Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengunduran diri Lili tidak membuat dugaan pelanggaran etik dan tindak pidananya lenyap.
Penerimaan tiket MotoGP Mandalika buat Lili bukan sekadar persoalan kode etik, melainkan tindak pidana.
Pengunduran diri Lili diduga sebagai upaya menghindari jeratan hukum secara etik maupun pidana korupsi.
JAKARTA – Pegiat antikorupsi dan pakar hukum ramai-ramai mendorong Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi tetap menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik Lili Pintauli Siregar, meski Wakil Ketua KPK itu mengundurkan diri dari jabatannya. Mereka berharap Dewan Pengawas nantinya memutuskan Lili melanggar kode etik berat karena menerima tiket MotoGP Mandalika dan akomodasi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, mengatakan pengunduran diri Lili tidak melenyapkan dugaan pelanggaran kode etik dan tindak pidananya. Dewan Pengawas bisa mengadili dugaan pelanggaran etik ini tanpa perlu menghadirkan Lili. “Dampak sidang itu memastikan orang tidak bisa lari meski mengundurkan diri. Harus diketahui kalau ada dampak lain soal dugaan gratifikasi Lili ini,” kata Feri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu menjelaskan, hasil sidang dugaan pelanggaran kode etik tersebut dapat menjadi pijakan untuk memastikan indikasi penerimaan gratifikasi Lili. Penerimaan gratifikasi tersebut nantinya bisa mengarah ke dugaan suap.
Menurut Feri, Dewan Pengawas KPK nantinya juga mesti menghukum Lili dengan hukuman pelanggaran etik terberat. Sebab, Lili kembali terjerat dugaan pelanggaran kode etik pada saat tengah menjalani sanksi etik, yaitu pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, di gedung KPK, Jakarta, 25 Maret 2022. TEMPO/Imam Sukamto
Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menilai skandal penerimaan tiket MotoGP Mandalika itu bukan sekadar persoalan kode etik, tapi juga tindak pidana yang semestinya diusut lembaga penegak hukum. “Unsur pidananya itu sangat kuat dugaan gratifikasi. Apalagi jika betul ada skenario rekayasa pembayaran backdate,” kata Busyo, Jumat, 1 Juli 2022.
Busyro mendorong agar Kejaksaan Agung ataupun Kepolisian Republik Indonesia dapat mengusutnya. KPK saat ini sulit mengusut perkara tersebut karena berpotensi ada konflik kepentingan. “Dengan segala hormat Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memproses masalah ini. Kami masyarakat sipil akan back-up,” kata dia.
Ia melanjutkan, masyarakat sipil akan bergerak jika lembaga penegak hukum emoh mengusut dugaan gratifikasi tiket MotoGP Mandalika tersebut. Mereka akan membuat peradilan sipil serupa dengan cara rakyat melawan ketidakadilan pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada masa penjajahan Belanda. Busryo mengaku masih merumuskan bentuknya.
Menurut dia, gerakan masyarakat sipil diperlukan untuk mendorong Dewan Pengawas tetap konsisten menyidangkan dugaan pelanggaran kode etik Lili. Sebab, dia mendapat kabar bahwa Dewan Pengawas disebut akan menghentikan persidangan etik tersebut dengan alasan Lili sudah mengundurkan diri dari jabatan pemimpin KPK.
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah, menguatkan pendapat tersebut. Dia merasa tipis harapan Dewan Pengawas dapat membongkar skandal dugaan tiket MotoGP tersebut.
Pesimisme itu muncul dari keputusan Dewan Pengawas soal pelanggaran kode etik Lili yang terbukti berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M. Syahrial—saat itu calon tersangka kasus suap lelang jabatan. Meski Lili terbukti melakukan pelanggaran etik berat, Dewan Pengawas hanya mengenakan sanksi pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan kepada Lili. “Padahal Dewan Pengawas punya legal standing untuk mengusut etik juga melaporkan tindak pidana dugaan gratifikasi,” kata Herdiansyah.
Wakil Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Asfinawati, mencurigai pengunduran diri Lili dari jabatan pimpinan KPK sebagai upaya menghindari jeratan hukum secara etik ataupun pidana korupsi. “Seolah-olah pertanggungjawabannya menjadi hilang dan menjadi permasalahan individu. Ini jamak ditemukan dalam pelbagai kasus korupsi,” kata Asfinawati.
Ia juga mendorong KPK, Kejaksaan Agung, dan kepolisian mengusut dugaan penerimaan gratifikasi Lili tersebut. Asfinawati justru merasa curiga bahwa KPK mengabaikannya.
Anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, mengatakan mereka masih berpegang pada jadwal awal, yaitu menggelar persidangan perdana dugaan pelanggaran kode etik Lili Pintuali Siregar pada 5 Juli mendatang. “Majelis etik dari Dewan Pengawas akan menyidangkan perkara Bu Lili,” kata Albertina, kemarin.
AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo