Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Saya Dikambinghitamkan

Wawancara Ahyudin, pendiri Aksi Cepat Tanggap (ACT). Penjelasan pelbagai soal kasus di lembaganya.

2 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Yayasan Aksi Cepat Tanggap mematok uang operasional yang besar, termasuk gaji dan fasilitas para eksekutifnya.

  • Pendiri Ahyudin hengkang dari lembaga filantropi ini.

  • Penjelasan Ahyudin, pendiri ACT, soal pelbagai tuduhan penyelewengan kepadanya.

MEMIMPIN Aksi Cepat Tanggap (ACT) selama 17 tahun, Ahyudin keluar dari lembaga kemanusiaan yang didirikannya itu pada Januari 2022. Dia hengkang seiring dengan deretan masalah organisasi ACT dan munculnya tudingan bahwa ia menyalahgunakan fasilitas perusahaan serta menerima gaji terlalu besar. Namun Ahyudin menyangkal semua tuduhan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahyudin meyakini bahwa ia didongkel dari ACT oleh sejumlah anak buahnya. “Belakangan saya tahu ada manuver untuk mengkudeta,” kata Ahyudin di kantor Tempo pada Jumat, 1 Juli lalu. Selama sekitar tiga jam wawancara, Ahyudin didampingi sejumlah pejabat Global Moeslim Charity, lembaga filantropi yang ia dirikan setelah keluar dari ACT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbagai persoalan muncul di akhir kepemimpinan Anda, seperti pemotongan gaji dan program yang macet. Apa tanggapan Anda?

Saya menduga ada fakta yang sengaja disembunyikan dari saya. Misalnya utang program lembaga kepada Boeing. Saya baru diberi tahu ada utang lembaga sebesar Rp 56 miliar pada September 2021. Ini tidak pernah disampaikan kepada saya. Kondisi ini lalu disampaikan ke semua grup bahwa donasi yang masuk akan dialokasikan untuk program Boeing.
Konsekuensinya, ada penyesuaian remunerasi. Saya ambil kebijakan, setiap hari dipotong Rp 250 juta untuk program Boeing. Terakhir utang itu tinggal Rp 28 miliar kalau tidak salah. Seharusnya yang disalahkan adalah Presiden ACT yang mengetahui operasional perusahaan. Saya cuma memberi petunjuk karena posisinya di Global Islamic Philanthropy yang membawahkan ACT.

Mengapa kompensasi Boeing malah menjadi utang?

Penerimaan dana fluktuatif. Tatkala ada program prioritas, kami mengalokasikan dari dana tersebut. Donasi dan sumbangan di ACT itu diputar dengan sangat intensif.

Sederet masalah itu membuat Anda hengkang dari ACT?

Saya dikudeta. Saya dipersepsikan seolah-olah memanipulasi keuangan. Di media sosial, saya ditulis seakan-akan seorang maling besar dan keluarganya makan duit haram. Jika tuduhan itu benar, saya seharusnya dilaporkan ke penegak hukum. Kasus Boeing itu, misalnya, sengaja diciptakan untuk mendepak saya. Saya dikambinghitamkan dalam persoalan ini, tapi di hadapan Allah saya akan dikambingputihkan.

Benar Anda menilap uang ACT hingga miliaran rupiah?

Uang sekolah anak saya, cicilan mobil dan rumah mangkrak. Rumah saya terancam disita bank karena saya tidak bisa bayar. Jika saya dituduh membawa kabur duit perusahaan sampai miliaran rupiah, di mana logikanya? Kalau ada penyimpangan, laporkan saja ke polisi.

Kami mendapat informasi bahwa Anda menerima gaji lebih dari Rp 250 juta.

Gaji di ACT tinggi. Saya pasang tinggi gajinya. Saya paksa kerja habis-habisan supaya ACT bisa mempersembahkan program yang baik. Tapi 25 persen gaji saya kembalikan ke lembaga sebagai wakaf.

Anda menerima fasilitas mewah, dari mobil hingga perjalanan dinas kelas satu. Anda juga disinyalir menerima duit dari unit bisnis ACT. Tanggapan Anda?

Itu saya terima dari sumber yang legal karena hak saya sebagai pemimpin organisasi. Rumah saya itu diperoleh dari pembiayaan bank. Begitupun mobil. Kalau saya tak punya uang, saya boleh meminjam ke lembaga. Soal perjalanan dinas, perusahaan sudah punya plafon. Ada komite yang mengatur tunjangan perjalanan dinas. Kalau ada yang mengatakan ACT memberikan fasilitas lembaga untuk kepentingan pribadi, itu fitnah.

Setelah mundur, Anda masih menerima fasilitas itu?

Saya diberi surat yang diteken enam orang setelah mundur. Isinya, memberikan fasilitas kendaraan Toyota Alphard dan uang Rp 300 juta setiap bulan. Pada Januari lalu, saya menerima Rp 300 juta, Februari Rp 150 juta, dan Maret Rp 100 juta. Kiriman itu disetop pada April. Saya juga tak tahu alasan lembaga memberikan fasilitas itu.

Apakah ada peluang Anda kembali ke ACT, organisasi yang Anda dirikan?

Saya tak tertarik untuk kembali. Lembaga amal susah diselamatkan jika sudah ada cedera. Jika saya kembali, justru akan memelihara keributan. Toh, saya sudah membangun lembaga baru.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus