Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia tertatih di Jalan Tahrir yang lengang. Berhenti sebentar di depan tank berwarna kuning pasir dan memegang luka di atas tulang pipi. Seorang tentara menghampiri dan bertanya apakah dia baik-baik saja. Pemuda itu hanya mengangguk dan meneruskan langkahnya. Pagi masih buta, dia berjalan di bawah sinar merkuri. Pada termometer dingin tercatat 7 derajat Celsius, dan pemuda berjenggot tipis itu membekap tubuhnya dengan jaket tebal dan lehernya dengan kafiyeh. Di Kamis pagi yang dingin itu, dia keluar dari Midan Tahrir, Kairo, untuk sementara. ”Saya akan kembali siang nanti,” katanya kepada Tempo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo