SEPUCUK surat melayang dari penjara. "Nasib negeri ini beIum
dapat dipastikan, ananda," demikian tertulis. "Tapi apa pun yang
terjadi, hendaklah kita melibatkan diri dalam peranan yang
berarti."
Penulis surat itu Pandit Jawaharial Nehru. Ditujukan kepada
putrinya, Indira, yang ketika itu masih belasan tahun.
India kemudian merdeka. Nehru terpilih sebagai perdana menteri
pertama. Dan tatkala ia mangkat, gadis kecil dulu itu sudah
matang untuk mengambil "peranan yang berarti." la segera tampil
ke tengah gelanggang politik India.
Kegiatan politik tampaknya sudah tak terpisahkan dari kehidupan
keluarga Indira Gandhi. Ketika ia berangkat tua, wanita yang
tangguh ini mempersiapkan putranya Sanjay meneruskan karir yang
sudah melembaga itu.
Dan Sanjay nyaris berhasil. Hanya maut tak memberinya
kesempatan. Dalam usia 33, lelaki yang lasak dan penuh semangat
itu tewas dalam kecelakaan pesawat terbang setahun lalu.
Sejak saat itu sebetulnya para pengamat politik tidak lagi
berharap terlalu banyak dari rumpun keluarga Nehru. Tapi
mendadak, bulan lalu, muncul sebuah nama: Rajiv Gandhi. Lebih
tua dua tahun ketimbang Sanjay, Rajiv bahkan telah memenangkan
sebuah kursi di parlemen -- yang kosong sepeninggal Sanjay.
Sampai Mei lalu Rajiv belum menarik perhatian. Kecuali bahwa ia
anak sulung perdana menteri yang tengah memerintah. Orang
mengenalnya sebagai pilot Boeing 737 perusahaan penerbangan
Indian Airlines.
Tapi rupanya, sejak kematian Sanjay, Rajiv sudah mulai "menolong
ibu" -- seperti yang dikatakannya baru-baru ini. Ia bertindak
sebagai asisten tak resmi, sambil mulai belajar memasuki serambi
kekuasaan di India. Peluangnya cukup besar. "Sebagai orang yang
paling dekat dengan Perdana Menteri, ia hanya memerlukan kemauan
untuk dengan mudah mengikuti jejak adiknya sebagai tokoh
berpengaruh nomor dua di India," tulis Time akhir bulan lalu.
Sang ibu sendiri pura-pura tidak begitu peduli. Padahal giat
ambil bagian dalam kampanye untuk memenangkan Rajiv baru-baru
ini. "Tapi bukan sebagai perdana menteri -- melainkan sebagai
ibu," kilahnya gesit. Terserah saja.
Berbeda dengan mendiang adiknya, Rajiv agak pendiam. Tidak
berkobar-kobar, juga lebih sederhana. Sikap ini pula agaknya
yang membuat sementara orang sangsi pada kemampuannya
"mendampingimu "
Dulu, Sanjay selalu bertindak penuh ambisi. Kadang bahkan agak
kasar. Ia sering mengangkat pengikutnya langsung melampaui
tangga karir atasan mereka. Dan ia, setidak-tidaknya, berhasil
memantapkan Partai Kongres yang sebelumnya sering goyah.
Maka begitu Sanjay meninggal, perselisihan segera muncul di
tubuh partai. Beberapa tokoh daerah bahkan seperti
terang-terangan unjuk gigi. Mereka tidak mengindahkan petunjuk
Indira dalam mengambil beberapa keputusan politik.
Rajiv memang tidak bisa diharapkan bertindak seperti Sanjay.
Kampanye di daerah Amethi bulan lalu merupakan "kombinasi metode
tradisional Partai Kongres yang meriah, dengan gaya yang unik
sebuah kepribadian," tulis Javed Faridi dari Hindustan Time.
Bersama fotografer S.N. Sinha, Javed meliput kegiatan 16 jam
Rajiv dalam sehari kampanye di wilayah itu.
Seperti biasanya, kampanye tetap hiruk-pikuk dengan rupa-rupa
pidato, pesta, dan pelbagai keramaian. Tapi Rajiv sendiri
tinggal tenang. Ia tidak disertai poster yang menuding-nuding
lawan. "Citra Rajiv tidak berubah sebagai seorang anggota
keluarga, saudara yang lebih tua, dan anak yang penurut,"
sambung Javed.
***
Pada pandangan pertama, Amethibagai sebuah pulau debu dengan bau
kemiskinan. Tapi penduduk tampaknya bersenang hati, tatkala di
batas cakrawala mucnul kepulan debu bagai sedang dipusingkan
angin.
Kepulan itu kian mendekat: sebuah rombongan dari kota! Dari
tengah romlongan itu muncul seorang lelaki dalam busana kurta
tenunan sendiri. Tegap tinggi, tampan, ia tampak lain sekali
dengan Sanjay yang sudah sering berkunjung ke sana. Amethi
memang daerah yang patut diandalkan Partai Kongres.
Rajiv sedang membina popularitasnya di sini. Berjalan dari desa
ke desa, di tengah terik matahari India, ia sudah hampir
berhasil. Lelaki, perempuan, anak-anak, mulai mengenalnya.
Bahkan mereka menanti Rajiv tampil dalam setiap rapat umum.
Umumnya dari golongan kelas pekerja.
Di wilayah ini, lawan-lawan Partai Kongres tak lagi seberapa
meyakinkan. Sanjay sempat berbuat banyak dulu. Misalnya
membangun saluran irigasi, mendirikan industri, dan memberi
pekerjaan kepada penduduk Amethi. Dan Rajiv sendiri dalam setiap
pidatonya tak jemu memuji dan mengambil hati penduduk.
Selama masa kampanye, Rajiv mengendarai jip kedua di dalam
konvoi. Jip ini didisain khusus, dengan motor disel berkekuatan
2.500 TK. Kacanya dibuka. Empat buah loudspeaker berkekuatan
tinggi dipasang di bumper depan. Sebuah sistem komunikasi
menghubungkan jip ini setiap waktu dengan PM Indira Gandhi.
Dalam rapat umum pertama pada hari kedua kampanye, Rajiv
mendapatkan seorang inspektur polisi di antara hadirin. Lengkap
berpakaian seragam. Ia mempersilakan inspektur itu meninggalkan
rapat. "Tak ada yang patut dikhawatirkan," katanya.
Pada pertemuan yang lain, lagi-lagi Rajiv menghalau seorang
polisi. Ia rupanya maklum, kehadiran orang-orang berseragam itu
malah mengganggu suasana kampanye. Sejak itu para polisi
mengikutinya dalam pakaian preman. Bahkan tulisan police pada
mobil mereka ditutup kertas putih.
TAPI sementara itu, wartawan Javed Faridi tak dapat melepaskan
perhatiannya dari sebuah taksi yang kerap tampak di dekat
tempat kampanye. Ada tiga orang di dalamnya. Kadang mereka
mengenakan pantalon dan kemeja, lain hari memakai kurta. Dari
balik kurta itu nongol sepucuk senjata api -- gaya spion Melayu.
Di tengah padang debu, ketiga penumpang itu kadang terdengar
bercerita mengenai keindahan Jenewa. Rupanya memang betul.
Mereka pengawal-pengawal pribadi Indira Gandhi. Perdana Menteri
itu mengutus mereka untuk ikut menjaga keamanan sang anak.
Toh sepanjang kampanye Rajiv enggan berhubungan dengan pejabat
daerah. Juga tidak begitu senang akan kehadiran wartawan. Ketika
Javed ingin mewawancarainya Arun Nehru Rajiv menyarankan
wartawan itu berbicara dengan penduduk setempat saja.
Pada akhirnya Javed berhasil juga berhadapan muka. "Melihat anda
selama ini ragu-ragu memasuki politik, bagaimana kesan anda
sekarang di tengah penduduk Amethi?" ujar Javed melancarkan
pertanyaan.
"Siapa bilang saya ragu-ragu?" balas Rajiv. "Well, begitulah
kesan umum," sahut Javed. "Dan yang menciptakan kesan umum itu
adalah kalian: pers," tukas Rajiv tangkas.
"Jadi anda tak ragu-ragu?" pancing Javed. Baru Rajiv terdiam. Ia
kemudian men jawab dengan nada yang tak begitu pasti. "Hanya
soal waktu," katanya.
***
Perjumpaan Rajiv dengan masyarakat lapisan bawah melalui
kampanye ini bukan tidak mustahil sudah dipersiapkan secara
matang. Masa lampaunya sebagai pilot selama ini tidak memberi
kesempatan banyak untuk langsung bersentuhan dengan massa.
Kini Rajiv terheran-heran, betapa rakyat di udik mengetahui
banyak hal mengenai dirinya. Misalnya, mereka tahu bahwa istri
Rajiv orang Italia. Atau bahwa sang istri berbahasa Hindi lebih
halus ketimbang penduduk desa.
Sebagian penduduk lagi seperti tak habis pikir, buat apa Rajiv
ikut main politik. "Dia kaya, pilot kapal udara, dan kami dengar
istrinya punya hotel di Italia. Buat apa dia masuk gelanggang
politik?" kata seorangpenduduk yang diwawancarai Javed.
Inilah mungkin pertanaan yang belum terjawab: buat apa7 Rajiv
adalah generasi ketiga pemegang kekuasaan di India, sejak negeri
itu dinyatakan merdeka. Dalam bahasa pihak oposisi,
'kesinambungan' itu disindir sebagai "melembagakan kekuasaan
sebuah dinasti."
Tapi Rajiv tak kehabisan jawab. "Tidak ada masalah kekuasaan
dinasti," katanya. "Pilihan toh terletak di tangan rakyat. Kalau
mereka tak memilih anda, mau apa? '
Justru di sini keistimewaan India. Dari Pandit Jawaharlal Nehru
ke Indira, dari Indira ke Sanjay kemudian kini Rajiv, semuanya
tampak konstitusional. Biasa-biasa saja.
Kalau toh Rajiv sudah berketetapan menempuh karir politik, ia
bukan tak menghadapi banyak persoalan. Kendati pamor ibunya
masih semarak, sementara kekuatan pihak oposisi kian mundur,
kenyataan tidak begitu manis.
Sebagian pengamat menilai perdana menteri itu gagal membentuk
'pemerintah yang bekerja baik'. Padahal itulah yang
dijanjikannya ketika ia terpilih kembali sebagai PM, 19 bulan
lalu.
Sekarang, ekonomi India tetap saja penyakitan, dengan kemampuan
industri yang sangat rendah. Pemasukan tidak seimbang dengan
anggaran belanja. Laju inflasi mencapai 15%.
Tampaknya keadaan itulah yang bakal ditanggung Rajiv, kalau toh
ia berhasil menggantikan sang ibu. Sebagai pilot ia memang
memiliki pcngalaman 14 tahun. Tapi itu sih lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini