Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Sejumlah pelaku usaha mulai mengencangkan ikat pinggang seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang telah menembus level 14.503 per dolar Amerika Serikat, kemarin. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Rosan P. Roeslani, mengungkapkan bahwa salah satu hal yang akan dioptimalkan adalah upaya efisiensi. "Kami tahu, dengan pelemahan ini, cost of fund kami akan naik, sehingga kami akan terus mencoba lebih efisien," ujarnya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rosan mengatakan efisiensi yang dilakukan secara tak langsung berdampak pada tekanan terhadap margin keuntungan yang diperoleh. "Pilihannya dua: membebankan kepada konsumen atau kami tekan margin," kata dia. Rosan melanjutkan, hal lain yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan Bank Indonesia menaikkan kembali bunga acuan yang saat ini berada di level 5,25 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berharap pemerintah dan bank sentral dapat segera mengendalikan kurs rupiah agar tak melemah lebih dalam lagi. "Kami secara keseluruhan tentunya mengharapkan kestabilan, sehingga kami tak kesulitan membuat perencanaan," ujarnya. Para pengusaha, kata Rosan, sudah mengantisipasi situasi perekonomian saat ini sampai tahun depan, khususnya sektor usaha yang masih berbasis pada bahan baku impor.
Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Industry, Hidayat Triseputro, mengharapkan pentingnya stabilitas nilai rupiah dalam situasi dan kondisi seperti saat ini. "Berapa nilai rupiah yang sebenarnya atau reasonable pada posisi keseimbangan barunya, lalu stabil pada posisi tersebut, sehingga di situ pasar akan menyesuaikan," ujarnya.
Hidayat membenarkan bahwa fluktuasi kurs yang terlalu tajam akan menyulitkan pengusaha. "Kalau masih fluktuatif, sangat sulit bagi kami untuk belanja bahan baku. Kalau di industri baja, 70 persen lebih harus impor," katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Desianto Budi Utomo, menuturkan, akibat pelemahan rupiah, harga pakan ternak naik sekitar 8 persen. Menurut dia, pelemahan kurs itu berdampak pada perubahan struktur biaya produksi pakan. "Jadi, tidak ada kaitannya dengan kenaikan harga telur dan ayam karena bergantung pada permintaan," kata Desianto.
Desianto menambahkan, pengusaha belum berencana menaikkan harga karena masih menyimpan stok bahan baku sampai dua bulan ke depan.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia, Yati Kurniati, mengatakan sejumlah sektor industri rentan terhadap pelemahan kurs rupiah, seperti kimia dan farmasi, tekstil, serta makanan dan minuman. "Namun, berdasarkan survei kami, mereka belum sampai mengubah harga jual, melainkan lebih menurunkan margin," ujarnya. GHOIDA RAHMAH | HENDARTYO HANGGI
Terus Melemah
Nilai tukar rupiah terus melemah sepanjang paruh pertama 2018. Berikut ini tren fluktuasi pelemahannya terhadap dolar AS berdasarkan kurs tengah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate:
Bulan | Kurs (Rp) | Januari | 13.413 | Februari | 13.707 | Maret | 13.756 | April | 13.877 | Mei | 13.951 | Juni | 14.404 | Juli | 14.413 | 1 Agustus | 14.442 | 2 Agustus | 14.446 | 3 Agustus | 14.503 |
Berikut ini sentimen penyebab pelemahan rupiah faktor internal dan eksternal.
-Impor bahan baku industri
-Kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate) yang diperkirakan sebanyak empat kali tahun ini
-Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS (US Treasury) yang diprediksi mencapai 3 persen pada akhir tahun ini
-Tekanan situasi perang dagang antara AS dan Cina
-Pelemahan yuan Cina
GHOIDA RAHMAH | SUMBER: BANK INDONESIA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo