Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAPORAN hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pelaksanaan program food estate menyudutkan Kementerian Pertanian. Proyek lumbung pangan di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, menjadi salah satu sorotan dalam audit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam laporannya, BPK menilai ada potensi pemborosan anggaran dan kelebihan pembayaran pada intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, dua kegiatan utama Kementerian Pertanian dalam program food estate di Kalimantan Tengah. Permasalahan ini terutama ditemukan pada pelaksanaan proyek yang dikerjasamakan dengan Komando Resor Militer 102/Panju Panjung, TNI Angkatan Darat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ditemui Agoeng Wijaya dan Ima Dini Safhira dari Tempo, Senin, 11 Juli 2022, Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Ditjen pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Erwin Noorwibowo, menjelaskan duduk persoalan tersebut. Sepanjang wawancara, Erwin didampingi Sekretaris Direktorat Jenderal PSP, Hermanto; Direktur Pupuk dan Pestisida, Muhammad Hatta; serta Inspektur II Raswad. Di Kementerian Pertanian, proyek food estate di Kalimantan Tengah ini menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal PSP.
Mengapa pekerjaan proyek food estate melibatkan tentara?
Kami menganggap TNI secara teknis mampu melaksanakan konstruksi food estate. Kan mereka ada Direktorat Zeni Angkatan Darat, bagian konstruksi. Badan ini antara lain berhubungan dengan hal teknis.
Apa peran mereka?
TNI melaksanakan kegiatan olah tanah siap tanam. Jadi, dari proses land clearing, levelling, sampai irigasi. Kemudian diakhiri dengan penyiapan lahan siap tanam. Kalau sudah siap, tinggal petani yang menanam. Kami juga mengevaluasi, dari target lahan siap tanam, ternyata ada yang belum selesai. Kami minta komitmen mereka untuk menyelesaikan pekerjaan ini, apalagi sekarang musim kemarau. Harapannya bisa ngebut mengerjakan food estate sesuai dengan tahapan pelaksanaan sampai tanah siap tanam.
Tapi BPK menemukan banyak masalah pertanggungjawaban biaya pekerjaan pada kegiatan tersebut. Korem 102/Panju Panjung juga tak memenuhi permohonan penjelasan dan dokumen dari BPK…
Mengenai temuan BPK, sebagai contoh, pada saat pinjam alat, ada prosedurnya, apakah melalui lelang atau penunjukan langsung. Kami memerlukan pihak TNI maupun pelaksana lain dari luar. Itu harus ada surat perintah kerja dan dokumen lainnya. Nah, bukti-bukti kelengkapan itulah yang terkadang mereka lalai menyiapkannya. Sudah kami sampaikan agar tertib administrasi. Hasil rekap sudah dikumpulkan dan kami serahkan ke BPK. Temuan BPK sudah kami tindaklanjuti secara bertahap. Tetap di-review oleh teman-teman dari Inspektorat Jenderal. Mana (bukti) yang bisa diterima, ya diterima. Kalau enggak, ya enggak.
Ada potensi pemborosan senilai Rp 129,2 miliar yang disebabkan oleh kegiatan ekstensifikasi bersama TNI di Blok B, C, dan D eks pengembangan lahan gambut (PLG). Sedangkan fokus pekerjaan pada 2021 semestinya hanya di Blok A. Bagaimana Anda menjelaskan masalah ini?
Angka itu potensi. Jadi, ketika kami membuka lahan, apabila lahan ini sampai tidak tertanam, kerugian negara potensinya segitu.
Jadi, mengapa kegiatan justru di blok yang bukan menjadi fokus pekerjaan food estate?
Memang benar bahwa pekerjaan ini disebarkan merata. Kenapa? Sedikit sejarahnya, bahwa ini ada pelaksanaan kegiatan di Blok A, B, C, dan D. Ini sudah disepakati dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka juga akan melaksanakan pekerjaan di seluruh wilayah blok pada Januari 2021. Kami mengikuti itu. Kami buat survei, investigasi, dan desain (SID). Karena kegiatan kami harus segera dimulai, khususnya intensifikasi, tidak bisa menunggu. Bergeraklah kami mengolah tanah di lokasi tersebut. Lokasi ekstensifikasi yang sudah ada SID juga bergerak.
Tiba-tiba ada perubahan fokus kegiatan pada Mei 2021. Hanya di Blok A. Kami diminta berfokus di situ. Karena itu, PUPR juga menarik pekerjaannya, membatalkan di proyek, selain Blok A. Ini menjadi kendala karena kami telanjur bergerak. Tapi kami sudah berkoordinasi dengan PUPR, bahwa PUPR akan segera mengerjakan di luar Blok A. Mungkin tahun ini. Mudah-mudahan lokasi-lokasi yang sebelumnya tidak bisa terolah menjadi bisa terolah.
Banyak sawah hasil ekstensifikasi tak bisa segera ditanami. Apa kendalanya?
Kemarin ada permasalahan besar di lapangan. Curah hujan tinggi, infrastruktur belum lengkap. TNI sudah selesai clearing dan levelling lahannya, tapi belum bisa olah tanah karena lahan masih terendam air.
Banyak juga masyarakat yang bingung dengan lokasi lahan mereka setelah dibuka menjadi sawah baru. Sebagian masyarakat punya kebiasaan berladang, bukan menanam padi. Bagaimana memastikan semua ini tak menjadi masalah di kemudian hari?
Salah satu target kami adalah petani menerima lahannya masing-masing. Karena pada awal pengerjaan ada pengukuran yang nantinya dibuat oleh pelaksana. Mereka akan berkoordinasi dengan petani untuk membagikan lahan mereka semula sesuai dengan hasil pengukuran tadi. Saat ini masih on progress.
Dalam ekstensifikasi, ada kegiatan survei, investigasi, dan desain. Soal mereka yang masih belum terlalu familier, akan ada penyuluh. Kami melihat lokasi itu rata-rata pasti dekat dengan sawah existing untuk percontohan mereka.
Di Desa Pilang, Pulang Pisau, pupuk menumpuk berbulan-bulan. Benih juga sudah kedaluwarsa. Sedangkan lahan yang dibuka belum selesai. Mengapa begitu? Apakah kualitas pupuknya tidak turun?
Itu menjadi salah satu kendalanya. Kenapa belum dipakai? Ya, karena masyarakat menunggu air genangan di lahan itu turun. Dolomit itu akan segera digunakan ketika petani mengolah tanah. Kami imbau supaya pupuk dijaga, minimal diberi terpal. Soal kualitas pupuknya, nanti kami kaji lagi dari segi teknis bagaimana. Sepertinya masih bisa dipakai.
IMA DINI SAFHIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo