Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Salah Momentum Penyusutan Anggaran Perlindungan Sosial

Pemerintah berencana mengurangi anggaran perlindungan sosial dalam RAPBN 2022, sekaligus menyatakan siap menambah anggaran jika diperlukan. Fleksibilitas ini dikritik oleh Fitra karena menggambarkan lemahnya perencanaan anggaran dan membuka ruang-ruang penyimpangan.

18 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah menurunkan anggaran perlindungan sosial pada 2022.

  • Penurunan anggaran dinilai belum tepat karena ketidakpastian pandemi masih tinggi.

  • Fleksibilitas anggaran membuka celah penyimpangan.

JAKARTA - Pemerintah mengurangi anggaran perlindungan sosial tahun depan dibanding anggaran tahun ini. Pada Nota Keuangan 2022, anggaran perlindungan sosial dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022, termasuk yang dikucurkan melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), direncanakan sebesar Rp 427,5 triliun. Angka ini turun dibanding anggaran 2021 yang sebesar Rp 487,8 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Drajad Wibowo, menilai penurunan anggaran tersebut belum tepat waktu. "Hingga saat ini belum ada data dan prediksi yang kredibel soal ketercapaian imunitas kawanan atau herd immunity pada tahun depan," kata dia, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, ia mengimbuhkan, cakupan vaksinasi penuh di Indonesia per kemarin masih sekitar 10,4 persen atau 28 juta orang. Angka tersebut masih berada di bawah rata-rata dunia yang mencapai 23,6 persen. Di sisi lain, vaksin Sinovac yang paling banyak dipakai di Indonesia juga masih diragukan efektivitasnya. "Sementara obat preventif dan kuratif masih perlu riset panjang," ucap Drajad.

Di sisi lain, kata dia, saat ini pemerintah belum memiliki data tentang porsi dan level antibodi Covid-19 di masyarakat. Padahal data tersebut sangat krusial bagi pemulihan pergerakan orang dan ekonomi. Pasalnya, kalau pemerintah tidak tahu data tersebut, risiko eskalasi kasus baru ketika memulihkan pergerakan orang akan sangat tinggi.

Seandainya ketiga kondisi di atas terpenuhi pada 2022, Drajad  menuturkan, pelaku ekonomi selalu memerlukan waktu untuk pulih dari guncangan ekonomi. Semua faktor itu membuat Drajad yakin bahwa penurunan anggaran perlindungan sosial  pada 2022 belum tepat waktu. "Jangan lupa, sebanyak 62 persen program perlindungan sosial sudah ada sebelum pandemi. Program yang murni sebagai respons terhadap pandemi adalah Rp 119-190 triliun," tutur Drajad.

Ilustrasi Kartu Pra Kerja, 8 Juli 2020. Tempo/Nurdiansah

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, berujar pemerintah juga perlu memperhatikan reformasi sistem perlindungan sosial. Misalnya, kata dia, perlu ada pengintegrasian semua skema bantuan sosial, perbaikan pengawasan implementasi, serta upaya memaksimalkan keterlibatan masyarakat dalam semua proses. "Selain itu, perlu ada penegakan hukum ketika terjadi penyimpangan anggaran bansos dan memperbaiki persoalan klasik, yaitu data.”

Misbah menilai, anggaran PEN 2022 yang lebih rendah merupakan angka politis yang sewaktu-waktu bisa dinaikkan. Ia mengaku berkaca pada alokasi anggaran PEN 2021 yang semula hanya Rp 403,9 triliun, kemudian naik menjadi Rp 744,7 triliun. Menurut Misbah, perubahan anggaran tersebut menandakan bahwa perencanaan anggaran pemerintah sangat lemah dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

"Seakan pemerintah tidak punya desain besar penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang jelas, cenderung reaktif. Di sinilah ruang-ruang penyimpangan anggaran menjadi sangat besar," tutur Misbah.

Peneliti dari Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Manilet, menyebutkan, meskipun penurunannya tidak signifikan, pemerintah tetap perlu memastikan bahwa fiskal pada tahun depan harus fleksibel, khususnya untuk perlindungan sosial. Dia berpendapat perlu ada ambang batas, seperti tingkat pengangguran atau jumlah penduduk miskin, rentan, dan hampir miskin, untuk mengambil kebijakan.

"Apabila ambang batas tidak tercapai pada waktu tertentu, pemerintah bisa menambah kembali anggaran perlindungan sosial setidaknya sama dengan nominal tahun ini," ucap Yusuf.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah menyiapkan anggaran untuk perlindungan sosial khusus melalui program PEN sebesar Rp 153 triliun pada 2022. Angka itu lebih rendah dari anggaran 2021 yang sebesar Rp 184,5 triliun. Anggaran tersebut terdiri atas bantuan Program Keluarga Harapan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat, kartu sembako untuk 18,8 juta keluarga sebesar Rp 45 triliun, dan dukungan program jaminan kehilangan pekerjaan senilai Rp 5,6 triliun.

"Bantuan langsung tunai dana desa mencapai Rp 27,2 triliun dan cadangan perluasan Rp 36,6 triliun," kata Airlangga. Lalu, anggaran bantuan sosial tunai sebesar Rp 12,02 triliun, kartu sembako Rp 7,1 triliun, bantuan kuota Internet Rp 8,1 triliun, dan cadangan perlindungan masyarakat Rp 9 triliun.

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus