Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah ekonom dan praktisi perpajakan menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara yang dicanangkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024-2029 tak lagi relevan dengan kebutuhan negara.
Gagasan tentang badan penerimaan itu berulang kali muncul dalam setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo.
Usulan tentang Badan Penerimaan Negara dinilai ingin meniru Internal Revenue Sevice (IRS)—lembaga bentukan pemerintah Amerika Serikat untuk pemungutan dan penegakan hukum pajak.
JAKARTA – Sejumlah ekonom dan praktisi perpajakan menilai pembentukan Badan Penerimaan Negara yang dicanangkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024-2029 tak lagi relevan dengan kebutuhan negara. Lembaga itu justru akan menjadi beban tambahan bagi pemerintah karena proses penganggaran harus dikoordinasikan antara Kementerian Keuangan dan Badan Penerimaan Negara.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan usulan mengenai Badan Penerimaan Negara dalam dokumen visi-misi yang diterbitkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu hanyalah ide lama yang diputar kembali. “Sekarang sudah tidak urgen dan tak relevan dengan kondisi saat ini,” kata Fajry kepada Tempo, kemarin.
Target pembentukan Badan Penerimaan Negara menjadi salah satu program dalam misi nomor 2 Anies-Muhaimin dari total delapan misi pemerintahan pasangan tersebut. Dalam dokumen visi-misi bertajuk “Indonesia Adil Makmur untuk Semua” itu, pasangan ini menargetkan peningkatan pendapatan negara. Lembaga yang akan bergerak di bawah presiden tersebut dibangun untuk memperbaiki integritas dan koordinasi antar-instansi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duet Prabowo-Gibran bahkan ingin mengerek rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 23 persen melalui Badan Penerimaan Negara. Pendirian lembaga tersebut menjadi salah satu target yang mereka sertakan dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat. Dalam dokumen visi-misi Prabowo-Gibran, tertulis bahwa negara membutuhkan terobosan konkret dalam hal penerimaan, khususnya dari dalam negeri. Pasangan yang memegang nomor urut 2 itu menilai sebagian pembangunan ekonomi harus dibiayai anggaran pemerintah. “Anggaran pemerintah perlu ditingkatkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak,” begitu bunyi visi Prabowo-Gibran.
Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memaparkan beberapa program yang akan diterapkan saat resmi terpilih menjadi wakil presiden di Indonesia Arena, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 25 Oktober 2023. TEMPO/Magang/Joseph
Wacana yang Berulang Kali Muncul
Menurut Fajry, gagasan tentang badan penerimaan itu berulang kali muncul dalam setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo. Dulu lembaga itu dicetuskan di tengah keterbatasan jumlah pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Badan penerimaan sempat akan dijadikan wadah untuk sumber daya baru yang direkrut Direktorat Jenderal Pajak.
Isu jumlah petugas pajak, kata Fajry, tak lagi menjadi persoalan di tengah penguatan teknologi administrasi pajak. Alih-alih menambah orang, pemerintah justru mengurangi kebutuhan manusia di tengah Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) alias core tax system. Otoritas pajak pun sebenarnya berulang kali merekrut pegawai secara massal, terakhir pada 2017-2018. Pada periode 2013-2018, Fajry meneruskan, jumlah dan belanja pegawai Direktorat Jenderal Pajak meningkat, masing-masing 40,4 persen dan 77,38 persen.
Dalam hal penguatan kelembagaan fiskal, pemerintah sebenarnya sudah mereformasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Di dalamnya sudah ada integrasi antara nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) serta skema pencegahan penghindaran pajak. “Esensi badan penerimaan sudah ada,” kata dia. “Jika dibuat ulang, malah menyulitkan Kementerian Keuangan karena penerimaan menjadi kewenangan lembaga ini.”
Kepala Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan calon pemimpin rezim baru ingin meniru Internal Revenue Sevice (IRS)—lembaga bentukan pemerintah Amerika Serikat untuk pemungutan dan penegakan hukum pajak. Tidak diisi aparatur negara, organisasi tersebut dikelola oleh profesional yang ditunjuk pemerintah. Bila diterapkan di Indonesia, kata Andry, lembaga penerimaan ini justru berisiko merusak kepercayaan masyarakat. “Karena tak ada jaminan soal profil anggotanya. Jangan-jangan malah jadi tempat bagi-bagi jabatan antar-politikus,” kata dia.
Peneliti dari Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, menganggap pembentukan badan penerimaan akan membuang banyak waktu pemerintahan baru. Pasalnya, butuh waktu panjang untuk mengurus administrasi dan nomenklatur lembaga non-kementerian anyar. Dia mencontohkan Otoritas Jasa Keuangan yang sumber dayanya diserap dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
Suasana pelayanan Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, Jakarta, 20 November 2023. Tempo/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pembentukannya bisa 2-3 tahun sendiri, belum termasuk durasi untuk melengkapi keanggotaan,” tutur Deni. Padahal pemerintah harus berfokus meningkatkan rasio pajak terhadap PDB yang kini masih berkisar 10 persen. Kesibukan pemerintah bertambah lantaran target penerimaan pajak dalam negeri pada 2023 belakangan dinaikkan menjadi Rp 2.045 triliun, dari sebelumnya Rp 1.963 triliun. Ada juga pekerjaan rumah untuk menarik pajak dari sektor informal yang belum terjamah pemerintah.
Analis dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, mengimbuhkan, badan rancangan dua pasangan capres dan cawapres itu membutuhkan perubahan Undang-Undang Dasar Keuangan Negara. Saat ini kewenangan pemungutan pendapatan negara masih murni dimiliki Kementerian Keuangan. “Tantangan lain, badan ini belum menjamin dapat mengerek rasio pajak. Hal itu bergantung pada kinerjanya.”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya bungkam ketika ditanyai mengenai gagasan pembentukan Badan Penerimaan Negara. Bendahara negara itu hanya tersenyum ketika dihampiri Tempo dan awak media di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat pada 8 November 2023, persis setelah menghadiri rapat bersama Komisi Keuangan DPR.
Tempo juga berupaya meminta konfirmasi soal rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara kepada tim pasangan Prabowo-Gibran ataupun Anies-Muhaimin. Namun, hingga berita ini diturunkan, tim dari dua pasangan calon presiden tersebut tidak merespons pertanyaan Tempo. Dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia pada 8 November lalu, Anies Baswedan mengatakan Badan Penerimaan Negara nantinya mengintegrasikan dan mengkoordinasi semua hal ihwal revenue negara. Karena lembaga ini merupakan institusi baru, butuh transisi agar tidak menimbulkan gejolak.
Adapun saat debat tim capres pada 9 November lalu, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Panji Irawan, mengatakan usulan pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan upaya penyempurnaan sistem penerimaan negara.
YOHANES PASKALIS | KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo