Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri IPDN, Halilul Khairi, menolak gubernur dan wakil gubernur ditunjuk oleh presiden dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Alasannya DKJ nantinya tetap daerah otonom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DKJ adalah nama baru untuk DKI Jakarta setelah tidak lagi menyandang status sebagai Ibu Kota Negara yang akan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halilul Khairi menjadi salah satu pakar yang diundang oleh Badan Legislasi DPR RI untuk membahas RUU DKJ dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 8 November 2023.
“Waktu di Baleg saya sampaikan selama DKJ berstatus daerah otonom wajib dipilih oleh rakyat,” katanya kepada Tempo melalui pesan WhatsApp, Kamis, 7 Desember 2023.
Daerah otonom yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Karena daerah otonom itu adalah kesatuan masyarakat hukum yang berhak mengatur dan mengurus diri sendiri,” ujarnya.
Halilul menjelaskan wujud mengatur diri sendiri itu adalah adanya lembaga perwakilan dan lembaga eksekutif yang mendapat mandat dari kesatuan masyarakat hukum tersebut. Menurut dia, tanpa ada lembaga perwakilan dan lembaga eksekutif yang mendapat mandat dari rakyat, maka tidak ada daerah otonom.
Dia menduga alasan Baleg memasukan aturan gubernur tidak dipilih oleh rakyat, tetapi ditunjuk oleh Presiden dalam RUU DKJ karena ada saran dari pihak lain.
“Mungkin karena ada masukan dari DKI agar gubernur mudah mengambil keputusan, tidak harus banyak memperhatikan berbagai diskursus di publik,” katanya.
Ia berpendapat gubernur yang tidak dipilih oleh rakyat adalah sesuatu yang tidak logis. Sebab, gubernur berwenang menyusun peraturan daerah (Perda); menyusun anggaran pendapatan dan belanja daerah atau APBD; dan mewakili rakyat di dalam dan di luar pengadilan.
“Bagaimana mungkin gubernur mengelola seluruh kepntingan rakyat dan mewakili rakyat daerahnya tanpa mendapat mandat dari rakyat,” kata dia.