Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PDI Perjuangan memiliki tujuh kandidat untuk menggantikan Juliari Batubara sebagai Menteri Sosial.
Kandidat utama disebut-sebut adalah Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo, tapi dia menolak.
Sempat muncul nama Wali Kota Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sebelum memilih Tri Rismaharini.
JAKARTA – Tri Rismaharini merupakan calon menteri yang paling akhir dihubungi Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Senin lalu. Wali Kota Surabaya itu diminta datang ke Istana sebagai kandidat Menteri Sosial, menggantikan Juliari Peter Batubara yang dinonaktifkan karena menjadi tersangka kasus dugaan korupsi bantuan sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah pengurus PDI Perjuangan, partai Risma dan Juliari, menceritakan kronologi penunjukan Risma. Menurut mereka, ada enam orang lain yang sempat diusulkan mengisi posisi Menteri Sosial, yang sejak awal diisi oleh kader partai berlambang kepala banteng moncong putih itu. Mereka adalah Djarot Syaiful Hidayat, Eriko Sotarduga Sitorus, Sukur Nababan, Komarudin Watubun, Abdullah Azwar Anas, dan F.X. Hadi Rudyatmo. Empat nama pertama merupakan pengurus pusat PDIP. Sedangkan Anas merupakan Bupati Bayuwangi dan Rudy menjabat Wali Kota Surakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengurus ini mengatakan nama Rudy lebih dulu muncul, tapi ia menolak tawaran menjadi RI 29—kode untuk Menteri Sosial. Padahal Rudy sudah mendapat restu dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Jokowi yang disebut-sebut mengusulkan nama Rudy. Rudy menjadi pilihan karena memiliki andil besar dalam perjalanan politik Jokowi di Solo. Rudy merupakan mentor politik Jokowi saat menjadi Wali Kota Solo. "Rudy menolak tawaran itu karena alasan pribadi," kata sumber ini.
Saat dikonfirmasi, Rudy enggan berkomentar banyak soal jabatan tersebut. Sebab, kata dia, banyak pertimbangan yang harus diambil dan tidak bisa serta-merta menerimanya. "Sepertinya tidak," ujar dia.
Setelah Rudy menolak, mengemuka nama Risma, Djarot, Eriko, Sukur, dan Komaruddin. Dari lima nama itu, sempat mengerucut menjadi dua, Risma dan Djarot. Bahkan Djarot sempat bertengger di urutan teratas kandidat menteri, tiga jam sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan nama-nama calon menterinya, Selasa lalu. “Djarot dianggap mumpuni karena memiliki pengalaman sebagai politikus senior PDI Perjuangan,” kata sumber Tempo ini.
Namun Djarot membantahnya. Ia berdalih saat ini jabatan yang diembannya sudah cukup banyak. Ia menjabat Ketua DPP PDIP, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat, serta Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Sumatera Utara. "Saya enggak diusulkan," katanya.
Sumber Tempo ini mengatakan, sebelum nama Risma menguat, muncul nama Azwar Anas. Ia mengatakan ada petinggi PDIP yang dekat dengan Megawati ikut menyodorkan nama Anas, dengan pertimbangan sukses memajukan Banyuwangi dalam dua masa jabatan. Anas mengaku tak mengetahui namanya sempat masuk daftar kandidat Menteri Sosial. "Wah, saya malah tidak tahu itu," katanya.
Sumber di kepengurusan PDIP ini mengatakan pilihan Megawati akhirnya jatuh kepada Risma. Megawati disebut-sebut memberi lampu hijau ke Risma pada menit-menit terakhir sebelum pengumuman yang disampaikan Jokowi. “Saat ini Risma menjadi kader yang paling dekat dengan Ibu Megawati,” ujar sumber tersebut.
Risma tidak menjawab peta pertarungan ini saat dikonfirmasi. Ia hanya mengatakan tak pernah menyangka ditunjuk sebagai Menteri Sosial. “Terus terang saya cukup kaget, meskipun sudah banyak yang membicarakan,” kata Risma saat konferensi pers setelah diumumkan sebagai Menteri Sosial di Istana Merdeka pada Selasa lalu.
Jokowi melantik Risma menjadi Menteri Sosial bersama lima menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju, kemarin. Walau sudah menjadi menteri, Risma mengaku mendapat restu Jokowi untuk tetap menjabat Wali Kota Surabaya pada sisa masa jabatannya yang tinggal dua bulan. Ia sudah meminta izin untuk bolak-balik Jakarta-Surabaya karena ada proyek monumental. "Saya buat jembatan dan museum olahraga untuk anak-anak Surabaya. Sayang kalau saya enggak resmikan itu," ujarnya.
DEWI NURITA | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo