Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Penguasa Terminal, TPR atau Rp 10

Pendapatan dinas pendapatan daerah (dipenda) bandung dari sektor retribusi di terminal kendaraan umum, menurun. Hal ini karena pengawasan penyerahan TPR (Tanda Pembayaran Retribusi) dilakukan DLLAJR.(kt)

8 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DINAS Pendapatan Daerah (Dipenda) Kotamadya Bandung merasa dirugikan oleh Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan bertanggal 1 September 1977. Yaitu yang menyangkut Tanda Pembayaran Retribusi (TPR) di terminal-terminal kendaraan umum dalam kota itu. Menurut drs. Oman, Kepala Dipenda Kotamadya Bandung, hal itu dapat dibuktikan dengan merosotnya pendapatan instansinya dari terminal-terminal kenderaan umum yang ada semenjak keputusan bersama itu ada. Dalam fasal 7 keputusan bersama itu ditetapkan bahwa "mobil bis umum yang masuk ke terminal wajib menyerahkan TPR kepada petugas DLLAJR. "Sedangkan dalam fasal 4 disebutkan "pelaksanaan pungutan retribusi terminal dilakukan oleh Dinas Pedapatan Daerah dan selanjutnya menyerahkannya kepada kas daerah." TPR itu berujud kupon bernilai Rp 25 tiap lembar yang harus dibeli oleh tiap pemilik kenderaan umum kepada Dipenda. Setiap kali sebuah mobil umum hendak memasuki terminal, si pengemudi diharuskan menyerahkan selembar TPR kepada pentugas DLLAJR yang menjaga terminal. Meskipun jumlah petugas Dipenda di terminal-terminal selalu lebih banyak dibanding jumlah petugas DLLAJR, tapi ternyata dalam praktek pihak terakhir ini lebih banyak bertindak dalam hal pengawasan TPR maupun keluar masuknya kenderaan. Rp 10 Kemerosotan pemasukan uang ke kas kotamadya terjadi karena di larangan para pemilik kenderaan tak diharuskan selalu menyerahkan kupon TPR. Beberapa orang pengemudi kenderaan umum di terminal Cicaheum mengungkapkan kepada TEMPO, "kami hanya dianjurkan sehari mengeluarkan 4 lembar TPR saja oleh petugas terminal. Selebihnya, begitu dituturkan para pengemudi tak lagi dimintai kupon TPR tetapi dalam bentuk uang Rp 10. Sebuah kenderaan rata-rata tiap hari 10 kali masuk terminal. "Umumnya para petugas hanya memungut TPR pada pagi hari saja," sambung seorang supir Honda Mini yang melayani jurusan Bandung-Ujungberung. Dengan bangga ia menyebut hal itu sebagai keuntungan yang lumayan sebab hanya membayar kurang separo dari semestinya. Tapi ia tak menyebut ke mana uang Rp 10 yang dipungut dari tiap mobil itu. Kepala Dipenda Kotamadya Bandung tak membantah penuturan para pengemudi kenderaan umum itu. "Ya, karena secara taktis organisatoris terminal berada di bawah pihak DLLAJR, kami tak dapat bertindak apa-apa," kata Oman. Tapi tak lupa ditambahkannya, justru dari sanalah pangkal mula terus menipisnya pendapatan kas kota dari sektor retribusi. Menurut Oman, pengalaman pahit serupa itu pernah terjadi di Kotamadya Cirebon. "Tapi Cirebon cepat-cepat mengambil tindakan," tambah Oman, "sejak April yang lalu terminalnya berada di bawah wewenang Dipenda." Bagi Kota Bandung tampaknya hanya menunggu langkah apa yang akan diambil Walikota Husen yang menurut oman telah mengetahui duduk soalnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus