Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kepolisian Resor Jakarta Selatan membantah kabar yang menyebutkan mereka menahan dua pengacara publik.
Keduanya merupakan pendamping hukum warga yang terlibat konflik tanah dengan Pertamina di Pancoran, Jakarta Selatan.
Komisi Kepolisian Nasional akan meminta keterangan LBH Jakarta soal kejadian ini.
JAKARTA – Kepolisian Resor Jakarta Selatan membantah kabar yang menyebutkan mereka menahan dua pendamping hukum warga Pancoran Buntu pada Rabu malam lalu. Keduanya adalah Safaraldy Widodo dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Dzuhrian Ananda Putra dari Paralegal Jalanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Jimmy Christian, menyatakan kedua pendamping hukum itu meninggalkan kantor polisi selepas tengah malam. "Tidak ada penahanan, kemarin ataupun hari ini," kata Jimmy kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Jimmy, Safaraldy dan Dzuhrian datang ke kantor Kepolisian Jakarta Selatan di Jalan Wijaya II, Kebayoran Baru, pada Rabu petang. Keduanya menyampaikan surat yang menyatakan bahwa warga menolak memenuhi panggilan polisi yang hendak meminta keterangan seputar bentrokan di Pancoran Buntu pada Rabu malam pekan lalu.
Permintaan surat kuasa oleh petugas tidak dipenuhi Safaraldy dan Dzuhrian. Jadi, petugas meminta keterangan mereka. "Hanya klarifikasi terkait dengan maksud surat dan kedatangan ke kantor kepolisian. Mereka bersedia tanpa paksaan," ujar Jimmy.
Mural penolakan penggusuran di Jalan Pancoran Buntu II, Pancoran, Jakarta 21 Maret 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
LBH Jakarta menilai Kepolisian Jakarta Selatan melakukan penyalahgunaan kekuasaan, penangkapan sewenang-wenang, kriminalisasi, dan penghalangan akses bantuan hukum terhadap dua pemberi bantuan hukum warga Pancoran Buntu itu. Pengacara publik LBH Jakarta, Charlie Albajili, mengatakan hal itu terbukti dari pemeriksaan Safaraldy dan Dzuhrian selama delapan jam dan tidak didahului surat pemanggilan.
Menurut Charlie, upaya kriminalisasi itu bermula dari panggilan Kepolisian Jakarta Selatan terhadap surat panggilan yang dilayangkan Polres Metro Jakarta Selatan kepada warga Gang Buntu II, Pancoran, pada 23 Maret lalu. Permintaan keterangan ini seputar laporan PT Pertamina Training and Consultant yang menyebutkan para warga menduduki 2,8 hektare lahan mereka di dekat Jalan Raya Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta Selatan, secara tidak sah.
Safaraldy dan Dzuhrian diminta warga untuk mengantar surat jawaban atas panggilan tersebut kepada penyidik di Unit II Harta-Benda Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Jakarta Selatan. Keduanya tiba di kantor polisi itu pada pukul 16.00 dan langsung memberikan surat kepada penyidik. "Penyidik tidak terima atas surat penolakan yang diberikan dan kedudukan kedua pemberi bantuan hukum tersebut," kata Charlie.
Padahal, Charlie melanjutkan, pengantaran surat oleh pemberi bantuan hukum jelas bukan tindak pidana dan bahkan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Keduanya diperiksa dengan status sebagai saksi tindak pidana penyerobotan lahan dan penggelapan harta tak bergerak.
Charlie menyebut tindakan tersebut sebagai intimidasi. Sebab, pemeriksaan berlangsung tanpa surat penangkapan dan panggilan. Bahkan petugas juga tak mengizinkan tim hukum LBH Jakarta, yang menyusul pada malam itu, mendampingi Safaraldy dan Dzuhrian. Keduanya baru dapat ditemui setelah pemeriksaan berakhir selepas tengah malam.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah mendapat penjelasan dari Kepolisian Jakarta Selatan soal kejadian ini. Menurut Poengky Indarti, juru bicara Komisi, petugas hendak memeriksa hubungan Safaraldy serta Dzuhrian dengan warga. Sebab, kepada petugas, mereka mengaku sebagai mahasiswa. "Maka, polisi meminta ditunjukkan surat kuasa dari warga, sehingga sah tindakan mereka untuk mewakili warga," ujar Poengky.
Komisi Kepolisian tetap mempertanyakan pemeriksaan tanpa surat panggilan terhadap Safaraldy dan Dzuhrian. "Kami akan klarifikasi lebih lanjut dengan LBH Jakarta dan Kepolisian Daerah Jakarta Raya terkait dengan fakta-fakta masalah ini," katanya.
INGE KLARA SAFITRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo