Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dibayangi Defisit Emas

Meski harganya masih relatif tinggi, permintaan emas diperkirakan terus meningkat yang mendorong kenaikan impor.

8 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nilai dan volume impor emas Indonesia lebih tinggi ketimbang ekspornya.

  • Impor emas Indonesia terus meningkat sejak 2021.

  • Di tengah kenaikan permintaan, pedagang emas digital diminta menebalkan cadangan.

JAKARTA – Angin segar perdagangan emas global tak serta-merta memperbaiki neraca perdagangan emas domestik. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan tren kenaikan ekspor perhiasan dan logam mulia belum mengalahkan kebutuhan impornya. “Masih ada defisit dan bisa melebar bila kebutuhan emas dalam negeri meningkat,” katanya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sela krisis perbankan Amerika Serikat dan kebijakan kenaikan suku bunga acuan menjadi 5,25 persen oleh bank sentral AS, The Fed, harga emas global menyundul rekor tertinggi US$ 2.050 per troi ons pada pekan lalu. Situs web perdagangan emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Logammulia.com, pun menunjukkan harga 1 gram emas batangan produksi Antam sempat menembus Rp 1,07 juta pada awal April lalu dan bertahan di kisaran Rp 1,05 juta hingga kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bila tekanan ekonomi global terus berlanjut, Bhima memperkirakan harga emas bisa menembus US$ 2.100 per troi ons hingga akhir tahun ini. Sentimen tersebut mendukung kinerja perusahaan pertambangan dan distributor. “Momentum peningkatan kapasitas produksi sehingga ekspornya lebih banyak.”

Meski begitu, Bhima melanjutkan, ketertarikan masyarakat pada emas sebagai aset safe haven atau aset yang nilainya stabil juga berpotensi mendongkrak impor. Pada September 2022 saja, nilai impor logam mulia dan perhiasan Indonesia menembus US$ 544 juta, jauh di atas nilai ekspor emas yang hanya US$ 350 juta. Angka impor barang berkode HS 71 itu juga bertambah US$ 182 juta atau naik 50,37 persen pada bulan berikutnya. Dari sisi negara asal, tambahan jumlah impor itu paling banyak datang dari Singapura, Cina, serta Afrika Selatan.

Badan Pusat Statistik (BPS) sempat melaporkan nilai ekspor komoditas logam mulia dan perhiasan sudah menyundul US$ 1,09 miliar pada April lalu. Kenaikannya mencapai 93,04 persen dibanding pada Maret 2023. Bila digabung, nilai ekspor komoditas nonmigas itu berkisar US$ 2,47 miliar pada kuartal I 2023, naik 1,10 persen dari tiga bulan pertama 2022. Nilai ini digadang-gadang berkontribusi sebesar 3,92 persen terhadap total ekspor nasional.

Pekerja melakukan proses peleburan emas di lokasi pembuatan emas Antam, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Walau belum memiliki data perbandingan terbaru, Bhima yakin volume impor emas dan produk perhiasan akan lebih tinggi. “Impor emas batangan bisa naik untuk investasi kelas menengah atas, terutama untuk berjaga-jaga dari inflasi,” katanya.

Berdasarkan data situs web Trademap.org, tren kenaikan angka impor emas Indonesia juga terjadi dari waktu ke waktu. Pada 2017, Indonesia mengimpor 26 ton emas dengan nilai US$ 1,02 juta. Setahun berikutnya, volumenya meningkat menjadi 121 ton dengan nilai US$ 2,12 juta. Setelah melandai sampai hanya sekitar 70 ton selama dua tahun, Indonesia kembali mengimpor 162 ton emas pada 2021, yang nilainya terealisasi hingga US$ 2,68 juta. 

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuabi, mengatakan keseimbangan neraca dagang logam mulia itu bergantung pada kebijakan pemerintah, salah satunya kebijakan penghiliran tambang. “Selain ada peninjauan impor emas yang tak terkena pajak, seharusnya penghiliran berjalan.”

Pemerintah sebelumnya sudah mewacanakan pelarangan ekspor emas secara bertahap. Larangan ekspor mineral mentah ini sudah diterapkan untuk nikel, bauksit, timah, dan konsentrat tembaga. Pelarangan ekspor emas pun sempat berdengung pada 2021, ketika PT Freeport Indonesia (PTFI) mulai membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. Basis pengolahan itu diperkirakan bisa memproduksi 35 ton emas per tahun dengan nilai transaksi mencapai US$ 1,8 miliar—atau bisa menembus US$ 2,7 miliar bila produksinya 50 ton. 

Otoritas perdagangan pun mengencangkan regulasi seiring dengan peningkatan pamor emas. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Didid Noordiatmoko, mewajibkan para pedagang emas digital memegang minimal 10 kilogram emas fisik dalam depositnya untuk alasan perlindungan konsumen. Bila transaksi melebihi 10 kilogram, pedagang pun harus menebalkan depositnya minimal sejumlah nilai transaksi tersebut. “Jadi, jangan sampai masyarakat nanti beli emas, emasnya enggak ada,” kata Didid. “Dipastikan tidak beli pencatatan saja.”

Menurut catatan Bappebti, volume transaksi emas digital pada 2022 mencapai 2.300 ton. Volume transaksi pada dua bulan perdana 2023 pun sudah sebesar 718 ton. “Meningkat bila dibanding rata-rata di 2022.”

YOHANES PASKALIS | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus