Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Main Bansos Politikus Muda PDI Perjuangan

Lewat kaki-tangannya, Ihsan Yunus diduga mengutip fee sebesar Rp 12.500 per paket bantuan sosial.

8 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Lewat kaki-tangannya, Ihsan Yunus diduga mengutip fee sebesar Rp 12.500 per paket bantuan sosial.

  • Ihsan disebut-sebut mendapat kuota bantuan sosial sebanyak 4,5 juta paket senilai Rp 1,25 triliun.

  • Sejumlah penerimaan fee Ihsan Yunus lewat kaki-tangannya terungkap dari rekonstruksi perkara korupsi bansos Covid-19 di KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Tersangka kasus korupsi bantuan sosial Covid-19, Harry Van Sidabukke, memilih dua tempat penukaran uang yang paling sering ia gunakan untuk bertransaksi. Money changer itu berada di kawasan Pasar Blok M dan di area mal Pacific Place, Jakarta Selatan.

Sekretaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Cabang Jakarta Pusat periode 2017-2020 itu menukarkan uang rupiah yang merupakan fee dari penyedia bantuan sosial ke mata uang dolar Singapura ataupun Amerika Serikat. Setelah mengubahnya ke pecahan dolar, Harry memberikan uang itu secara tunai kepada Agustri Yogasmara, tangan kanan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ihsan Yunus.

Hasil penelusuran Tempo dari berbagai sumber menyebutkan Yogas—panggilan Agustri Yogasmara—dan Harry merupakan operator yang mengelola kuota bantuan sosial Covid-19 milik Ihsan Yunus. Ihsan disebut-sebut mendapat kuota bantuan sosial sebanyak 4,5 juta paket senilai Rp 1,25 triliun. Total bantuan sosial Covid-19 di Kementerian Sosial tahun lalu mencapai 22,8 juta paket senilai Rp 6,8 triliun.

Sebagian besar paket bantuan sosial disebut-sebut menjadi kuota Herman Hery, Ketua Komisi Hukum DPR dari PDI Perjuangan; serta Juliari Peter Batubara, Menteri Sosial saat itu sekaligus Wakil Bendahara Umum PDI Perjuangan. Sisanya, sekitar 300 ribu paket dalam satu periode distribusi, untuk berbagai pihak lain. Pejabat di Kementerian Sosial menyebutnya kuota “bina lingkungan”.

Ihsan dengan mudah memperoleh kuota bantuan sosial karena satu partai dengan Juliari Batubara. Ihsan juga menjabat Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang mengurusi bidang sosial, yang menjadi mitra Kementerian Sosial. Belakangan, Ihsan dirotasi ke Komisi II DPR bidang pemerintahan setelah namanya muncul dalam kasus korupsi bantuan sosial.

Sumber Tempo menceritakan, Harry, Yogas, dan Muhammad Rakyan Ikram—adik kandung Ihsan—menerima fee bantuan sosial dari setiap vendor, setelah mengatur perusahaan pengelola bantuan sosial kuota milik Ihsan. Setiap paket bantuan sosial dikutip fee sebesar Rp 12.500. Dengan demikian, total fee yang diduga menjadi jatah Ihsan mencapai Rp 57 miliar. Angka ini diperoleh dari hitungan fee dikalikan dengan jatah paket bantuan sosial buat Ihsan sebanyak 4.560.000 paket. “Fee yang diterima Harry selalu diberikan secara tunai kepada Yogas,” kata sumber Tempo ini.

Harry tercatat berkali-kali menyerahkan fee dari para vendor kepada Yogas. Total fee yang diserahkan Harry mencapai Rp 17,4 miliar. Tempo memperoleh catatan empat kali penyerahan dari sekitar 17 kali pemberian fee tersebut. Empat kali penyerahan fee itu senilai Rp 6,8 miliar. Harry juga menyerahkan dua unit sepeda Brompton kepada Yogas.

Pemberian pertama senilai Rp 1,5 miliar dilakukan di dalam mobil di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, tak jauh dari kantor Kementerian Sosial, pada 6 Juni lalu. Dua kali pemberian berikutnya sebesar Rp 2,475 miliar terjadi di kantor PT Mandala Hamonangan Sude, Menteng, Jakarta Pusat. PT Mandala Hamonangan Sude merupakan perusahaan penyedia bantuan sosial yang diduga terafiliasi dengan Ihsan Yunus. Satu kali pemberian lagi sebesar Rp 2,79 miliar dilakukan di Hotel Ascott, Jakarta Pusat, pada 12 Juli tahun lalu.

Sebagian dari pemberian fee itu terungkap ketika penyidik KPK merekonstruksi perkara ini, Senin pekan lalu. Dalam rekonstruksi itu, tim KPK menghadirkan Harry serta dua pejabat pembuat komitmen Kementerian Sosial, yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Ketiganya adalah tersangka kasus korupsi bantuan sosial.

Tersangka lainnya adalah Juliari Peter Batubara. Tapi, Juliari dan Yogas tidak dihadirkan dalam rekonstruksi tersebut. KPK menggunakan orang lain sebagai pemeran pengganti Juliari ataupun Yogas. Ketika rekonstruksi, tim KPK menambahkan atribusi kepada Yogas dengan tulisan “operator Ihsan Yunus”.

Sumber Tempo mengatakan fee yang diterima Harry dari para vendor tidak semuanya diserahkan kepada Ihsan lewat Yogas. Namun, kata sumber ini, Harry lebih dulu membagi dua fee tersebut. Satu bagian diberikan kepada enam orang anggota tim Harry. Keenam orang itu berinisial Rj, In, Rng, Hr, Od, dan Lu. “Sebagian fee itu dianggap sebagai keuntungan Harry,” katanya.

Harry tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo sebelum dan sesudah rekonstruksi. Yogas juga tidak membalas pertanyaan Tempo yang dikirim ke dua akun media sosialnya. Hayunaji, Sekretaris Perusahaan Bank Muamalat, tempat Yogas bekerja, mengatakan kegiatan Yogas dalam urusan bantuan sosial Covid-19 sama sekali tidak berkaitan dengan pekerjaannya di Bank Muamalat.

Di Bank Muamalat, Yogas menjabat Staf Senior Wakil Presiden Bank Muamalat Indonesia. “Keterlibatan Agustri Yogasmara dalam kasus tersebut didasarkan pada aktivitas pribadi yang bersangkutan di luar pekerjaannya dulu, saat masih bekerja di Bank Muamalat,” katanya.

Hayunaji menjelaskan, setelah kasus itu mengemuka, Yogas bukan lagi menjadi karyawan Bank Muamalat. Yogas diberhentikan setelah ia tidak masuk kantor sejak 20 Januari lalu hingga pekan lalu.

Ihsan Yunus juga belum bisa dimintai konfirmasi. Nomor teleponnya tidak aktif. Pesan yang dikirimkan melalui akun Instagram-nya juga belum mendapat respons. Ia pun tak pernah ditemukan berada di gedung parlemen sejak namanya disebut terlibat dalam kasus korupsi bantuan sosial. Sebelumnya, ia membantah terlibat dalam rasuah tersebut. “Enggak benar itu,” kata Ihsan.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan rekonstruksi tersebut masih dalam konteks kasus dugaan suap kepada Juliari Batubara.  Ia menegaskan bahwa lembaganya membuka kemungkinan untuk mengembangkan kasus rasuah ini ke pihak-pihak lain yang diduga terlibat. “Kami tentu akan kembangkan kasus ini sesuai dengan temuan alat bukti tersebut,” kata Nurul Ghufron.

RUSMAN PARAQBUEQ | M. ROSSENO AJI | DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus