Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian masih memburu empat orang yang diduga berperan dalam bentrokan antara pedagang kali lima atau PKL Tanah Abang dan Satpol PP yang terjadi Kamis, 17 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kepolisian Sektor Metro Tanah Abang Ajun Komisaris Besar Lukman Cahyono mengatakan empat orang itu diduga merupakan warga setempat yang sering menyewakan tempat bagi para pelapak yang berjualan di trotoar Jalan Jatibaru Raya. "Mereka diduga memprovokasi pelapak lain agar melawan anggota Satpol PP saat ditertibkan," kata dia Ahad, 20 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kericuhan antara PKL Tanah Abang dan Satpol PP dipicu oleh penertiban yang tengah dilakukan petugas karena PKL menggelar lapak mereka di trotoar. Para PKL yang menolak ditertibkan oleh Satpol PP melakukan perlawanan hingga terjadi aksi lempar-lemparan.
Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Namun satu unit mobil operasional milik Satpol PP mengalami kerusakan. Polisi pun sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu EH dan SY. Keduanya adalah pedagang yang diduga melakukan provokasi untuk melawan petugas.
Lukman menuturkan tak menutup kemungkinan penyelidikan itu berkembang hingga kasus premanisme. “Jika ada pungutan liar di sana bisa masuk dalam premanisme,” ujarnya.
Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya telah menemukan adanya praktik sewa-menyewa tempat bagi PKL yang ingin berjualan di trotoar Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bisnis sewa lapak itu ditengarai dibekingi oleh para preman yang ada di kawasan Pasar Tanah Abang.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho menuturkan para preman di kawasan Pasar Tanah Abang itu biasanya meminta uang sewa pada para PKL. Setiap pelapak yang berjualan di trotoar Jalan Jatibaru Raya itu dimintai uang sewa sebesar Rp 50 ribu per hari. “Preman itu dibagi dalam kelompok kecil, tapi mereka setor ke big boss,” ujarnya.