Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Yudi Purnomo Harahap menilai remisi terhadap para koruptor lebih mudah setelah pencabutan Peraturan pemerintah (PP) 99 Tahun 2012 dicabut Mahkamah Agung. Ia menilai akan lebih baik jika KPK mendorong revisi Undang-Undang Pemasyarakatan yang saat ini diterapkan dalam implementasi pemberian remisi terhadap koruptor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Itu kan salah satu tugas KPK di bidang pencegahan bahwa hukumam berat tanpa remisi, dan tanpa jadi justice collaborator akan jadi efek jera,” kata Yudi kepada Tempo, Selasa, 9 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, kesulitan saat ini para tersangka korupsi tak punya ketetapan untuk bersikap kooperatif karena tak butuh status justice collaborator. “Dulu ditawari langsung, jadi tersangka berlomba-lomba membuka kasus korupsi yang menderanya untuk mendapatkan tersangka lain atau bagaimana peristiwa yang sebenarnya terjadi. Ke mana aliran dana, dan mengakui perbuatannya,” kata dia.
Menurut dia, pencabutan PP 99 Tahun 2012 dilakukan, maka narapidana korupsi tak ada bedanya dengan narapidana lainnya. “Maka narapidana korupsi kembali sama seperti narapidana lainnya,” ujarnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritisi pemberian remisi terhadap para narapidana, khususnya terhadap para koruptor. “Memang setelah (penerapan) UU Pemasyarakatan, pemberian remisi itu terlihat diobral oleh pemerintah,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Tempo, Senin, 8 April 2024.
Menurut dia, pencabutan PP 99 Tahun 2012 oleh Mahkamah Agung berdampak pada kemudahan para koruptor mendapatkan remisi. “Dalam PP 99 Tahun 2012 itu disebutkan jika terpidana korupsi ingin mendapatkan remisi maka mereka harus berstatus sebagai justice colaborator,” katanya.
ICW mendorong pemerintah merevisi dan mengembalikan pengaturan memperketat remisi bagi terpidana korupsi. Mengingat, kata Kurnia, masalahnya berada pada UU Pemasyarakatan. “Harusnya Dirjen PAS (Kemenkumham) meminta tanggapan terhadap aparat penegak hukum,” ujarnya.