Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bayang-bayang Denda Pramudi Transjakarta

Dalam beberapa tahun terakhir, pengemudi bus Transjakarta ternyata berada di bawah bayang-bayang denda tinggi selama bekerja. Sejumlah operator mengharuskan pramudi membayar seluruh denda yang ditetapkan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) dalam setiap pelanggaran yang terjadi. Beberapa pramudi kemudian memilih bekerja melebihi batas waktu untuk membayar sanksi tersebut. 

9 Desember 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Transjakarta gelar evaluasi internal perusahaan dan operator

  • Sejumlah pramudi mengeluhkan kewajiban membayar seluruh denda pelanggaran layanan hingga jutaan rupiah.

  • Polisi kritik lemahnya sistem pengawasan terhadap operasional pengemudi bus.

JAKARTA -- Pengemudi bus Transjakarta ternyata berada di bawah bayang-bayang sanksi denda tinggi selama bekerja. PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) kabarnya memiliki nomenklatur yang dikenal dengan Berita Acara 02 dan 04 untuk memastikan tercapainya standar pelayanan minimum (SPM) di seluruh armadanya. Setiap pelanggaran yang tercatat dalam berkas tersebut harus dibayar dengan nominal ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Transjakarta menarik denda ke operator setiap ada pelanggaran. Tapi operator membayarkan secara penuh dari gaji pramudi yang dipotong,” kata salah seorang pengemudi bus Transjakarta kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengemudi akan dipaksa menandatangani berkas BA02 jika terjadi pelanggaran yang menyebabkan bus harus ditarik kembali ke pul. Hal ini biasanya terjadi kalau bus mengalami kecelakaan lalu lintas atau kerusakan mesin sehingga tak bisa melanjutkan operasi. Besaran denda nomenklatur ini dihitung berdasarkan estimasi pendapatan kilometer jika bus tersebut tetap beroperasi.

Adapun berkas BA04 diberikan kepada pramudi yang melanggar sejumlah aturan operasional ataupun layanan. Beberapa aturan tersebut adalah mengemudi dengan kecepatan maksimal di bawah 50 kilometer per jam, berhenti tepat di pintu halte, berpakaian rapi, datang tepat waktu, mengaktifkan penyejuk ruangan bus sesuai dengan jumlah penumpang, serta mematuhi aturan lalu lintas umum lainnya. Denda atas pelanggaran ini bervariasi, dari ratusan ribu rupiah hingga maksimal Rp 4,8 juta. “Kalau lagi terkena BA02 sekaligus BA04 bisa keluar duit Rp 6-8 juta per pelanggaran,” kata dia.

Bus Transjakarta antre untuk berhenti di Halte Harmoni, Jakarta, 29 Desember 2020. TEMPO/Nita Dian

Alih-alih berdisiplin, sebagian besar pengemudi yang terkena denda justru mencari cara mendapatkan penghasilan tambahan. Salah satunya menerima tawaran long shift atau tambahan waktu mengemudi bus di koridor ataupun rute lain. Hal ini membuat pramudi bisa menambah kinerjanya hingga mencapai lebih dari 100 kilometer per hari. Rata-rata tiap operator mengupah pengemudi bus Rp 780-800 per kilometer.

Padahal sejumlah kasus kecelakaan diduga akibat sopir bus Transjakarta berada dalam kondisi kelelahan. Secara aturan, setiap pramudi hanya diperbolehkan mengemudikan kendaraan operasional maksimal delapan jam per hari. Selain itu, mereka wajib mengikuti tes kesehatan ringan, seperti pemeriksaan suhu tubuh dan tekanan darah sebelum bertugas.

“Tak ada pemeriksaan kesehatan. Gaji sudah kecil, tapi disuruh bayar denda perusahaan. Semua yang disalahkan pramudi,” kata sopir Transjakarta yang bertugas sejak 2019 tersebut.

Hal itu diungkapkan setelah munculnya tudingan atas buruknya kualitas pengemudi bus Transjakarta dalam sejumlah peristiwa kecelakaan lalu lintas. Kepolisian pun menyebutkan, berdasarkan pemeriksaan, sebagian kecelakaan berawal dari hilangnya konsentrasi pramudi saat bertugas. Hal ini semakin menguat setelah Transjakarta dan operator mengklaim sudah memeriksa kesehatan pramudi serta membantah terjadinya praktik long shift.

Hingga tenggat tulisan ini, PT Transjakarta tidak memenuhi janjinya untuk memberikan konfirmasi dan klarifikasi tentang penerapan denda BA02 dan BA04. Badan usaha milik daerah (BUMD) DKI tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana denda SPM tersebut justru dibebankan secara penuh kepada pekerja.

Dalam rekaman suara yang diterima Tempo, Direktur Utama Transjakarta, Muhammad Yana Aditya, hanya memastikan perusahaannya tengah mengevaluasi secara menyeluruh di lingkup internal perusahaan dan operator. Menurut dia, Transjakarta akan berbenah dan menyusun sebuah protokol baru yang mampu menjamin peningkatan kualitas layanan. “Semua akan dievaluasi bersama,” kata dia.

Bus Transjakarta memasuki Halte Harmoni di Jakarta, 30 Agustus 2017. Dok. TEMPO/Ilham Fikri

Polemik nomenklatur denda SPM ini sebenarnya sudah bergulir sejak pertengahan 2019. Saat itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI memediasi kelompok pekerja Transjakarta dengan direksi. Dalam kesempatan tersebut, Transjakarta pun menjelaskan bahwa besaran denda yang dibebankan kepada operator hanyalah sebagian dari total yang harus dibayarkan BUMD tersebut ke Dinas Perhubungan. Transjakarta pun mengklaim tak mengetahui detail kebijakan operator membebankan seluruh biaya kepada pramudi.

Anggota DPRD, Gilbert Simanjuntak, menilai Transjakarta dan operator bisa mencari alternatif lain untuk memastikan pramudi memenuhi SPM. Dia menilai denda yang terlalu berat hingga memangkas gaji pramudi justru akan menyebabkan situasi kerja yang tak kondusif. Toh, kata dia, Transjakarta bisa meminta operator lebih menggiatkan pelatihan rutin untuk meningkatkan layanan para pengemudi. “Beberapa perusahaan delivery menerapkan pola ini. Mereka zero accident,” ujar dia.

Kepolisian Daerah Metro Jaya pun menilai kelalaian pengemudi juga berawal dari lemahnya sistem bus Transjakarta. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo, mengatakan bus tak memiliki sistem peringatan dan pembatas kecepatan kendaraan. Padahal pemasangan alarm dapat membantu pramudi lebih sensitif terhadap kecepatan busnya.

Polisi juga menilai seharusnya Transjakarta menempatkan pengawas nyaris di seluruh armada yang beroperasi. Hal itu bisa menghindari terjadinya kecelakaan akibat kesalahan kecil di dalam bus. “Memang harus diakui ada kelemahan dari sisi prosedur keamanan dan keselamatan serta dari manajemen SDM dan human resource,” kata dia.

FRANSISCO ROSARIANS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus