Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Ratu Di Industri Garmen

Sukses membangun kembali perusahaan yang hampir bangkrut dihantam krisis. Perempuan tangguh dan tangkas dalam mengelola bisnis.

13 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA Anne Patricia Sutanto terdengar lantang saat memimpin rapat di kantornya di kawasan industri PT Pan Brothers Tbk, Pasar Kemis, Tangerang, Banten, Senin pekan lalu. Dengan kalimat runtut dan tegas, logat Jawa masih terdengar kental dari perempuan kelahiran Solo, 28 Oktober 1972, ini. "Orang garmen enggak ada yang pelan bicaranya karena terbiasa teriak-teriak di pabrik," ujar Iswardani, sekretaris perusahaan PT Pan Brothers, kepada Tempo.

Tak hanya tegas, pembawaannya juga cekatan dan selalu tampil energetik. Di sela wawancara selama 30 menit dengan Tempo, Anne masih sempat menerima panggilan telepon dari kolega bisnisnya. Wawancara sempat terpotong agak panjang untuk teleconference dengan pembeli dari Jepang. "Enggak akan pernah selesai (pekerjaan). Hari ini panjang untuk saya," katanya.

Selain menjadi chief executive officer di PT Panca Prima dan wakil CEO Pan Brothers, istri Edmond Suryadarma ini memimpin sepuluh perusahaan lain secara aktif. Bidang usahanya terbentang dari sektor garmen, furnitur, kontraktor, hingga perkebunan sawit. Dia juga aktif di asosiasi sebagai Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Banten. "Saya terbiasa multitasking," ujarnya.

Perjalanan karier Anne dimulai sejak 1993, ketika ia mesti mempercepat studi di California, Amerika Serikat, karena sang ayah, Andi Sutanto, terkena stroke. Ia diminta meneruskan kepemimpinan ayahnya di perusahaan keluarga, PT Kayu Lapis Indonesia. Namun master of business administration dari Loyola Marymount University, Los Angeles, ini tidak betah karena merasa terus disindir pamannya, yang juga menjadi pemilik PT Kayu Lapis. Sang paman selalu berbicara bahwa bisnis kayu bukan bisnis perempuan.

Pada pertengahan 1996, Anne memutuskan keluar dari Kayu Lapis untuk melamar di perusahaan lain. Ketika masih dalam proses melamar, Anne dipanggil paman dari pihak ibunya, Handiman Cokrosaputro, bos PT Batik Keris. Di perusahaan yang didirikan kakeknya itu, Anne masuk tim uji tuntas PT Pan Brothers Tbk, yang akan diakuisisi Batik Keris melalui tender offer di bursa dan pembelian saham oleh anak usahanya, PT Trisetidjo Manunggal. Seusai akuisisi, Anne ditunjuk sang paman menjadi Direktur Keuangan Pan Brothers. "Saya resmi masuk direksi Pan Brothers pada 1 April 1997," katanya.

Hari pertama berkantor menjadi hari yang sangat berkesan bagi Anne. Sebab, dia dan jajaran direksi baru langsung disambut demonstrasi buruh. "Kami menyebutnya April fool," katanya. Tapi hari itu dia berhasil meredakan unjuk rasa. Diakuinya para buruh belum yakin pada profil manajemen baru yang rata-rata berusia muda. Anne sendiri saat itu baru 24 tahun. Pan Brothers ketika itu memang sedang goyah. Beban perusahaan berat: utang menumpuk dan omzet kecil. Kondisi krisis ekonomi dan pergantian rezim masa itu membuat industri garmen dan tekstil nasional rontok. Banyak industri manufaktur gulung tikar.

Kemampuan mengelola krisis memantapkan langkah Pan Brothers di sektornya meski dihajar kanan-kiri. Proteksi untuk industri tekstil dicabut pada 2004, juga krisis finansial dilanjutkan krisis Eropa pada 2008, dapat dilalui dengan baik. Anne dan direksi yakin kepada tim manajemen dan yakin kepada masa depan Indonesia. Perlahan tapi pasti, perusahaan semakin dipercaya pemasok, pembeli, serta pihak lain, seperti bank dan investor di bursa.

Kini perusahaan bisa menyatakan diri sebagai nomor satu di bidangnya di Indonesia. Dari omzet US$ 12 juta dan hampir bangkrut pada 1997, naik menjadi US$ 338 juta pada 2014 dan terus berkembang dengan 10 anak usaha. Puluhan merek telah diproduksi pabrik-pabriknya dengan pemasaran hampir ke semua negara di dunia. Perusahaan, kata Anne, menargetkan menjadi pemain nomor satu di Asia Tenggara dalam lima tahun, lalu terbesar di Asia dalam sepuluh tahun ke depan.

Menurut Anne, kunci suksesnya di Pan Brothers dan perusahaannya yang lain adalah komitmen kuat manajemen kepada para pemegang saham. Kedua, memiliki gairah dan semangat daya juang. Ketiga, yakin bahwa industri garmen akan selalu dibutuhkan sepanjang masa. Keempat, selalu berpikir sistematis dan progresif. Terakhir, keyakinan pada good will. "Hidup harus seimbang. Ora et labora, berdoa dan terus berusaha," kata penganut Katolik yang taat ini.

Selain itu, dalam mengelola perusahaan, yang diperlukan adalah komunikasi lancar dan transparansi. Yang tak kalah penting, pengambil keputusan juga harus tegas. Keputusan pun harus cepat dan tepat. "Untuk saya motonya mendingan cepat terus kita kontrol daripada lambat. Kalau lambat pasti hasilnya tidak tepat karena kehilangan momentum."

Prinsip terakhir yang ditekan dia adalah hati yang lurus. "Sebab, kalau hati bengkok, lama-lama orang akan tahu kebohongan kita," ujar wanita yang dinobatkan sebagai pebisnis wanita berpengaruh di Asia oleh Forbes ini.

Ia mengaku beruntung memiliki suami yang sudah dikenal sejak sekolah menengah atas. Di dunia bisnis, ia merasa sebagai "macan", tapi di rumah ia adalah istri dan suami adalah raja sekaligus partner membesarkan anak-anak. Anne pernah diprotes anak-anaknya yang merasa kehilangan ibu saat mereka membutuhkan. Tapi itu bisa diatasi setelah anak-anak memahami lebih cocok dengan "working mom" ketimbang seorang ibu biasa. "Kami menerapkan asas keterbukaan dan demokrasi di rumah," kata Anne.

Putra pertama Anne, Emilio Suryadarma, 17 tahun, mengatakan sang mama memang luar biasa cintanya kepada pekerjaan. Ia dan adiknya, Elena Suryadarma, mendukung apa yang dilakukan ibunda. "Ya, memang kelihatan jadi sacrifice waktu untuk keluarga. Tapi kan semua hal ada waktunya," kata Emilo, yang mengaku hanya bisa berkomunikasi saat beribadah ke gereja. Menurut dia, determinasi kuat dan fighting spirit sang mama menjadi contoh baik untuknya.

Sifat pekerja keras dan pembawaan Anne yang selalu serius menangani segala sesuatu diakui pula oleh Ludijanto Setijo, CEO Pan Brothers. "Dia pekerja keras dan punya passion pada bisnis ini karena garmen memang bukan bisnis gampang," kata Ludi. Dia mengaku beruntung memiliki sparring partner seperti Anne. "Hampir 90 persen yang kami targetkan dia bisa jalankan sendiri."

Ketua Apindo Anton Supit menilai Anne adalah pebisnis yang tangkas. Selain itu, dia piawai menangani masalah perburuhan, yang kerap menjadi momok bagi industri tekstil. "Dia selalu aktif setiap ada mediasi," ucapnya.


Anne Patricia Sutanto
Tempat dan tanggal lahir: Solo, 28 Oktober 1972
Pendidikan:
- Master of Business Administration Specialized in Finance, Loyola Marymount University, Los Angeles, Amerika Serikat (1994)
- Bachelor of Chemical Engineering, Minor in Business Administration, University of Southern California, Los Angeles, Amerika Serikat (1993)
Pengalaman:
- Kayu Lapis Indonesia, Pengembangan Bisnis (1995-1996)
- PT Batik Keris, Asisten Direktur Keuangan (1996-1997)
- PT Pan Brothers Tbk, Direktur (1997-2009)
- Komisaris Utama (2009-2010)
- Wakil Presiden Direktur(2010-sekarang)
- PT Pancaprima Eka Brothers (anak usaha PT Pan Brothers Tbk),
- Presiden Direktur (2010-sekarang)
Omzet 1997 US$ 12 JUTA
2014 >US$ 338 JUTA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus