Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ribut Mobil Anti-Peluru Presiden
Apa jadinya kalau Presiden Republik Indonesia mengendarai mobil dinas anti-peluru yang dinilai sudah usang? Jadinya adalah sebuah polemik nan riuh.
Alkisah, dalam rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Senin pekan lalu, terungkap bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata memakai mobil anti-peluru keluaran tahun 1998. Sejauh ini, ”Belum ada pembelian mobil baru (lagi),” kata Yusril.
Soalnya adalah, kata Yusril, ada kabar bahwa presiden sebelum SBY, Megawati Soekarnoputri, juga punya mobil anti-peluru. Namun, setelah dicek di Sekretariat Negara, mobil yang dimaksud tidak ada. Maka, untuk menepis tuduhan macam-macam, Yusril setuju dilakukan audit di lingkungan kepresidenan. ”Audit itu sedang dilakukan. Kita tunggu saja hasilnya,” kata Andi Mallarangeng, juru bicara kepresidenan.
Dari pihak mantan presiden Megawati Soekarnoputri, muncul pernyataan bahwa selama dia menjabat belum pernah membeli mobil anti-peluru. Menurut Sekjen DPP PDIP, Pramono Anung, Megawati memang punya mobil pribadi yang dilengkapi kaca anti-peluru. Tapi mobil itu hanya di-gunakan untuk keperluan keluarga dan lain-lain. ”Mobil tersebut dibeli keluarga Megawati,” kata Pramono. Sedangkan untuk urusan dinas, Megawati tetap menggunakan mobil lama warisan B.J. Habibie.
Majalah Matra Menang
GUGATAN Hercules kandas di meja hakim. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pekan lalu menolak gugatannya terhadap PT Mitra Media Matra, penerbit majalah Matra. Menurut ketua majelis hakim, Sri Mulyani, gugatan tersebut tidak lengkap karena tidak memasukkan harian Kompas dan Detik.com sebagai tergugat. Padahal, artikel Matra mengutip kedua media tersebut.
Hercules mengajukan gugatan karena merasa dirugikan oleh artikel Matra edisi 271 terbitan Agustus 2004 berjudul Raja-raja Metropolitan serta Tanah Abang Riwayatmu Kini. Hercules menuntut ganti rugi Rp 2 miliar kepada PT Mitra Media Matra (tergugat 1), Toto R. Tardjo (2), Sri S.T. Rusdy (3), Arman Soeleman (4), dan Bobby Chandra (5).
Majelis hakim menilai gugatan tersebut salah alamat. Sebab, tiga tergugat—Toto R. Tardjo, Arman Soeleman, dan Bobby Chandra—adalah penulis artikel itu. Padahal, berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers, yang bertanggung jawab atas isi pemberitaan adalah pemimpin perusahaan, bukan penulis. Pengacara Matra, Lelyana Santosa, berpendapat ini kemenangan dunia pers Indonesia. ”Kami menyiapkan hak jawab, tetapi mereka menolak,” kata Lelyana.
Penegakan Kebebasan Pers Lemah
Nasib pers Indonesia kembali dibicarakan. Kalangan jurnalis menilai ada sejumlah pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang KUHP yang mengancam kebebasan pers—sesuatu yang sebenarnya dijamin Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers.
Perbincangan tentang topik tersebut mencuat dalam Festival Kebebasan Pers dan Kebebasan Berekspresi, di Medan, Senin pekan lalu. Dalam pertemuan yang dihadiri Atmakusumah Astraatmadja dan Goenawan Mohamad tersebut, sejumlah pemimpin redaksi media massa di Sumatera Utara menyatakan kegelisahannya. ”Ada 37 pasal di KUHP yang bisa menjerat pers,” kata pemimpin redaksi harian Singgalang, Darlis Sofyan.
Selain pasal KUHP, wakil pemimpin redaksi harian Sinar Indonesia Baru, Azryn Maridha, juga mempersoalkan Undang-Undang No. 40/1999 yang belum bisa dijadikan lex specialist dalam proses peradilan. ”Untuk memperbaikinya, undang-undang tersebut harus diamendemen,” kata Azryn. Azryn pernah dipenjara karena pemberitaan, karena majelis hakim memakai KUHP dan bukan Undang-Undang No. 40/1999.
Bupati Temanggung Dituntut Mundur
Ratusan pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin pekan lalu berdemo dan mogok kerja. Mereka juga menuntut Bupati Temanggung, Totok Ary Prabowo, mundur dari jabatannya.
Demonstrasi yang melibatkan para pejabat, termasuk 12 camat yang mengundurkan diri Februari lalu, adalah akibat pemutasian terhadap 78 pejabat eselon II, III, IV yang dilakukan Totok Ary. Tindakan tersebut menurut Camat Kledung, Heri Ibnu Prabowo, meresahkan pegawai negeri. ”Bupati harus mundur,” kata dia. DPRD Temanggung mendukung tuntutan tersebut. Mereka juga mengusulkan agar Totok dinonaktifkan.
Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf belum sepakat dengan tuntutan tersebut. Menurut dia, penonaktifan Totok baru bisa dilakukan jika yang bersangkutan sudah menjadi terdakwa. Saat ini, status Totok baru tersangka dalam kasus korupsi dana Rp 15 miliar. Totok Ary Prabowo mengatakan mutasi terhadap bawahannya sudah sesuai dengan prosedur. ”Saya tidak mencopot, tapi saya memenuhi permintaan pengunduran diri mereka,” katanya.
Tujuh Tahun untuk Adiguna
ADIGUNA Sutowo bisa bernapas sedikit lega. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diketuai Lilik Mulyadi, Kamis pekan lalu mengganjarnya dengan hukuman tujuh tahun penjara—lebih ringan dari tuntutan seumur hidup yang diajukan jaksa.
Penembakan Yohanes Brachman Haerudy Natong di Fluid Bar, Hotel Hilton, 1 Januari 2005, menurut majelis hakim merupakan tindak pidana pembunuhan yang disengaja. Klop dengan dakwaan kesatu yang diajukan jaksa. Dakwaan kedua, kepemilikan senjata api dan amunisi, juga terbukti.
Tapi putra almarhum Ibnu Sutowo itu divonis dengan pelbagai pertimbangan yang meringankan. Di antaranya, pemberian maaf dari keluarga korban yang meminta terdakwa dibebaskan. Dalam hal ketokohan, Adiguna Sutowo juga dianggap sebagai tokoh publik.
Vonis Mantan Direksi BI
MAHKAMAH Agung memvonis tiga mantan Direktur Bank Indonesia masing-masing penjara satu tahun enam bulan. Vonis terhadap Hendro Budiyanto, Heru Supraptomo, dan Paul Sutopo itu diputuskan Jumat dua pekan lalu, namun berkasnya baru diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seminggu ke-mudian. ”Eksekusinya terserah jaksa,” kata Kepala Sub-Direktorat Kasasi dan PK Pidana Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
Ketiga mantan direksi itu dianggap bersalah dalam korupsi penyimpangan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurut jaksa penuntut umum, mereka menyalahi aturan main dalam penyaluran dana BLBI kepada 76 bank senilai Rp 144,5 triliun, delapan tahun lalu. Putusan kasasi ini hampir sama dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan pidana terhadap Hendro dan Heru masing-masing tiga tahun penjara, sementara Paul divonis 2 tahun enam bulan penjara, pada April 2003. Desember dua tahun lalu, majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta melepaskan ketiga terdakwa dari semua tuntutan hukum.
Pengacara para terdakwa, L.M.M. Samosir, mengaku belum mendapat salinan putusan Mahkamah Agung tersebut. ”Kalau sudah ada salinan resminya, baru saya bisa mengomentari,” katanya.
Main Hakim Gaya Tentara
Sungguh nahas nasib Burhadelis Bustaman. Gara-gara terjadi serempetan dua kapal, Pandu Bandar Utama Pelabuhan Tanjung Priok itu menjadi korban pemukulan anggota TNI Angkatan Laut. Peristiwa di Dermaga 004 Pelabuhan Tanjung Priok Jumat pekan lalu itu membuatnya harus dirawat di Rumah Sakit Port Medical Center (PMC) Tanjung Priok. ”Dada dan perut saya masih nyeri,” kata dia.
Kasus ini berawal ketika lambung kapal KM Mercury Jade menyenggol lambung KRI Pati Unus milik TNI-AL. Akibat senggolan itu, sejumlah petugas TNI-AL murka. Burhadelis bersama 16 anak buah kapal (ABK) KM Mercury diminta berbaris dan dipukuli petugas TNI-AL berpakaian sipil. Akibatnya, seorang ABK sempat pingsan.
Juru bicara PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung, Priok Hambar Wiyadi, telah melaporkan penganiayaan tersebut kepada Garnisun DKI. ”Kami ingin hal ini diselesaikan secara hukum,” kata Hambar Wiyadi. Kepala Dinas Penerangan Armada Barat, Letkol Edi Fernandi, mengatakan petugas yang memukul ABK KM Mercury sudah diperiksa. Kata Edi Fernandi, ”Jika terbukti, mereka akan dikenai sanksi.”
BPK Kecipratan Dana KPU
Korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) melebar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Tim Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk KPU, Djapiten Nainggolan, Kamis pekan lalu. Djapiten mengaku pernah menerima Rp 555 juta dari KPU saat melakukan audit pengadaan logistik Pemilu 2004. Uang itu, kata dia, untuk biaya transpor mingguan 15 anggota BPK selama melakukan audit. Djapiten menerima dari Wakil Kepala Biro Keuangan KPU, M. Dentjik, pada 15 Mei 2004. Namun, dia mengaku telah mengembalikannya empat hari kemudian.
Sehari sebelumnya, KPK juga memeriksa Wakil Ketua BPK, Abdullah Zaeni, yang juga mantan pimpinan Panitia Anggaran Komisi IX DPR. Zaeni mengaku pernah diberi uang oleh M. Dentjik sebagai kado pernikahan anaknya, September tahun lalu. Menurut dia, saat itu Dentjik menyatakan dana tersebut adalah titipan dari Sekjen KPU (saat itu), Safder Yusacc. Zaeni menegaskan pemberian itu ditolaknya, dan meminta Dentjik membawa kembali. ”Saya tidak pernah menghitung uangnya, dan sudah saya kembalikan,” katanya. Sangu pernikahan itu besarnya Rp 100 juta.
Menurut tim penyidik KPK, dana haram itu tidak dikembalikan Djapiten kepada mereka, tapi disita dari M. Dentjik melalui sejumlah pemeriksaan.
Dan Nurdin Halid pun Lolos
PALU hakim tak mampu menjebloskan Nurdin Halid ke sel penjara. Majelis meja hijau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu, meloloskan pentolan Partai Golkar itu dari tuntutan hukuman 20 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai I Wayan Rena Wardhana menilai tak satu pun dakwaan jaksa Arnold Angkouw terbukti dalam persidangan. Palu diketuk, Nurdin sujud syukur.
Tidak hanya itu, Ketua Umum PSSI tersebut masih mendapat ”bonus”, yakni nama baiknya akan dipulihkan. ”Perbuatan terdakwa tidak terbukti sebagai perbuatan melawan hukum,” kata hakim I Wayan Rena.
Perkara yang menyeret Nurdin ke kursi terdakwa berawal ketika Koperasi Distribusi Indonesia (KDI) yang dipimpinnya mendapat tugas menyalurkan minyak goreng ke masyarakat saat krisis moneter, September 1998. Menggunakan dana kredit likuiditas Bank Indonesia, kepada koperasi Nurdin, Bulog menyerahkan 52,998 juta kilogram minyak goreng senilai lebih dari Rp 250 miliar dan uang tunai Rp 227,114 miliar untuk pengadaan 50,075 juta kilogram minyak goreng. Pada saat harus dikembalikan ke Bulog, 31 desember 1998, KDI tidak menyetorkan seluruh dana beserta bunga ke rekening penampungan (escrow account) Bulog di Bukopin. Dana itu justru masih tersisa di kantong KDI sebesar Rp 169,71 miliar. Bahkan digunakan lagi untuk membeli minyak goreng—sebagian disimpan dalam bentuk deposito atas nama KDI.
Bagi jaksa, tindakan KDI itu merupakan korupsi. Tapi majelis hakim berpendapat sebaliknya. Menurut hakim, dana Rp 169,71 miliar itu masih di tangan KDI karena merupakan keputusan rapat pleno pengurus KDI tanggal 24 Desember 1988, dan tidak dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo