Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DINAS Pendapatan Daerah (Dipenda) Kotamadya Bandung merasa
dirugikan oleh Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Perhubungan bertanggal 1 September 1977. Yaitu yang
menyangkut Tanda Pembayaran Retribusi (TPR) di terminal-terminal
kendaraan umum dalam kota itu. Menurut drs. Oman, Kepala Dipenda
Kotamadya Bandung, hal itu dapat dibuktikan dengan merosotnya
pendapatan instansinya dari terminal-terminal kenderaan umum
yang ada semenjak keputusan bersama itu ada.
Dalam fasal 7 keputusan bersama itu ditetapkan bahwa "mobil bis
umum yang masuk ke terminal wajib menyerahkan TPR kepada petugas
DLLAJR. "Sedangkan dalam fasal 4 disebutkan "pelaksanaan
pungutan retribusi terminal dilakukan oleh Dinas Pedapatan
Daerah dan selanjutnya menyerahkannya kepada kas daerah." TPR
itu berujud kupon bernilai Rp 25 tiap lembar yang harus dibeli
oleh tiap pemilik kenderaan umum kepada Dipenda. Setiap kali
sebuah mobil umum hendak memasuki terminal, si pengemudi
diharuskan menyerahkan selembar TPR kepada pentugas DLLAJR yang
menjaga terminal. Meskipun jumlah petugas Dipenda di
terminal-terminal selalu lebih banyak dibanding jumlah petugas
DLLAJR, tapi ternyata dalam praktek pihak terakhir ini lebih
banyak bertindak dalam hal pengawasan TPR maupun keluar masuknya
kenderaan.
Rp 10
Kemerosotan pemasukan uang ke kas kotamadya terjadi karena di
larangan para pemilik kenderaan tak diharuskan selalu
menyerahkan kupon TPR. Beberapa orang pengemudi kenderaan umum
di terminal Cicaheum mengungkapkan kepada TEMPO, "kami hanya
dianjurkan sehari mengeluarkan 4 lembar TPR saja oleh petugas
terminal.
Selebihnya, begitu dituturkan para pengemudi tak lagi dimintai
kupon TPR tetapi dalam bentuk uang Rp 10. Sebuah kenderaan
rata-rata tiap hari 10 kali masuk terminal. "Umumnya para
petugas hanya memungut TPR pada pagi hari saja," sambung seorang
supir Honda Mini yang melayani jurusan Bandung-Ujungberung.
Dengan bangga ia menyebut hal itu sebagai keuntungan yang
lumayan sebab hanya membayar kurang separo dari semestinya. Tapi
ia tak menyebut ke mana uang Rp 10 yang dipungut dari tiap mobil
itu.
Kepala Dipenda Kotamadya Bandung tak membantah penuturan para
pengemudi kenderaan umum itu. "Ya, karena secara taktis
organisatoris terminal berada di bawah pihak DLLAJR, kami tak
dapat bertindak apa-apa," kata Oman. Tapi tak lupa
ditambahkannya, justru dari sanalah pangkal mula terus
menipisnya pendapatan kas kota dari sektor retribusi.
Menurut Oman, pengalaman pahit serupa itu pernah terjadi di
Kotamadya Cirebon. "Tapi Cirebon cepat-cepat mengambil
tindakan," tambah Oman, "sejak April yang lalu terminalnya
berada di bawah wewenang Dipenda."
Bagi Kota Bandung tampaknya hanya menunggu langkah apa yang akan
diambil Walikota Husen yang menurut oman telah mengetahui duduk
soalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo