Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Anak Pertamina Menuju Lantai Bursa

Persiapan PT Pertamina Geothermal Energy melantai di bursa saham semakin matang. Gerak cepat setelah rencana pembentukan holding panas bumi tersendat. 

14 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Persiapan PT Pertamina Geothermal Energy melantai di bursa saham semakin matang.

  • Kementerian BUMN menargetkan perolehan dana sebesar Rp 5,7-7,15 triliun.

  • Dana hasil IPO akan dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis panas bumi dari hulu hingga hilir.

JAKARTA - Persiapan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melantai di bursa saham semakin matang. Sumber Tempo di pemerintahan memastikan penawaran perdana saham kepada publik atau initial public offering (IPO) anak usaha PT Pertamina itu bakal dilakukan pada paruh pertama tahun ini. "Targetnya registrasi bulan Maret dan IPO bulan Juni," ujarnya, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Dari aksi korporasi ini, Kementerian BUMN menargetkan perolehan dana segar sebesar US$ 400-500 juta atau sekitar Rp 5,7-7,15 triliun. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis panas bumi PGE dari hulu hingga hilir. Ia berharap IPO bisa menarik minat mitra strategis untuk ekspansi.

Sebanyak 91,09 persen saham PGE saat ini dikuasai Pertamina. Sisanya dipegang oleh PT Pertamina Pedeve Indonesia, yang bergerak di bidang penyertaan modal pada anak usaha atau perusahaan afiliasi Pertamina. Pertamina Pedeve awalnya bernama Yayasan Tabungan Pegawai Pertamina. Rencananya, porsi saham pemilik mayoritas bakal dilepas 20-30 persen saat IPO nanti.

Rencana IPO PGE sudah dirancang sejak tahun lalu. Bersama 13 perusahaan pelat merah lain, Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan pengelola wilayah panas bumi ini bisa masuk Bursa Efek Indonesia pada 2021. Saat itu PGE dipersiapkan sebagai induk usaha atau holding BUMN panas bumi, membawahkan PT PLN (Persero) dan PT Geo Dipa Energi (Persero).

Ketiga perusahaan diminta melakukan konsolidasi aset untuk memperkuat daya tawar PGE di pasar. Sebanyak lima pembangkit listrik tenaga uap PLN berkapasitas 565 megawatt serta dua pembangkit Geo Dipa berkapasitas 55 MW bakal dialihkan ke PGE. Menurut Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, integrasi aset ketiga perusahaan diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan panas bumi.

"PLTP (pembangkit listrik tenaga panas bumi) merupakan kekuatan besar, jadi harus disatukan," katanya ketika itu. Potensi energi terbarukan tersebut mencapai 15,128 gigawatt (GW). Namun kapasitas terpasang PLTP di seluruh Indonesia hingga 2021 baru sebanyak 2,3 (GW). Keterbatasan dana menjadi salah satu kendala pengembangan PLTP.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng Small Scale 10 MW di Dusun Siterus, Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, April 2021. geodipa.co.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun rencana penggabungan ketiga perusahaan ini mandek sejak digarap pada April 2021. Berbagai tantangan menghadang rencana ini. Serikat Pekerja PLN, Persatuan Pekerja Indonesia Power, serta Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa-Bali menolak pembentukan holding. Mereka mempertanyakan nasib pekerja di pembangkitan serta potensi kenaikan biaya produksi listrik setelah pendirian holding.

Sumber Tempo yang mengetahui pembahasan tersebut menyatakan, tantangan lain datang dari status Geo Dipa yang 93 persen sahamnya dimiliki Kementerian Keuangan. Selain itu, belum ada kesepakatan mengenai nasib beban utang perusahaan setelah bergabung dalam holding. "Siapa nanti yang akan menanggung," tuturnya.

Sumber Tempo yang lain mengungkapkan, konsolidasi ketiga BUMN tersebut ternyata lebih sulit dari yang diduga, sehingga Kementerian BUMN memilih menjalankan IPO PGE tanpa menunggu pembentukan holding. Namun dia memastikan fundamental PGE tetap solid meski tanpa dukungan PLN dan Geo Dipa.

Sekretaris Perusahaan PGE, Muhammad Baron, menyatakan tim PGE telah menyelesaikan kajian pengembangan usaha panas bumi, termasuk konsolidasi usaha dengan sesama perusahaan pelat merah. "Kajian sudah kami lakukan dan sudah kami sampaikan ke pemegang saham. Keputusan akan ditetapkan oleh pemegang saham," kata dia.

Kepala Pusat Kajian Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, berpendapat ketiga perusahaan tetap bisa bersinergi tanpa melalui pembentukan holding. Salah satu caranya adalah dengan melakukan kerja sama operasi. "Mereka tetap bisa burden sharing (berbagi beban) dengan kemampuan aset, investasi, dan sumber daya masing-masing," ujar dia.

Jika mekanisme kerja tersebut bisa dioptimalkan, opsi pencarian dana pengembangan panas bumi lewat IPO bisa menjadi pilihan terakhir bagi PGE. Terlebih saat ini, Abra menuturkan, tersedia berbagai jenis pembiayaan berbunga rendah untuk pengembangan energi bersih seiring dengan komitmen global melakukan transisi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan.

VINDRY FLORENTIN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus