Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anggaran program PEN 2022 turun menjadi Rp 321,2 triliun.
Konsumsi masyarakat selama ini ditopang oleh dana perlindungan sosial.
Ekonom mengkritik serapan anggaran kesehatan yang rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Eko Listyanto, mengatakan pengurangan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun depan berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi pada 2022 yang ditargetkan sebesar 5-5,5 persen. Apalagi program PEN selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena selama ini belanja pemerintah, khususnya dari program PEN, yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi," ujarnya, kemarin.
Ia mengatakan risiko itu bakal semakin bertambah lantaran pemulihan ekonomi juga masih akan banyak bergantung pada konsumsi masyarakat yang selama ini ditopang oleh bantuan perlindungan sosial dan kecepatan pengendalian pandemi Covid-19 melalui program PEN.
Eko menilai penyusutan anggaran program PEN merupakan sinyal penghematan dan penyempitan ruang fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. “Pilihan pemerintah menjadi sulit karena anggaran yang terbatas, sehingga harus ada yang dikorbankan,” katanya. Meski begitu, dia mengimbuhkan, anggaran program PEN yang disusun pemerintah masih terlalu optimistis, sehingga dikhawatirkan justru menjadi tidak realistis.
Kemarin, pemerintah menetapkan anggaran untuk program PEN dalam RAPBN 2022 sebesar Rp 321,2 triliun. Angka ini lebih rendah dibanding anggaran PEN tahun ini yang mencapai Rp 744,45 triliun. Dana program PEN ini mencakup bidang kesehatan, perlindungan masyarakat, kredit usaha rakyat, penjaminan kredit, teknologi informasi, dan ketahanan pangan.
Rinciannya, alokasi dana program PEN untuk pos anggaran kesehatan pada 2022 turun menjadi Rp 148,1 triliun dari sebelumnya Rp 214,95 triliun pada 2021. Berikutnya, pos anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 153,7 triliun, turun dari pagu tahun ini sebesar Rp 186,64 triliun. Anggaran kesehatan akan difokuskan pada vaksinasi serta pengetesan, pelacakan, dan perawatan. Adapun perlindungan sosial meliputi Program Keluarga Harapan, kartu sembako, bantuan langsung tunai desa, dan Kartu Prakerja.
Petugas mendistribusikan bantuan sosial non-tunai berupa beras di permukiman warga di Johar Baru, Jakarta, 29 Juli 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat.
Perbedaan alokasi anggaran lainnya terjadi pada kebijakan diskon tarif listrik untuk golongan 450-900 VA yang tahun ini mendapat alokasi Rp 11,7 triliun, tapi pada 2022 tidak dianggarkan. Selanjutnya, anggaran program Kartu Prakerja tahun depan hanya Rp 11 triliun, turun dari tahun ini sebesar Rp 20 triliun. Terakhir, alokasi anggaran insentif untuk tenaga kesehatan dipangkas dari Rp 18,4 triliun pada 2021 menjadi Rp 12,5 triliun pada 2022.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, berpendapat, pemerintah harus menyiapkan anggaran tambahan jika dana yang disiapkan jebol akibat gelombang kasus Covid-19 terus berlanjut. “Tambahan anggaran, khususnya untuk pos kesehatan dan perlindungan sosial, sebagai antisipasi skenario pembatasan sosial ketat,” katanya.
Ia mengatakan tambahan ruang fiskal dapat diperoleh dengan mengkaji pos anggaran yang tidak terkait dengan prioritas penanggulangan pandemi sedini mungkin. “Misalnya, anggaran infrastruktur dan biaya pegawai.”
Ihwal efektivitas anggaran belanja program PEN 2022 yang jumlahnya menyusut, Bhima menilai perlu ada perbaikan penyerapan, khususnya pada pos anggaran kesehatan. Ia mengacu pada realisasi anggaran kesehatan semester I 2021 yang baru sebesar Rp 65,5 triliun atau setara dengan 30,47 persen dari pagu Rp 214,95 triliun.
“Hal ini jangan sampai terulang. Harus ada pembenahan serius dalam birokrasi pemerintah daerah, data rumah sakit, kualitas sumber daya manusia, serta sistem pencatatan dan verifikasi,” ujarnya.
Dana Pemulihan Ekonomi Nasional 2022
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski anggaran yang dialokasikan menyusut, pemerintah akan tetap responsif menambah anggaran jika memang dibutuhkan berdasarkan perkembangan penanggulangan pandemi. “Ini yang kami sebut responsif dan fleksibel. Apabila angka kasus Covid-19 melonjak, kami bisa melakukan refocusing dan realokasi anggaran kementerian/lembaga,” ucapnya.
Sri Mulyani menyatakan sebagian anggaran kementerian/lembaga juga ada yang secara spesifik ditujukan untuk kebutuhan program PEN. Dia meminta kementerian/lembaga menggunakan anggaran yang tersedia sesuai dengan program prioritas dan rencana kerja pemerintah pada 2022, dengan tetap berfokus pada reformasi birokrasi dan pelayanan publik. Harapannya, penggunaan anggaran dapat semakin efektif dan efisien.
"Jika ekonomi baik dan pandemi bisa terkendali, kita akan terus bisa melakukan program-program yang direncanakan dan tidak perlu refocusing atau realokasi," katanya.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Rachmat Gobel menyebutkan Dewan memahami keputusan pengereman belanja negara pada 2022. Sebab, kebijakan fiskal tahun depan harus diarahkan untuk konsolidasi fiskal menuju titik balik kebijakan defisit anggaran maksimal 3 persen terhadap produk domestik bruto pada 2023.
“Terlihat hati-hati jika dilihat dari struktur APBN 2022 yang daya dukungnya terhadap pertumbuhan ekonomi mungkin tak sekuat APBN 2021,” ujarnya.
Menurut Gobel, untuk mencapai sasaran kebijakan yang diinginkan, pemerintah harus mengoptimalkan kebijakan nonfiskal. “Kreativitas dan kemampuan kementerian/lembaga melahirkan kebijakan untuk mendorong pergerakan ekonomi menjadi sangat penting.”
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU tentang APBN tahun anggaran 2022 dalam sidang pembukaan masa persidangan I 2021-2022 di gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, 16 Agustus 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis.
Penurunan belanja itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Undang-Undang APBN tahun anggaran 2022 beserta nota keuangan dalam rapat paripurna DPR pada Senin lalu. Belanja negara pada 2022 direncanakan sebesar Rp 2.708,7 triliun atau 1,5 persen lebih rendah dibanding anggaran pada 2021.
Belanja itu meliputi alokasi untuk pemerintah pusat Rp 1.983,3 triliun atau turun 0,83 persen dibanding sebelumnya yang sebesar Rp 1.954,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 770,4 triliun atau turun 3,16 persen dibanding sebelumnya yang sebesar Rp 795,5 triliun. Adapun belanja pemerintah pusat antara lain dialokasikan sebesar Rp 255,3 triliun, perlindungan sosial Rp 427,5 triliun, pendidikan Rp 541,7 triliun, dan infrastruktur Rp 384,8 triliun.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo