Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 4 September 2024, saya membuktikan kata-kata teman saya, seorang wartawan yang sama-sama meliput kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura. Barcia, jurnalis asal Spanyol yang tinggal di Roma, Italia, itu mengatakan bahwa saya tak perlu duduk lama mendengarkan pidato Paus.
Menurut Barcia, Paus biasanya membaca teks pidato yang disiapkan oleh tim khusus di departemen pemerintahan Vatikan atau dikasteri. Berbahasa Italia, naskah pidatonya paling banyak tiga lembar. Salinannya akan dibagikan oleh Biro Pers Vatikan sebelum acara dimulai agar jurnalis bisa mempelajarinya. Vatikan mengembargo teks tersebut dipublikasi sebelum Paus berpidato.
Namun Fransiskus sesekali berimprovisasi atau keluar dari naskah pidato. Paus asal Argentina yang bernama asli Jorge Mario Bergoglio itu biasanya menyampaikan pesan spontan menggunakan bahasa Italia atau Spanyol. “Sangat jarang. Tapi, kalau itu terjadi, saya akan membantu menerjemahkan untukmu,” kata Barcia.
Meski tak lama, pidato Paus di Istana berisi pesan tersurat dan tersirat. Ia berbicara soal peran agama menjembatani konflik berkepanjangan. Fransiskus, yang telah mempelajari berbagai persoalan di Indonesia, juga menyinggung soal mudarat kekuasaan. Ketegangan di suatu negara akan timbul jika penguasa memaksa menyeragamkan visi atau tujuan. Bisa aja Paus satu ini…
Pun di Katedral Jakarta, Paus tak sampai 15 menit berpidato. Saat bertemu dengan para uskup, pastor, serta biarawan-biarawati dan katekis atau pengajar agama Katolik terlatih, ia mengingatkan agar mereka tak tenggelam dalam hidup duniawi. Lalu ia menyebutkan bahwa ada setan dalam kantong yang menanti mereka. Setan dalam kantong bisa dimaknai sebagai uang atau kekuasaan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo