Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Dugaan korupsi dalam pembelian lahan di Pondok Ranggon dan Munjul, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, menyeret nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.
Prasetyo disebut-sebut berperan mengatur alokasi dana pengadaan tanah bagi Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Dalam satu pembahasan anggaran, penyertaan modal untuk Perumda Sarana Jaya tiba-tiba dinaikkan lebih dari satu triliun rupiah.
Dugaan korupsi dalam pembelian lahan di Pondok Ranggon dan Munjul, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, itu menyeret nama Ketua DRPD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Prasetyo disebut-sebut berperan mengatur alokasi dana pengadaan tanah bagi Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam perkara tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan, menjadi tersangka. Selain itu, komisi antirasuah menetapkan status yang sama kepada PT Adonara Propertindo dan dua anggota direksinya, yaitu Anja Runtuwene dan Tommy Adrian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah politikus Kebon Sirih—merujuk pada alamat kantor DPRD DKI Jakarta—mengatakan Prasetyo kerap berupaya mempertahankan anggaran pengadaan lahan bagi Sarana Jaya. Misalnya, dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Bogor, pada November lalu.
Sumber Tempo menuturkan, saat pembahasan anggaran pada 14 November 2020, penyertaan modal daerah untuk Sarana Jaya dialokasikan sebesar Rp 285 miliar. Namun besoknya, dalam rapat yang dipimpin oleh Prasetyo, tiba-tiba suntikan modal untuk perusahaan daerah itu dinaikkan menjadi Rp 1,285 triliun, yang sekitar Rp 1 triliun di antaranya digunakan untuk pengadaan tanah.
Belakangan, DPRD dan eksekutif menyepakati penyertaan modal untuk Sarana Jaya dalam APBD 2021 sebesar Rp 1,16 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 641 miliar digunakan untuk pengadaan tanah.
Tempo sebelumnya telah mengajukan surat permohonan wawancara kepada Prasetyo untuk meminta tanggapan atas dugaan keterlibatannya dalam perkara itu. Namun surat tersebut belum dibalas. Kemarin, setelah memimpin rapat di Komisi B—bidang perekonomian DPRD—ia menjawab sejumlah pertanyaan.
Berikut ini petikan wawancara dengan politikus PDI Perjuangan itu.
Pertemuan Komisi B dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya untuk membahas apa?
Kami mempertanyakan, mempertegas, masalah (pembelian lahan di Pondok Ranggon dan Munjul) apa. Apalagi sudah ada tersangka di KPK. Saya menghormati proses hukum. Kalau mau bertanya mendalam (tentang kasus itu), silakan tanya ke KPK.
Saya di sini untuk mengklarifikasi. Karena terus terang, nama saya disebut, sebagai Ketua DPRD, lantai 10. Ini orangnya (sambil menunjuk ke arah wajahnya). Saya harus klarifikasi. Padahal permasalahan BUMD, perencanaan pertama dari gubernur setelah itu baru diarahkan ke saya. Kebetulan saya jadi Ketua Banggar (Badan Anggaran), untuk pengesahan (anggaran). Apakah (usul) ini disahkan, diiyakan, atau ditolak.
Mengenai anggaran, ada forum, ada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), dan Banggar. Bukan semata-mata saya sendiri yang melaksanakan itu. Dan itu anggaran (penyertaan modal daerah untuk Sarana Jaya) pada 2018. Ketua komisi bukan saya. Koordinatornya bukan saya. Kok ujug-ujug nama saya (disebut), ini sedap-sedap enggak enak, gitu lho.
Jadi, siapa yang seharusnya bertanggung jawab?
Bertanggung jawab gubernur. Dalam rapat (tadi) saya katakan, masak wagub (wakil gubernur) enggak mengerti masalah program DP nol rupiah? Kami cuma mengesahkan. Diserahkan uangnya yang dia minta. Pelaksanaan ada di tangan BUMD dan eksekutif, kemudian dibuatkan-lah pergub (peraturan gubernur) lalu pencairan. Itu ada pergubnya.
Jadi, saya enggak ngerti (perkara pembelian lahan di Pondok Ranggon dan Munjul). Fungsi saya hanya memegang palu untuk mengesahkan anggaran yang diminta.
Merasa dikambinghitamkan?
Enggak-lah. Saya merasa enggak bermain seperti itu kok. Biarkan saja, nanti dia yang merasakan dosanya. Makasih, ya.
GANGSAR PARIKESIT | ADAM PRIREZA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo