Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Rajiv, profil seorang penerus rajiv, profil seorang penerus

Permulaan karir rajiv gandhi dalam gelanggang politik. rajiv agak pendiam, tidak berkobar-kobar, juga lebih sederhana. rajiv aktif membina popularias.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPUCUK surat melayang dari penjara. "Nasib negeri ini beIum dapat dipastikan, ananda," demikian tertulis. "Tapi apa pun yang terjadi, hendaklah kita melibatkan diri dalam peranan yang berarti." Penulis surat itu Pandit Jawaharial Nehru. Ditujukan kepada putrinya, Indira, yang ketika itu masih belasan tahun. India kemudian merdeka. Nehru terpilih sebagai perdana menteri pertama. Dan tatkala ia mangkat, gadis kecil dulu itu sudah matang untuk mengambil "peranan yang berarti." la segera tampil ke tengah gelanggang politik India. Kegiatan politik tampaknya sudah tak terpisahkan dari kehidupan keluarga Indira Gandhi. Ketika ia berangkat tua, wanita yang tangguh ini mempersiapkan putranya Sanjay meneruskan karir yang sudah melembaga itu. Dan Sanjay nyaris berhasil. Hanya maut tak memberinya kesempatan. Dalam usia 33, lelaki yang lasak dan penuh semangat itu tewas dalam kecelakaan pesawat terbang setahun lalu. Sejak saat itu sebetulnya para pengamat politik tidak lagi berharap terlalu banyak dari rumpun keluarga Nehru. Tapi mendadak, bulan lalu, muncul sebuah nama: Rajiv Gandhi. Lebih tua dua tahun ketimbang Sanjay, Rajiv bahkan telah memenangkan sebuah kursi di parlemen -- yang kosong sepeninggal Sanjay. Sampai Mei lalu Rajiv belum menarik perhatian. Kecuali bahwa ia anak sulung perdana menteri yang tengah memerintah. Orang mengenalnya sebagai pilot Boeing 737 perusahaan penerbangan Indian Airlines. Tapi rupanya, sejak kematian Sanjay, Rajiv sudah mulai "menolong ibu" -- seperti yang dikatakannya baru-baru ini. Ia bertindak sebagai asisten tak resmi, sambil mulai belajar memasuki serambi kekuasaan di India. Peluangnya cukup besar. "Sebagai orang yang paling dekat dengan Perdana Menteri, ia hanya memerlukan kemauan untuk dengan mudah mengikuti jejak adiknya sebagai tokoh berpengaruh nomor dua di India," tulis Time akhir bulan lalu. Sang ibu sendiri pura-pura tidak begitu peduli. Padahal giat ambil bagian dalam kampanye untuk memenangkan Rajiv baru-baru ini. "Tapi bukan sebagai perdana menteri -- melainkan sebagai ibu," kilahnya gesit. Terserah saja. Berbeda dengan mendiang adiknya, Rajiv agak pendiam. Tidak berkobar-kobar, juga lebih sederhana. Sikap ini pula agaknya yang membuat sementara orang sangsi pada kemampuannya "mendampingimu " Dulu, Sanjay selalu bertindak penuh ambisi. Kadang bahkan agak kasar. Ia sering mengangkat pengikutnya langsung melampaui tangga karir atasan mereka. Dan ia, setidak-tidaknya, berhasil memantapkan Partai Kongres yang sebelumnya sering goyah. Maka begitu Sanjay meninggal, perselisihan segera muncul di tubuh partai. Beberapa tokoh daerah bahkan seperti terang-terangan unjuk gigi. Mereka tidak mengindahkan petunjuk Indira dalam mengambil beberapa keputusan politik. Rajiv memang tidak bisa diharapkan bertindak seperti Sanjay. Kampanye di daerah Amethi bulan lalu merupakan "kombinasi metode tradisional Partai Kongres yang meriah, dengan gaya yang unik sebuah kepribadian," tulis Javed Faridi dari Hindustan Time. Bersama fotografer S.N. Sinha, Javed meliput kegiatan 16 jam Rajiv dalam sehari kampanye di wilayah itu. Seperti biasanya, kampanye tetap hiruk-pikuk dengan rupa-rupa pidato, pesta, dan pelbagai keramaian. Tapi Rajiv sendiri tinggal tenang. Ia tidak disertai poster yang menuding-nuding lawan. "Citra Rajiv tidak berubah sebagai seorang anggota keluarga, saudara yang lebih tua, dan anak yang penurut," sambung Javed. *** Pada pandangan pertama, Amethibagai sebuah pulau debu dengan bau kemiskinan. Tapi penduduk tampaknya bersenang hati, tatkala di batas cakrawala mucnul kepulan debu bagai sedang dipusingkan angin. Kepulan itu kian mendekat: sebuah rombongan dari kota! Dari tengah romlongan itu muncul seorang lelaki dalam busana kurta tenunan sendiri. Tegap tinggi, tampan, ia tampak lain sekali dengan Sanjay yang sudah sering berkunjung ke sana. Amethi memang daerah yang patut diandalkan Partai Kongres. Rajiv sedang membina popularitasnya di sini. Berjalan dari desa ke desa, di tengah terik matahari India, ia sudah hampir berhasil. Lelaki, perempuan, anak-anak, mulai mengenalnya. Bahkan mereka menanti Rajiv tampil dalam setiap rapat umum. Umumnya dari golongan kelas pekerja. Di wilayah ini, lawan-lawan Partai Kongres tak lagi seberapa meyakinkan. Sanjay sempat berbuat banyak dulu. Misalnya membangun saluran irigasi, mendirikan industri, dan memberi pekerjaan kepada penduduk Amethi. Dan Rajiv sendiri dalam setiap pidatonya tak jemu memuji dan mengambil hati penduduk. Selama masa kampanye, Rajiv mengendarai jip kedua di dalam konvoi. Jip ini didisain khusus, dengan motor disel berkekuatan 2.500 TK. Kacanya dibuka. Empat buah loudspeaker berkekuatan tinggi dipasang di bumper depan. Sebuah sistem komunikasi menghubungkan jip ini setiap waktu dengan PM Indira Gandhi. Dalam rapat umum pertama pada hari kedua kampanye, Rajiv mendapatkan seorang inspektur polisi di antara hadirin. Lengkap berpakaian seragam. Ia mempersilakan inspektur itu meninggalkan rapat. "Tak ada yang patut dikhawatirkan," katanya. Pada pertemuan yang lain, lagi-lagi Rajiv menghalau seorang polisi. Ia rupanya maklum, kehadiran orang-orang berseragam itu malah mengganggu suasana kampanye. Sejak itu para polisi mengikutinya dalam pakaian preman. Bahkan tulisan police pada mobil mereka ditutup kertas putih. TAPI sementara itu, wartawan Javed Faridi tak dapat melepaskan perhatiannya dari sebuah taksi yang kerap tampak di dekat tempat kampanye. Ada tiga orang di dalamnya. Kadang mereka mengenakan pantalon dan kemeja, lain hari memakai kurta. Dari balik kurta itu nongol sepucuk senjata api -- gaya spion Melayu. Di tengah padang debu, ketiga penumpang itu kadang terdengar bercerita mengenai keindahan Jenewa. Rupanya memang betul. Mereka pengawal-pengawal pribadi Indira Gandhi. Perdana Menteri itu mengutus mereka untuk ikut menjaga keamanan sang anak. Toh sepanjang kampanye Rajiv enggan berhubungan dengan pejabat daerah. Juga tidak begitu senang akan kehadiran wartawan. Ketika Javed ingin mewawancarainya Arun Nehru Rajiv menyarankan wartawan itu berbicara dengan penduduk setempat saja. Pada akhirnya Javed berhasil juga berhadapan muka. "Melihat anda selama ini ragu-ragu memasuki politik, bagaimana kesan anda sekarang di tengah penduduk Amethi?" ujar Javed melancarkan pertanyaan. "Siapa bilang saya ragu-ragu?" balas Rajiv. "Well, begitulah kesan umum," sahut Javed. "Dan yang menciptakan kesan umum itu adalah kalian: pers," tukas Rajiv tangkas. "Jadi anda tak ragu-ragu?" pancing Javed. Baru Rajiv terdiam. Ia kemudian men jawab dengan nada yang tak begitu pasti. "Hanya soal waktu," katanya. *** Perjumpaan Rajiv dengan masyarakat lapisan bawah melalui kampanye ini bukan tidak mustahil sudah dipersiapkan secara matang. Masa lampaunya sebagai pilot selama ini tidak memberi kesempatan banyak untuk langsung bersentuhan dengan massa. Kini Rajiv terheran-heran, betapa rakyat di udik mengetahui banyak hal mengenai dirinya. Misalnya, mereka tahu bahwa istri Rajiv orang Italia. Atau bahwa sang istri berbahasa Hindi lebih halus ketimbang penduduk desa. Sebagian penduduk lagi seperti tak habis pikir, buat apa Rajiv ikut main politik. "Dia kaya, pilot kapal udara, dan kami dengar istrinya punya hotel di Italia. Buat apa dia masuk gelanggang politik?" kata seorangpenduduk yang diwawancarai Javed. Inilah mungkin pertanaan yang belum terjawab: buat apa7 Rajiv adalah generasi ketiga pemegang kekuasaan di India, sejak negeri itu dinyatakan merdeka. Dalam bahasa pihak oposisi, 'kesinambungan' itu disindir sebagai "melembagakan kekuasaan sebuah dinasti." Tapi Rajiv tak kehabisan jawab. "Tidak ada masalah kekuasaan dinasti," katanya. "Pilihan toh terletak di tangan rakyat. Kalau mereka tak memilih anda, mau apa? ' Justru di sini keistimewaan India. Dari Pandit Jawaharlal Nehru ke Indira, dari Indira ke Sanjay kemudian kini Rajiv, semuanya tampak konstitusional. Biasa-biasa saja. Kalau toh Rajiv sudah berketetapan menempuh karir politik, ia bukan tak menghadapi banyak persoalan. Kendati pamor ibunya masih semarak, sementara kekuatan pihak oposisi kian mundur, kenyataan tidak begitu manis. Sebagian pengamat menilai perdana menteri itu gagal membentuk 'pemerintah yang bekerja baik'. Padahal itulah yang dijanjikannya ketika ia terpilih kembali sebagai PM, 19 bulan lalu. Sekarang, ekonomi India tetap saja penyakitan, dengan kemampuan industri yang sangat rendah. Pemasukan tidak seimbang dengan anggaran belanja. Laju inflasi mencapai 15%. Tampaknya keadaan itulah yang bakal ditanggung Rajiv, kalau toh ia berhasil menggantikan sang ibu. Sebagai pilot ia memang memiliki pcngalaman 14 tahun. Tapi itu sih lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus