak kepada presiden. "Sehari setelah pemilu, sejumlah politikus parlemen dan Istana sudah deal untuk merevisi Undang-Undang KPK. Mereka ini juga telah omong dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly," kata politikus tersebut.
Sumber ini juga menyatakan komunikasi antara parlemen dan Istana perihal revisi Undang-Undang KPK kian intensif pada akhir Juli hingga Agustus lalu. Penghubung ini, kata dia, juga berkomunikasi dengan Istana perihal calon komisioner KPK. "Pemerintah dan DPR telah sepakat calon komisioner yang akan jadi pimpinan KPK," kata dia.
Menanggapi ihwal persamuhan tersebut, Ngabalin menyatakan belum ada pertemuan resmi antara presiden dan DPR. "Mungkin pertemuan informal. Nanti saya akan cek lagi," kata Ngabalin.
Dewan Perwakilan Rakyat mendadak menyetujui draf usul revisi Undang-Undang KPK dari Badan Legislasi menjadi Rancangan Undang-Undang KPK inisiatif DPR pada Kamis lalu. Anggota Komisi Hukum dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan usul untuk membahas kembali revisi UU KPK muncul sejak Pemilu 2019 usai. "Ada tujuh orang yang mengusulkan. Saya termasuk yang mengusulkan juga," kata dia.
Masinton juga membenarkan bahwa seluruh fraksi bersama pemerintah telah sepakat membahas Rancangan Undang-Undang KPK. Dia mengklaim pemerintah dan parlemen akan bareng-bareng merevitalisasi agenda pemberantasan korupsi. "Seluruh fraksi di DPR secara aklamasi kompak. Presiden jangan lagi ragu," kata Masinton.
Dalam pidato pada 16 Agustus lalu, Jokowi mengkritik gencarnya operasi tangkap tangan oleh KPK. Menurut Presiden, hal tersebut tak efektif karena Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya naik satu peringkat. "Keberhasilan tak hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang dipenjarakan. Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan," kata Jokowi. Sindiran Jokowi ini ditangkap politikus sebagai sinyal Istana menyetujui revisi Undang-Undang KPK.
Kepada tamunya di Istana, Jokowi pernah mengeluhkan maraknya penangkapan oleh KPK. Menurut Jokowi, agresifnya KPK memberantas korupsi membuat pejabat takut mengambil keputusan. Maka Jokowi menghendaki KPK lebih berfokus pada pencegahan.
Di DPR, pembahasan revisi Undang-Undang KPK tinggal menunggu surat presiden. Namun Jokowi menyatakan belum mengetahui isi rancangan revisi. "Itu inisiatif DPR," ujarnya. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengaku tak mengetahui DPR membahas perubahan undang-undang ini. "Sama sekali tidak tahu, dan saya tidak yakin itu (akan dibahas pemerintah)," kata politikus PDIP ini.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto irit bicara ihwal politikus Golkar menjadi penghubung parlemen dengan Istana untuk urusan revisi Undang-Undang KPK. "Ini kan proses yang sudah berjalan lama, tentu nanti kami lihat," kata Airlangga.
MAYA AYU PUSPITASARI | BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO | AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo