Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA -- Dadang Indarto, 40 tahun, bergegas menuju pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, berselang tiga menit setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya berakhir di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu malam lalu. Saat berada di depan pintu 13, Dadang tak bisa keluar karena pintu itu terkunci.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya balik ke tribun. Tiba-tiba terdengar tembakan gas air mata," kata Dadang, Senin, 3 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lontaran gas air mata yang didengar Dadang tepat mengenai tribun tempat ia berdiri. “Saya tengkurap, menutupi wajah dengan kaus. Baru pertama kali saya rasakan gas air mata yang menyengat seperti ini,” kata warga Kelurahan Tembalangan, Kota Malang, ini.
Dalam posisi tengkurap, Dadang mendengar jeritan penonton bersahutan dengan suara meminta tolong. Tapi ia tak bisa berbuat banyak karena mulai merasakan sesak napas dan kulit terasa perih. Dia lantas melompati pagar tribun, lalu berlari menuju pintu 14 yang terbuka. Di sini Dadang menemukan banyak penonton bergeletakan.
Temannya, Dona, tergeletak di lantai. “Kepala bocor. Dia meninggal. Saya gendong ke tempat yang aman,” kata Dadang.
Ia mencoba mencari bantuan, tapi tak ada satu pun aparat yang menolongnya. Lalu Dadang berusaha memboyong sejumlah penonton yang tak sadarkan diri ke sebuah ruangan di dekat tribun VIP. Tapi di dekat ruangan itu sudah berjejer puluhan jasad suporter.
Nahasnya lagi, di tengah upaya menolong sejumlah korban itu, ia mendapat telepon dari kakaknya yang mengabarkan bahwa keponakannya --yang ikut menonton pertandingan itu—meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Laga derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam itu berlangsung aman. Tapi, seusai pertandingan dengan kekalahan tuan rumah itu, penonton merangsek ke lapangan dengan cara melompati pagar pembatas antara tribun penonton dan lapangan.
Warga berdiri di depan pintu masuk yang rusak seusai pertandingan Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 3 Oktober 2022. REUTERS/Willy Kurniawan
Dito Suryo Prasetyo, 34 tahun, anggota Aremania--sebutan pendukung Arema FC— mengatakan kerusuhan berawal ketika dua orang suporter masuk ke lapangan, 15 menit setelah pertandingan. Kedua suporter itu terlihat berdiskusi dan memberi semangat kepada para pemain Arema. Namun, kata dia, petugas keamanan mengejar keduanya. Hal itu memancing suporter lain ikut masuk ke lapangan.
"Sebenarnya tidak ada apa-apa kalau aparat tidak mengejar. Buktinya, pas Persebaya masuk ruang ganti, tidak ada masalah," kata Dito.
Ketika makin banyak suporter yang turun ke lapangan, dari tribun VIP, Dito melihat terjadi pemukulan oleh anggota TNI dan Polri terhadap penonton. Aparat juga berusaha menggiring suporter kembali ke tribun dengan menembakkan gas air mata. "Saya sempat turun dari tribun untuk menolong suporter yang dipukuli. Habis itu, saya diteriaki untuk kembali ke tribun pas gas air mata meletus di dekat saya," katanya.
Dito menyaksikan suporter mulai berlarian akibat tembakan gas air mata ke arah tribun. Mereka menuju pintu-pintu keluar stadion. Nahasnya, saat itu tidak semua pintu terbuka. Walhasil, terjadi kerumunan massa di akses keluar stadion yang disesaki sekitar 42 ribu penonton itu.
Eko Arianto, 29 tahun, menyaksikan pintu keluar stadion tertutup seusai pertandingan. Saat itu, ia tengah berada di luar stadion bersama seorang kawannya. Sejumlah aparat juga sedang menyeruput kopi di selasar gelanggang.
Ia lantas mendengar bunyi tembakan gas air mata, lalu disusul jeritan dan suara orang menggedor di pintu 10 yang tertutup. “Terdengar banyak yang menggedor dan menjerit,” kata Eko.
Ia mengatakan penonton menjebol pintu besi tersebut, lalu berhamburan keluar. Sejumlah orang terlihat lemas. Ada juga yang pingsan sesaat setelah keluar dari stadion.
Di tengah upaya menolong korban, Eko teringat adik dan saudaranya tengah menonton di sekitar pintu 13 dan 14. Ia pun bergegas ke sana. Dia melihat pintu 13 tertutup rapat. “Hanya pintu 14 yang dibuka,” katanya.
Di pintu 13, kata dia, terdengar suara jeritan meminta tolong. Ia berusaha membuka pintu besi itu, tapi gagal. Akhirnya ia masuk melalui pintu utama, lalu menuju pintu 13. Sesampai di sana, Eko kaget mendapati ratusan orang tergeletak. Korban sebagian besar anak-anak dan perempuan. “Pintu 13 semacam kuburan massal. Aku enggak kuat,” kata Eko. Ceritanya terhenti karena dia menangis.
Sesuai dengan catatan kepolisian, korban meninggal dalam tragedi ini mencapai 125 orang. Sumber lain menyebutkan 130 orang meninggal. Selain itu, 21 orang terluka berat dan 304 lainnya luka ringan.
Informasi yang dihimpun Tempo di lapangan, korban meninggal terbanyak berada di antara pintu 10, 11, 12, dan 13. Lokasi tersebut masih dipasangi garis polisi hingga kemarin sore.
Manajemen klub Arema FC enggan berkomentar ihwal tertutupnya sejumlah pintu keluar stadion tersebut. Presiden Arema FC, Gilang Widya Pramana, mengatakan kejadian ini masih dalam proses investigasi. “Kami sangat terbuka untuk diinvestigasi,” kata Gilang dalam konferensi pers di Malang, kemarin.
Media Officer Arema FC, Sudarmaji, menambahkan, pihaknya tak mau berspekulasi sebelum hasil investigasi keluar. “Tunggu saja, apakah benar-benar pintu ditutup atau dibuka,” katanya.
Tim Inafis Susur Stadion
Sekitar 20 anggota tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) dan tim Laboratorium Forensik Polri menelusuri sejumlah ruangan di Stadion Kanjuruhan, kemarin. Mereka mengumpulkan bukti untuk mengungkap penyebab kematian para suporter. Seusai pemeriksaan, tim Inafis dan Laboratorium Forensik itu tak bersedia menjelaskan temuan mereka.
Senin siang kemarin, Tempo memasuki area dalam stadion dan menyusuri tribun, lapangan, maupun ruang ganti pemain. Tempo tidak menemukan ada selongsong gas air mata bekas tembakan polisi di stadion.
Tempo sempat melihat polisi membersihkan stadion setelah kedatangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Ahad malam lalu. Pembersihan lokasi kejadian itu bersamaan dengan evakuasi beberapa mobil polisi di stadion yang sempat dirusak penonton.
Tempo mendapat informasi bahwa pembersihan disinyalir terkait dengan penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa. Sempat beredar informasi soal adanya temuan selongsong gas air mata bertuliskan masa habis pakai pada 2019.
Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, belum menjawab konfirmasi Tempo soal ini. Saat konferensi pers di Malang, Dedi mengatakan kepolisian masih menginvestigasi penggunaan gas air mata di stadion. "Ini bagian dari materi yang didalami. Eskalasi di lapangan dengan SOP. Eskalasi kontingensi emergency sifatnya bagaimana, contingency plan dan emergency plan bagaimana. Hal tersebut bakal diaudit," kata dia, kemarin.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, memberikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers di Sekretariat Arema FC, Malang, Jawa Timur, 3 Oktober 2022. ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M. Choirul Anam, mengatakan mereka akan menelusuri dugaan gas air mata kedaluwarsa. "Semua zat yang terbuat pasti memiliki logika kedaluwarsa. Itu concern kami yang menjadi satu kunci. Akan kami tanyakan kepada teman-teman medis, apakah memang sekian korban sesak napas karena dipengaruhi gas air mata atau faktor lain," kata Anam.
Ia mengatakan Komnas HAM juga akan membedah anatomi Stadion Kanjuruhan untuk menelisik dugaan pintu tertutup saat kerusuhan. "Anatomi ini menentukan juga, ketika kejadian, pintu daruratnya seperti apa? Berapa pintu yang terbuka, gas air matanya bagaimana, dan konsentrasi hiruk-pikuk di titik yang mana?" ujarnya.
Membentuk Tim Pencari Fakta
Pemerintah telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut tragedi Kanjuruhan. Tim itu beranggotakan 13 orang. Tim ini dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, serta mantan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Nur Rochmad sebagai wakil ketua tim.
Anggota tim terdiri atas pengajar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali; Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sumaryanto; Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali; jurnalis olahraga harian Kompas, Anton Sanjoyo; mantan pengurus PSSI, Nugroho Setiawan; mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Doni Monardo; Wakil Ketua Umum 1 Komite Olahraga Nasional Indonesia Suwarno; mantan Wakil Kapolda Kalimantan Barat, Irjen Pol (Purn) Sri Handayani; Direktur Kemitraan Laode M. Syarif; serta mantan penyerang tim nasional, Kurniawan Dwi Yulianto.
Mahfud mengatakan tim ini bertugas mengusut tragedi Kanjuruhan dalam kurun waktu hingga satu bulan. "Hasil investigasi dan rekomendasinya akan disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk penilaian kebijakan keolahragaan nasional, khususnya sepak bola secara menyeluruh," kata Mahfud.
Ia mengatakan, tim ada kemungkinan akan mengusut pelaku tindak pidana, selain yang telah ditangani kepolisian. Sembari tim bekerja, Mahfud meminta Polri segera mengungkap tersangka yang jadi penyebab tragedi tersebut. "Polri juga diminta mengevaluasi penyelenggaraan keamanan di daerah setempat," ujarnya.
Panglima TNI Andika Perkasa diminta mengambil tindakan cepat terhadap anggota TNI yang melakukan kekerasan dalam menangani kerusuhan. Adapun Andika meminta publik memberikan video ihwal tindak kekerasan anggota TNI dalam tragedi Kanjuruhan tersebut untuk memudahkan investigasi lembaganya.
DEWI NURITA | IRSYAN HASYIM | EKO WIDIANTO (MALANG) | ABDI PURNOMO (MALANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo