Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH kericuhan/mengenai penguasaan tanah seperti banyak
diributkan belum lama ini di Jakarta sempat memasuki ruang
Pengadilan Negeri Jakarta Barat-Selatan. Pengadilan ini 3
Nopember 1977 lalu memutuskan: gugatan PT Wista Jaya dalam
kasus Simprug II ditolak secara keseluruhan.
Penggugat dalam perkara itu adalah PT WJ. sebuah perusahaan
real estate pimpinan Dr. Kenneth Hidayat (Keu Taw Wong)
melalui pengacaranya Mr. Dr. Gautama. Yang digugat adalah
Pemerintah RI yaitu Departemen Dalam Negeri. Persoalannya
menyangkut areal tanah 186.950 MÿFD di Grogol Selatan (simprug).
Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Melalui surat izin
penyerahan tanah dari Ditjen Agraria tertanggal 13 Agustus
1975 Wista Jaya menguasai tanah tersebut dengan sertifikat
hak guna bangunan (hgb). Penguasaan ini didapatnya melalui
protes-protes keras dari beberapa orang penduduk yang merasa
menjadi pemilik sah tanah-tanah tadi.
Walaupun protes-protes itu tak dihiraukan Direktorat Agraria
DKI, namun pihak Ditjen Agraria dalam keputusannya 11 Oktober
1975 memblokir tanah tadi. Dan kericuhan mulai menampakkan diri
ketika ternyata bahwa beberapa hari sebelum keputusan tadi pihak
Agraria Jakarta Selatan telah mengeluarkan sertifikat (nomor
279/Grogol Selatan) atas nama WJ. Letak ketak-beresannya adalan
tanah itu buru-buru dikukuhkan melalui sertifikat atas nama
seseorang (badan) sebelum jelas siapa pemilik sah sebenarnya.
Bagi-Bagi Sertifikat
Dan tindakan itu rupanya memang berekor panjang. Sebab Menteri
Dalam Negeri/Dirjen Agraria dengan surat keputusan 'Maret 1976
membatalkan penguasaan tanah itu kepada WJ seperti yang pernah
diberikannya dan mengembalikan sebagian areal tadi kepada
pemilik sah semula. Sehingga perusahaan real estate itu hanya
tinggal menguasai sekitar 15 hektar lagi. Keputusan ini kontan
dibalas WJ dengan mengadukan Pemerintah RI ke pengadilan karena
merasa dirinya dirugikan.
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat/Selatan untuk menolak
gugatan WJ terutama karena terbukti perusahaan ini telah
menyalahgunakan tanah tadi untuk mencari keuntungan dengan tak
semestinya. Misalnya melalui dua orang ahli agraria di Ditjen
Agraria, pihak pemerintah (tergugat) membuktikan di pengadilan
bahwa WJ telan membagi-bagi areal tanah yang dikuasainya tadi
menjadi sebanyak 68 kapling (sertifikat). Yaitu
sertifikat-sertifikat nomor 296/Grogol Selatan sampai dengan
nomor 365/Grogol Selatan. Sebagian besar sertifikat yang
dikeluarkan Direktorat Agraria DKI itu atas nama WJ dan sisanya
perseorangan. Tanah-tanah tadi dipindah-namakan sebelum
dibangun dan masih dalam keadaan seperti semula. Hal ini secara
jelas melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri nomo 5/1974 dan
dengan sendirinya UU Pokok Agraria.
Meskipun WJ, perusahaan yang tergabung dalam grup Wisma Karya
dengan Presiden Komisaris Suwoto Sukendar (tokoh Kadin itu)
mengajukan naik banding atas putusan pengadilan tadi, tapi
rupanya kejadian ini merupakan salah satu contoh kericuhan
mengenai tanah di Jakarta. Sumber TEMPO di Ditjen Agraria
mengungkapkan, jika semua kericuhan tanah yang menyangkut
perusahaan real estate di Jakarta sempat terungkap di depan
pengadilan, tak mustahil semua kecurangan tanah di ibukota ini
akan terungkap pula. Sumber itu menuturkan kecurangan terutama
sekali terletak pada cara dan jumlah penguasaan tanah serta
penggunaannya dengan cara tak semestinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo