Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rolling Stones berulang tahun ke-60 pada pekan ini.
Mereka merayakannya dengan menggelar tur Sixty di 14 kota di Eropa.
Mick Jagger cs menjadi inspirasi bagi banyak musikus Indonesia.
JAKARTA – Rolling Stones kini berumur 60 tahun. Hari jadi band legendaris asal Inggris ini dihitung sejak saat Mick Jagger, Keith Richards, dan kawan-kawan pertama kali manggung di Marquee Jazz Club di London pada 12 Juli 1962.
Setelah enam dekade, puluhan album, 400-an lagu, dan Grammy Lifetime Achievement Award, The Rolling Stones tetap aktif. Pasca-single terakhir, Living in a Ghost Town, tiga tahun lalu, mereka sedang mempersiapkan album baru. Jagger cs juga tengah menjalani tur 14 kota di Eropa dengan tajuk "Sixty".
Sihir Rolling Stones terasa sampai di Indonesia. Slank mengawali perjalanan panjang mereka dari band yang khusus memainkan lagu-lagu Stones lewat Cikini Stones Complex pada permulaan 1980-an. Dalam format sekarang pun, penggemar Slank masih merasakan warna Rolling Stones. Dengar saja Bimbim Jangan Menangis (1998) yang terasa betul kemiripannya dengan Fool to Cry (1976).
“Secara spirit tidak bisa dimungkiri, ya,” kata Ridho Hafiedz, gitaris Slank, saat Tempo bertanya pengaruh Rolling Stones terhadap Slank pada Rabu, 13 Juli 2022. Menurut dia, lima sekawan di Slank memandang tinggi Rolling Stones tidak hanya dari karya, tapi juga bagaimana mereka bisa bertahan hingga enam dekade dengan personel yang relatif tak berubah.
Hal lain yang Slank contoh dari Stones adalah kerja sama tim. “Main musik itu kolaborasi. Jadi, mereka mengutamakan entertainment-nya,” ujar Ridho. Dia mengagumi cara Rolling Stones yang selalu menyuguhkan elemen-elemen baru bagi para penonton di konser.
David Tarigan, pengarsip musik, punya cara sederhana menggambarkan besarnya pengaruh Rolling Stones terhadap musikus Tanah Air. "Band Indonesia paling terkenal saat ini, Slank, saja Rolling Stones banget," kata pendiri Aksara Records tersebut.
Vokalis grup musik Slank, Akhadi Wira Satriaji alias Kaka Slank, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 2018. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Referensi Musik, Busana, dan Aksi Panggung
The Brandals, band rock and roll asal Jakarta, juga memandang Rolling Stones sebagai kiblat. “Banyak riff dari komposisi gitar The Brandals terpengaruh cara main The Rolling Stones, terutama era Brian Jones yang masih terdengar kasar,” kata Radhitya Almatsier, pemain bas The Brandals, kepada Tempo. Meninggal di usia 27 tahun pada 1969, Jones ikut mendirikan Rolling Stones bersama Jagger dan Richards.
The Brandals juga kerap memainkan lagu-lagu Stones di studio. Tembang yang bolak-balik mereka mainkan adalah Street Fighting Man dan Sympathy for the Devil. “Kalau lagi bosen sama lagu sendiri, ya, mainin lagu mereka,” ujar Radhit.
The Rolling Stones juga menjadi referensi mereka dalam gaya busana dan aksi panggung. Pada awal 2000-an, The Brandals kerap menyematkan slayer serta jas bergaya urakan ala Jagger dan Richards.
Mick Jagger merupakan personifikasi istilah tua-tua keladi. Bagi Radhit, karisma dan pesona Jagger sebagai frontman band tidak ada duanya. Dia mencontohkan saat Jagger tampil bersama Bono dari U2 pada 2009. "Jagger jauh lebih tua, tapi power vokal dan energi panggungnya jauh melebihi Bono," katanya. "Dia ikonik sekali."
Vokalis band The Upstairs, Jimi Multhazam, sependapat. “Udah kakek-kakek tapi masih kuat lari di panggung tiga jam itu dahsyat,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Jimi, kelanggengan Rolling Stones tak lepas dari kelihaian mereka menunggangi tren musik dunia. Ketika punk rock naik daun, misalnya, Jagger cs mengeluarkan album Some Girls (1978) dan langsung merajai tangga lagu di Amerika Serikat serta Inggris. Mereka juga memasukkan unsur reggae dalam album Black and Blue (1976).
Meski mengadopsi unsur dari kanan-kiri, Jimi melanjutkan, Rolling Stones selalu mempertahankan ciri khasnya dengan warna musik blues, bar sederhana, serta rock and roll. “Mereka tidak mengubah inti musiknya, tapi mengambil tren musik dan dimainkan dengan gaya mereka,” kata dia. Hingga kini, Jimi tak habis pikir bagaimana Jagger cs bisa membuat 400-an lagu dengan notasi yang itu-itu saja, tapi tak pernah ada pengulangan.
REZA MAULANA | NATHANIA S. ALEXANDRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo