Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Risau Tersebab Project S

Pemerintah dan pelaku UMKM menyoroti rencana implementasi Project S TikTok Shop. Dihantui persoalan perdagangan lintas batas.

15 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peluncuran Project S oleh TikTok Shop di Inggris membuat pelaku UMKM cemas.

  • Aturan perdagangan lintas batas masih belum cukup kuat melindungi produk buatan dalam negeri.

  • Daya saing produk dalam negeri masih kalah dibanding produk impor.

JAKARTA – Gempuran produk retail impor melalui platform lokapasar ataupun media sosial (social commerce) mengundang keresahan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satu isu yang tengah menjadi sorotan para pelaku UMKM adalah Project S TikTok Shop. Proyek itu diduga digunakan perusahaan media sosial asal Cina tersebut untuk mengumpulkan data pengguna dan menghasilkan analisis produk-produk yang laris di suatu negara, termasuk Indonesia, untuk kemudian diproduksi di Tiongkok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny, mengatakan keresahan itu semakin menjadi-jadi karena saat ini pelindungan pemerintah atas praktik perdagangan lintas batas atau cross-border masih minim, terlebih terhadap transaksi yang dilakukan melalui platform social commerce. “Pelaku UMKM kebanyakan sudah tahu dan mendengar Project S ini. Mereka tidak mengerti aturan pelindungan yang seharusnya didapat dari pemerintah seperti apa. Sebab, bagi UMKM, yang penting jualan saja,” katanya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Praktik perdagangan cross-border dianggap hanya menguntungkan pedagang asing yang menjajakan produk dengan harga sangat murah dan mengincar pasar potensial di Indonesia. Apalagi transaksi pembelian barang lintas batas nilainya kecil sehingga terbebas dari bea masuk impor. Hal itu berbeda dari praktik impor yang lazim dilakukan pedagang lokal. Biasanya, mereka mengimpor barang dalam jumlah besar untuk dijual kembali kepada konsumen. Dengan cara ini, barang yang diimpor melalui prosedur bea-cukai dan penjualnya pun berasal dari Indonesia, sehingga berkontribusi terhadap penerimaan negara melalui pemenuhan ketentuan perpajakan.

"Dengan adanya platform seperti TikTok Shop, pasti makin banyak produk luar negeri yang mudah masuk dan dibeli masyarakat Indonesia. Padahal produk-produk yang ditawarkan juga banyak diproduksi atau dibuat oleh UMKM lokal, sehingga dampaknya merugikan,” ucap Hermawati. Meski begitu, di sisi lain, pelaku UMKM lokal juga banyak menggunakan TikTok Shop sebagai alternatif kanal penjualan. “Karena sedang viral dengan banyaknya promosi yang diberikan, banyak konsumen menggunakan platform ini, dan memang berpengaruh pada kenaikan penjualan.”

Pekerja tengah menyiapkan barang yang akan dikirim di Tangerang Selatan, Banten. TEMPO/Tony Hartawan

Memikat Konsumen

Barang impor dengan harga miring terbukti memberikan daya tarik sendiri bagi konsumen. Seperti yang dirasakan Novi Henriatika, karyawan swasta yang tinggal di Jakarta Selatan. Sekitar empat tahun lalu, dia senang bukan kepalang ketika menemukan sebuah toko baju daring di platform Lazada yang menjual pakaian kerja berukuran besar. “Waktu itu, masih sedikit toko online yang menjual pakaian seperti itu,” ujarnya.

Harga barang yang ditawarkan di toko itu membuat Novi kian bungah. Pasalnya, setelan kerja yang ia taksir dijual seharga Rp 150 ribu, meski ternyata produknya dikirim dari Cina. Kadung tertarik, pada pertengahan 2019, Novi mencoba memesan sepotong baju dari toko tersebut. “Ternyata ongkos kirimnya hanya Rp 10 ribu.” Produk yang ia beli pun tiba di Tanah Air hanya dalam waktu kurang dari satu bulan. “Seingat saya, tiga minggu juga sudah sampai.”

Hal tersebut membuat perempuan berusia 26 tahun ini keranjingan berburu dan memesan barang-barang asal Cina yang dipasarkan di platform marketplace Tanah Air. Namun, pada pertengahan 2020, kegemaran Novi terhenti karena adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Setelah aturan itu terbit, harga baju asal Cina di toko langganan Novi melonjak. “Karena ada pajak tambahan. Kalau ditotal dengan ongkos kirim, saya bisa kena Rp 350-an ribu.”

Toh, meski begitu, kini Novi masih gemar mencari barang impor di platform lokapasar. Terbaru, pada Juni lalu, ia memesan sebuah cangkang iPhone 14 Pro Max seharga Rp 25 ribu dari Cina. “Saya pesan lewat Shopee.” Produk serupa juga sebetulnya dia temukan di platform yang sama. “Tapi harganya Rp 85 ribu, ya saya lebih memilih yang murah.” Saat membeli casing ponsel itu, Novi bahkan tak membayar ongkos kirim karena mendapat promo. Produknya pun relatif tiba dalam waktu cepat. Hanya lima hari sejak ia melakukan check-out, produknya sudah diantar kurir ke tempat tinggalnya.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengungkapkan kekhawatirannya akan agresivitas berbagai platform e-commerce dan social commerce yang terus memperbesar pangsa pasarnya di Indonesia. Teten pun menaruh perhatian khusus terhadap kabar Project S yang baru dirilis di Inggris oleh TikTok Shop. “Melalui Project S, TikTok diduga akan menggunakan data mengenai produk-produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di Cina,” ucapnya.

Adapun data yang diduga dikumpulkan TikTok dan TikTok Shop cukup spesifik serta tidak biasa dikumpulkan oleh platform lokapasar lainnya. Data tersebut, antara lain, adalah data konten yang ditonton, akun yang diikuti, pesan pribadi dalam chat, kunjungan situs web lain di luar TikTok, akses kamera dan mikrofon, serta aplikasi lain yang digunakan dalam gawai.

Dengan teknologi dan sumber daya yang berlimpah, disertai kekosongan regulasi yang mengatur platform social commerce, TikTok diyakini mampu mendorong produk-produk murah Cina membanjiri pasar domestik. “Padahal selama ini pelaku UMKM dalam negeri sudah sangat menderita akibat adanya transaksi cross-border yang dilakukan sejumlah platform lokapasar dan social commerce asing,” kata Teten. Ia mencontohkan, kondisi para perajin dan produsen hijab lokal yang makin tersingkir oleh hijab impor, terutama oleh produksi Cina yang harganya sangat murah.

Merujuk pada studi World Economic Forum (WEF), hingga 2021, sebesar 75 persen dari 1,02 miliar produk hijab yang diperjualbelikan di Indonesia merupakan produk impor. Barulah sisanya, sebanyak 25 persen, merupakan produk hijab buatan lokal. Berdasarkan laporan yang sama, pada 2021, masyarakat Indonesia ditaksir merogoh kocek untuk membeli hijab hingga US$ 6,9 miliar.

Aktivitas karyawan di gudang Cainiao dari Proyek Lintas Batas Internasional Alibaba di Cina. Reuters/CFOTO/Sipa USA

Produk Lokal Kalah Bersaing

Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PKS, Amin Ak., menilai praktik perdagangan lintas batas bakal merugikan pelaku UMKM yang masih membutuhkan pendampingan, penguatan, dan proteksi atau pelindungan dari serbuan produk impor. Ia menyitir data Bank Indonesia pada 2022 yang menyebutkan nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp 476,3 triliun. "Dari nilai itu, sebesar Rp 428,67 triliun atau 90 persennya dinikmati produsen luar negeri, terutama dari Cina,” ujarnya.

Praktik perdagangan lintas batas, terutama lewat platform social commerce, kata dia, menjadi pertarungan pasar di ruang kosong regulasi dalam situasi yang tidak seimbang dan tidak menguntungkan UMKM lokal. “Sayang sekali kalau ini terus dibiarkan, padahal kita tahu UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional yang menyerap 97 persen angkatan kerja. Sebanyak 65 juta pelaku UMKM berkontribusi terhadap 60,3 persen PDB (produk domestik bruto) nasional,” kata Amin.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Izzudin Farras, mengungkapkan bahwa isu penjualan barang lintas batas telah mengemuka sejak masa pandemi Covid-19, yang kala itu barang impor masuk deras ke dalam negeri tanpa adanya kontribusi terhadap penerimaan negara. Sebelum TikTok, sejumlah platform lokapasar pernah tersandung persoalan serupa.

Waktu itu, mereka menyediakan layanan perdagangan lintas batas langsung dari penjual asal Cina kepada konsumen di dalam negeri. “Project S TikTok Shop ini gejala yang kembali mengemuka karena tidak ada regulasi yang mengatur barang impor yang bisa masuk melalui platform social commerce di Indonesia,” ucapnya.

Dengan keberhasilan penjualan di TikTok Shop yang pada tahun lalu dilaporkan sebesar US$ 2,5 miliar dan rencana investasi sebesar US$ 10 miliar dalam lima tahun ke depan, produk UMKM lokal berpotensi tergerus oleh produk impor jika Project S dijalankan di Indonesia. “Barang-barang yang dijual pada dasarnya sudah murah karena produksi manufaktur di Cina sangat masif dan efisien dengan cost yang lebih rendah. Ditambah lagi adanya subsidi dari Bytedance dan TikTok untuk ongkos kirim,” kata Farras.

Ekonom dari Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan persoalan perdagangan lintas batas yang masih terus berulang merupakan konsekuensi dari semakin tipisnya batasan transaksi perdagangan antarnegara saat ini. “Hal ini juga tidak terlepas dari kemajuan teknologi digital yang memudahkan konsumen membeli produk dari negara lain dengan menggunakan beragam perangkat,” ujarnya.

Di sisi lain, UMKM domestik berpotensi mengalami potensi kerugian yang cukup besar, mengingat daya saing mayoritas produk-produk UMKM Indonesia dengan negara lain, khususnya Cina, relatif rendah. “Edukasi dan literasi kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan. Utamanya mengenai administrasi ketika membeli barang impor, sembari berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Bea-Cukai untuk melakukan pengawasan,” kata Yusuf.

Project S Belum Masuk Indonesia

Merespons aneka tudingan tersebut, manajemen TikTok Shop Indonesia membantah adanya implementasi Project S di Indonesia. “Inisiatif tersebut tidak tersedia di Indonesia,” ujar perwakilan manajemen melalui surat elektronik kepada Tempo. TikTok Shop juga membantah adanya bisnis lintas batas atau cross-border dalam ekosistem TikTok Shop Indonesia.

“TikTok Indonesia berkomitmen memberdayakan penjual lokal dan UMKM di Indonesia, serta akan terus berinvestasi di Indonesia,” demikian jawaban manajemen. Salah satu inisiatif yang didorong adalah TikTok Jalin Nusantara, yang telah diumumkan dalam acara TikTok SEA Impact Forum. Inisiatif itu ditujukan untuk membantu lebih dari 120 ribu pelaku UMKM beralih ke bisnis daring dan berpartisipasi di ekonomi digital dengan nilai investasi sebesar US$ 12,2 juta. Investasi tersebut, antara lain, terdiri atas dana hibah tunai, pelatihan keterampilan digital, serta kredit iklan untuk UMKM, termasuk bisnis mikro di wilayah perdesaan dan pinggiran kota.    

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, membenarkan bahwa TikTok Shop Indonesia belum menyediakan layanan perdagangan lintas batas. Berdasarkan penelusuran timnya pada platform TikTok Shop, saat ini kebanyakan produknya memang berasal dari industri dalam negeri. “Memang barang yang dijual TikTok Shop adalah produk dalam negeri milik UMKM. Tidak ada barang yang sifatnya cross-border,” katanya. Meski demikian, sebagai langkah antisipasi, Kementerian Perdagangan telah meminta TikTok membuka kantor cabang di Indonesia.

GHOIDA RAHMAH | RIANI SANUSI PUTRI | PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus