Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM dakwaan terhadap bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, Sjamsul Nursalim disebut bersama-sama melakukan tindak pidana yang dituduhkan jaksa. Komisi Pemberantasan Korupsi memposisikan Sjamsul sebagai pihak yang diuntungkan atas terbitnya surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Orang terkaya Indonesia ke-36 versi majalah Forbes 2017 ini dituduh membuat pernyataan tak benar atau misrepresentasi utang petambak ke BDNI miliknya senilai Rp 4,8 triliun sebagai aset lancar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui pengacaranya, Maqdir Ismail, taipan yang kini tinggal di Singapura itu menyatakan tidak bersedia diwawancarai soal ini. Kepada Tempo pada Senin pekan lalu dan juga melalui jawaban tertulis, Maqdir menjawab pertanyaan seputar kasus yang membelit kliennya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Sjamsul Nursalim disebut sebagai pihak yang diuntungkan dalam kasus Syafruddin dengan nilai Rp 4,58 triliun….
Dalam closing master settlement and acquisition agreement (MSAA)—perjanjian eks pemegang saham pengendali dengan pemerintah untuk menyelesaikan kewajiban melalui penyerahan aset—pada 25 Mei 1999, klien kami telah menyelesaikan seluruh kewajibannya. Karena itu, klien kami mendapatkan release and discharge yang diteken Kepala BPPN dan Menteri Keuangan. Dakwaan itu asumsi sehingga tuduhan ke klien kami asumsi.
KPK menuduh Sjamsul Nursalim memberikan pernyataan tak benar atas utang petambak Dipasena, Lampung, ke BDNI sebesar Rp 4,8 triliun.
Sejak BDNI diambil alih BPPN pada 4 April 1998, BDNI sepenuhnya di bawah kendali lembaga itu. Soal kondisi piutang petambak, hanya BPPN yang mengetahuinya, sehingga dalam pembahasan MSAA, klien kami tidak pernah membicarakan bahwa itu aset lancar. Kalau betul ada seperti itu, kenapa BPPN juga tidak melakukan gugatan saat itu?
Kepala BPPN saat itu, Glenn M. Yusuf, menyurati Sjamsul Nursalim dan meminta penambahan aset karena utang petambak tersebut dianggap kredit macet?
Klien kami sudah membuat jawaban surat itu yang isinya menyatakan, sebelum MSAA ditandatangani, telah disepakati bersama dengan BPPN, piutang petambak merupakan program pemerintah, yaitu kredit usaha kecil.
Dalam surat itu, Sjamsul Nursalim menolak menambahkan aset. Apa alasannya?
Utang petambak tidak tergolong yang perlu dijamin oleh klien kami. Saat itu, Dipasena juga sudah milik negara. Klien kami mengusulkan ke BPPN agar utang petambak ke BDNI dapat direstrukturisasi guna meringankan beban mereka.
Kalau Sjamsul Nursalim sejak awal tidak pernah menyatakan aset itu lancar, kenapa istrinya (Itjih S. Nursalim) sampai harus mengikuti rapat di BPPN pada 21 Oktober 2013, yang diduga upaya lobi agar terhindar dari tuduhan melakukan penyataan tak benar (misrepresentasi)?
Karena kejadiannya sudah cukup lama dan juga banyaknya pertemuan, klien kami tentu tidak bisa mengingat setiap pembicaraan ataupun pertemuan itu. Namun, berdasarkan perjanjian MSAA, bila ada misrep (misrepresentasi), harus ada keputusan inkrah dari pengadilan perdata.
Itjih S. Nursalim juga menandatangani Akta Perjanjian Penyelesaian Akhir Nomor 16 pada 12 April 2004, yang menyatakan pemegang saham sudah menyelesaikan seluruh kewajibannya dalam MSAA. Karena itu, Itjih disebut bersama-sama dalam dakwaan Syafruddin?
Dalam closing MSAA tanggal 25 Mei 1999, jelas tertera klien kami telah menyelesaikan seluruh kewajibannya.
Karena dugaan pernyataan tak benar itu, KPK membidik Sjamsul Nursalim sebagai tersangka?
Ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan calon tersangka harus diperiksa KPK. Sepanjang pengetahuan kami, secara formal klien kami tidak pernah menerima surat panggilan tersebut. Apakah KPK mau menetapkan orang sebagai tersangka secara in absentia?
KPK menyatakan sudah beberapa kali memanggil Sjamsul Nursalim, yang saat ini berada di Singapura. Tapi Sjamsul tidak pernah memenuhi undangan. Kenapa tidak kooperatif?
Surat itu sampai enggak kepada yang bersangkutan? Apa betul mereka (Sjamsul dan Itjih) yang menerima surat panggilan? Ini kan harus dipastikan. Sepanjang yang saya tahu, mereka tidak terima.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo