Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Merebut Kembali Lahan Perkebunan

PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII sudah melayangkan somasi kepada 250 orang yang diduga menduduki lahan milik perusahaan.

3 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PTPN VIII sudah melayangkan somasi kepada 250 orang yang diduga telah menduduki lahan milik perusahaan.

  • Muhammad Rizieq Syihab dan Gabriele Luigi Antoneli sudah dilaporkan ke polisi atas dugaan penyerobotan lahan.

  • Kuasa hukum Rizieq Syihab mengklaim kliennya telah membeli lahan di Megamendung itu secara legal.

BOGOR – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII berupaya mengambil kembali lahan milik perusahaan di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor, yang saat ini dikuasai oleh pihak lain. PTPN VIII sudah melayangkan somasi kepada 250 orang yang diduga telah menduduki lahan milik perusahaan. Dari jumlah itu, dua di antaranya telah dilaporkan ke polisi. "Karena somasi kami tidak diindahkan oleh mereka, maka kami laporkan mereka kepada pihak berwenang," kata kuasa hukum PTPN VIII, Ikbar Firdaus, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua orang yang dilaporkan itu adalah Muhammad Rizieq Syihab dan Gabriele Luigi Antoneli. PTPN melaporkan mereka ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI pada 22 Januari lalu dan laporan itu teregister dengan Nomor LP/B/0041/I/2021/Bareskrim. "Kemungkinan minggu depan sudah gelar perkara di Bareskrim Polri," kata Ikbar.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rizieq dan Gabriele sama-sama diduga telah melanggar Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Tindak Pidana Kejahatan Perkebunan, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Kejahatan Penataan Ruang, Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Pekarangan tanpa Izin, Pasal 385 KUHP tentang Penyerobotan Tanah, dan Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

Ikbar mengatakan 250 orang yang diduga menyerobot lahan itu memang tidak dilaporkan sekaligus. “Jumlah penyidik di kepolisian kan terbatas,” katanya. Selain melaporkan Rizieq dan Gabriele, kata Ikbar, PTPN telah melaporkan 27 orang ke Kepolisian Daerah Jawa Barat. Sedangkan sisanya akan dilaporkan pada tahap berikutnya. "Kemungkinan bisa lima tahap pelaporan."

Menurut Ikbar, penguasaan lahan oleh pihak-pihak lain ini telah mengubah fungsi lahan di kawasan Puncak, termasuk di Megamendung. Karena itu, tidak mengherankan jika musibah banjir dan tanah longsor bisa datang sewaktu-waktu, seperti yang terjadi pada 19 Januari lalu. Saat itu, banjir bandang tiba-tiba muncul setelah hujan deras mengguyur kawasan Gunung Mas selama enam jam. "Dengan adanya bencana kemarin, kami berupaya ambil kembali lahan milik kami," kata Ikbar.

Pemakaman tentara Jerman yang masuk dalam HGU PTPN VIII di Sukaresmi, Megamendung, Bogor, 2 Februari 2021. TEMPO/M.A Murtadho

Bersamaan dengan upaya hukum itu PTPN juga berencana menggandeng kejaksaan untuk mengurai sengkarut permasalahan lahan di kawasan Puncak. "Kami sudah ada rencana berkoordinasi dengan kejaksaan, tapi sekarang menunggu hasil gelar perkara di Bareskrim," kata Ikbar.

Kepala Seksi Intel Kejari Cibinong Juanda mengatakan siap membantu PTPN menyelesaikan permasalahan lahan yang diduduki pihak ketiga itu. "Secara garis besar kami siap bantu karena kami lembaga hukum negara, dan PTPN juga kan perusahaan negara," kata Juanda. Bahkan saat ini Kejaksaan sudah mengumpulkan data permasalahan lahan di kawasan Puncak. "Kami jaga-jaga dengan mengumpulkan data dan informasi. Bisa saja kan ke depan Kejati (Kejaksaan Tinggi) Bandung atau Kejagung (Kejaksaan Agung) memberikan perintah."  

Ichwan Tuankotta, kuasa hukum Muhammad Rizieq Syihab, mengatakan sudah mengetahui kliennya dilaporkan ke polisi oleh PTPN VII terkait dengan lahan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, Kecamatan Megamendung. Namun Ichwan menilai laporan itu tidak tepat. Sebab, Rizieq membeli lahan itu secara legal dari para penggarap. "Bahkan (saat pondok pesantren dibangun) bupati dan gubernur juga turut mendukung,” katanya. “Kami direkomendasikan menjalin kerja sama dengan PTPN, tapi kok sekarang begini, ya?"

SUSENO | M.A. MURTADHO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus