JAKARTA – Sejumlah kalangan mengkritik rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalokasikan
dana hibah untuk Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya senilai Rp 313 miliar berdasarkan anggaran 2022. Dana tersebut dianggap terlalu besar untuk dihibahkan kepada instansi yang masih menginduk kepada pemerintah pusat.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyebutkan ada problem yang lebih mendasar selain memperhitungkan pantas atau tidaknya Kodam Jaya dan Polda Metro Jaya menerima bantuan hibah dari pemerintah DKI. "Soal kecukupan dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) DKI yang saat ini menghadapi banyak kebutuhan mendesak terkait dengan pandemi Covid-19," kata Lucius ketika dihubungi, kemarin, 16 Februari.
Menurut dia, masih banyak kebutuhan penanganan pandemi yang menjadi prioritas alokasi anggaran Pemprov DKI Jakarta. Singkat kata, lebih baik uang hibah tersebut dipakai untuk mengurus penanganan wabah di Ibu Kota.
Selain itu, kondisi perekonomian masyarakat Jakarta masih babak belur lantaran dihantam pandemi, yang diikuti dengan aturan pembatasan yang diterapkan pemerintah. Walhasil, bantuan langsung kepada masyarakat jauh lebih penting dilakukan oleh Pemprov DKI saat ini. "APBD semestinya dialokasikan secara tepat melalui pos-pos resmi yang ada," kata Lucius.
Lucius melanjutkan, kalaupun DKI berkukuh tetap memberikan
dana hibah, sebaiknya nilainya tak terlalu besar. Terlebih, faktanya pendapatan DKI pun mengalami gangguan akibat dampak pandemi. "Lebih penting memastikan urgensi penerima hibah agar tak dinilai sebagai bagian dari keterkaitan politik tertentu," ujarnya.
Lucius khawatir, jika DKI tak bijak dalam membelanjakan anggaran hibah, hal itu berdampak pada masyarakat yang ekonominya kurang mampu. Sebab, dana yang seharusnya dibelanjakan untuk bantuan masyarakat justru dialokasikan ke lembaga lain yang sejatinya sudah punya anggaran sendiri dari negara.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI, Inggard Joshua. dprd-dkijakartaprov.go.id
Kritik juga datang dari parlemen di Kebon Sirih. Wakil Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, Inggard Joshua, meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta meninjau ulang mekanisme pemberian hibah. Menurut Inggard, mekanisme pengajuan hibah saat ini dinilai terlalu mudah tanpa adanya kajian mendetail ihwal urgensi pemberian hibah.
"Cuma surat, tidak bisa kita tanyakan langsung kepentingannya apa. Ini harus dievaluasi. Seleksinya harus ketat," kata Inggard di Gedung DPRD Jakarta, Selasa, 15 Februari lalu.
Politikus Partai Gerindra itu berharap bantuan hibah memberikan dampak langsung kepada warga Jakarta. Sebab, hingga saat ini sebagian warga Ibu Kota masih mengalami kendala ekonomi akibat pandemi.
Inggard pun menyentil anggaran hibah untuk Kodam Jaya. Menurut dia, anggaran
dana hibah dapat dialokasikan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Kodam Jaya membutuhkan dana untuk meningkatkan manfaat command center senilai Rp 121,86 miliar dan penggantian lahan Kodim 0503/Jakarta Barat yang berlokasi di Jalan S. Parman, Jakarta Barat, sebesar Rp 105 miliar. Inggard menyatakan hibah untuk penggantian lahan sudah dibahas dalam rapat kerja Komisi A.
Namun hibah peningkatan manfaat command center tak pernah disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi A, tapi masuk pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2022. "Kalau kami hanya ketemu di KUA-PPAS, ketemu cuma suratnya. Tidak bisa kami tanya ini kepentingannya apa," kata Inggard.
Sebelumnya, Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin mengatakan pihaknya sudah menjalankan sejumlah tahapan seleksi sesuai dengan ketentuan. Menurut dia, Satpol PP DKI hanya menyeleksi proposal hibah yang masuk sebelum pembahasan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dimulai.
Adapun proposal hibah yang datang setelah tahap RKPD tidak akan diproses. Itu pun sudah ratusan permohonan
dana hibah yang masuk dan diseleksi ketat oleh Arifin dan jajarannya. "Hasilnya, hibah diberikan kepada tiga instansi tersebut," ujar dia.
INDRA WIJAYA | LANI DIANA