Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Tak Sabar Menanti Rampung Revitalisasi

Revitalisasi Kota Tua Jakarta menimbulkan kemacetan parah. Bertujuan mengembalikan fungsi trotoar untuk pejalan kaki, bukan pedagang kaki lima.

17 Juni 2022 | 00.00 WIB

Pengunjung di pelataran Museum Fatahilah di Jakarta, 16 Juni 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Perbesar
Pengunjung di pelataran Museum Fatahilah di Jakarta, 16 Juni 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Pembangunan trotoar di sejumlah ruas jalan di kawasan Kota Tua menimbulkan kemacetan parah.

  • Revitalisasi trotoar dilakukan pemerintah untuk mengurangi aktivitas pedagang kaki lima.

  • Revitalisasi trotoar diharapkan bisa menarik minat pengunjung datang lagi ke Kota Tua.

JAKARTA — Amin Sunarya, 45 tahun, hanya bisa geleng-geleng kepala setelah menerobos kemacetan di Kota Tua, Jakarta Barat, kemarin. Kawasan yang dibangun oleh pemerintah kolonial itu tengah menjalani proyek revitalisasi Kota Tua.  

Menurut Amin, saat berangkat dari kawasan Gajah Mada menuju kantor Kecamatan Taman Sari, lalu lintas masih ramai lancar. Namun, begitu memasuki kawasan Kota Tua, skuter matiknya cuma bisa melaju seperti siput. 
 


Kemacetan parah terjadi di Jalan Kunir dan Jalan Kemukus. Jalan yang semula memiliki dua lajur itu, kini lebarnya tak sampai 4 meter. Walhasil, hanya satu mobil dan satu sepeda motor yang bisa lewat bersamaan. 
 
Siang itu, ada dua ekskavator terparkir di pinggir Jalan Kemukus, bagian dari proyek revitalisasi Kota Tua. Sejumlah pekerja membangun di trotoar Jalan Kunir dan Kemukus. Sederet papan pengumuman memampangkan permohonan maaf kepada pengguna jalan akibat perjalanan yang terganggu. "Sempat (lalu lintas) enggak bergerak dalam beberapa menit. Beberapa kali naik trotoar, baru agak bisa jalan," kata Amin.

Revitalisasi Kota Tua di Jakarta, 16 Juni 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Yahya, tukang ojek online, juga mengeluhkan macetnya lalu lintas di sejumlah ruas jalan di Kota Tua. Ia terjebak macet di Jalan Kunir, Kemukus, Lada, dan Lada Dalam. Ia sampai merasa perlu meminta maaf kepada pelanggan yang kelewat lama menunggu pesanan makanan. "Alhamdulillah, orangnya enggak marah, malah ngasih tip," ujarnya. 
 
Kemacetan yang terjadi di sekujur Kota Tua disebabkan oleh revitalisasi jalur pedestrian. Ada tiga jalan yang dibangun ulang trotoarnya, yakni Jalan Kemukus, Jalan Ketumbar, dan Lada Dalam. Tujuannya, menata pedagang kaki lima dan tukang parkir yang selama ini menguasai trotoar Kota Tua, serta mengembalikan fungsi trotoar kepada pemilik sahnya, pejalan kaki. "Ini adalah antisipasi PKL liar dan parkir liar," kata Sekretaris Kota Jakarta Barat, Iin Mutmainnah, Selasa lalu. 
 
Menurut Iin, keberadaan pedagang kaki lima menyerobot hak pejalan kaki. Trotoar tak bisa dilalui, pejalan kaki terpaksa turun ke aspal. Dampaknya, menambah kemacetan. Meski begitu, Pemerintah Kota Jakarta Barat berjanji menyediakan lahan agar pedagang kaki lima tetap bisa melapak di Kota Tua. Dinas Bina Marga DKI Jakarta menyatakan revitalisasi trotoar Kota Tua akan rampung pada bulan depan.
 
Yanto, pedagang gorengan yang mangkal tak jauh dari Stasiun Kota, mengeluhkan dampak proyek revitalisasi Kota Tua yang membuat pendapatannya turun. Sebab, kemacetan yang terus terjadi membuat pengendara sulit berhenti untuk membeli tahu ataupun pisang goreng. "Bagaimana kalau benar disuruh pindah dari sini," kata Yanto. 
 
Lina, penjual minuman kemasan, juga mengeluhkan larangan berjualan di kawasan Kota Tua. Dia makin waswas lantaran petugas Polisi Pamong Praja kerap mondar-mandir di sana. "Takut tiba-tiba ditertibkan," kata dia.

Pemugaran jalur pedestrian di Kota Tua, Jakarta, 29 Mei 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Selain kemacetan, debu menjadi sumber ketidaknyamanan di Kota Tua Jakarta. Revitalisasi trotoar, mau tidak mau, membuat debu terbang seakan-akan tiada berkesudahan.

Amir misalnya, ia meminta anaknya yang berusia 7 tahun memakai kacamata hitam miliknya saat berjalan melewati jalan yang direvitalisasi menuju Museum Fatahillah. "Untung di tas saya ada kacamata. Kasihan kalau anak kelilipan debu," kata pria berusia 36 tahun itu. Amir mengajak anaknya yang sedang libur sekolah untuk pelesiran di Kota Tua. Cuaca yang relatif mendung kemarin sore mendukung niatnya.
 
Sepeda ontel, yang berkelir warna terang, menjadi hiburan populer di Alun-alun Museum Fatahillah. Ada belasan pelapak yang menyewakan sepeda kuno di sana dengan banderol Rp 20 ribu per 30 menit.

Cevi Mulyadi, 50 tahun, salah satunya. Dia mengatakan liburan sekolah membuat kawasan wisata itu makin ramai. Meski demikian, dia melanjutkan, tingkat kunjungan belum seramai masa pra-pandemi Covid-19 saat sehari bisa menyewakan hingga sepuluh sepeda. "Sekarang, laku dua saja sulit," kata dia. Dia berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa sesegera mungkin menyelesaikan revitalisasi Kota Tua. "Biar semakin indah dan pengunjung semakin tertarik datang."  

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus