Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah DKI Jakarta mengusut penyebab tunggakan pembayaran tagihan listrik sekolah di Jakarta Timur. Dinas Pendidikan diduga luput memasukkan anggaran pembayaran listrik, sehingga alokasinya tak tersedia. "Saya ingin tahu apakah itu disengaja atau tidak," kata Sumarsono, pelaksana tugas Gubernur Jakarta, kemarin.
Sebanyak 26 sekolah di timur Jakarta tak membayar tagihan listrik senilai total Rp 2,6 miliar. Lama tunggakan bervariasi dari 3 bulan sampai 11 bulan. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) lalu mencabut setrum delapan sekolah, di antaranya SMA Negeri 48 dan SMA Negeri 42, mulai Senin lalu lantaran menunggak terlalu lama.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Sumarsono mengatakan, tunggakan itu muncul akibat belum cairnya bantuan operasional pendidikan. Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur, kata Sumarsono, diduga salah memasukkan pos anggaran dana bantuan tersebut dalam sistem e-budgeting ke pos lain.
Sumarsono menyatakan pegawai yang terbukti salah input anggaran akan menerima sanksi. Di level staf, sanksi kesalahan bisa berupa pemotongan tunjangan kinerja atau tidak dipromosikan naik tingkat. Ia menilai kesilapan input anggaran sebagai kesalahan fatal.
Untuk mencegah masalah terulang, Sumarsono meminta Dinas Pendidikan mengubah skema pembayaran tagihan listrik. Tagihan yang semula dibayar tiap bulan kini harus dibayar penuh pada awal tahun anggaran. Kekurangan pembayaran akan dilunasi pada akhir tahun.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan Bowo Irianto mengatakan sudah menemui perwakilan PLN dan menyatakan kesanggupan membayar tagihan. PLN pun sudah menyambung setrum ke 26 sekolah kemarin. "Kami akan bayar hari ini," kata dia.
Tagihan listrik sekolah di Jakarta masuk komponen pembiayaan rutin yang didanai bantuan operasional pendidikan, yang bersumber dari APBD. Adapun bantuan operasional sekolah berasal dari APBN karena berlaku di seluruh Indonesia. Komponen lain yang juga dibiayai dana bantuan itu adalah gaji guru honorer.
Di tingkat SMA, Bowo mengatakan, tagihan listrik berkisar Rp 15-20 juta per bulan. Pada sekolah menengah kejuruan otomotif atau teknologi informasi, tagihan listrik bisa mencapai Rp 30 juta per bulan.
Wakil Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, Ashraf Ali, menilai kesalahan input menunjukkan adanya pegawai yang tak bertanggung jawab. Setelah ada kesalahan, ia menduga pengawasan dan pemeriksaan bertingkat di Dinas Pendidikan tak berjalan.
Ashraf mengusulkan Dinas Pendidikan menyiapkan pos dana cadangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2017. Dana itu berfungsi sebagai talangan jika ada kejadian tak terduga. Menurut dia, Kepala Dinas Pendidikan juga boleh berinovasi untuk menjalin kerja sama lewat penandatanganan nota kesepahaman dengan PLN.
Kerja sama itu, kata Ashraf, bertujuan agar PLN memberikan kelonggaran dan tak memutus setrum di sekolah saat ada tunggakan akibat masalah dalam anggaran. Opsi lainnya, Ashraf mengusulkan pembuatan rekening autodebet di Bank DKI yang berisi anggaran pembayaran listrik selama setahun. "Pola anggaran tiap tahun sama, seharusnya sudah ada antisipasi," kata dia.
Ashraf juga meminta kepala sekolah meningkatkan koordinasi dengan pejabat di suku dinas. Kepala sekolah harus mampu menghitung penggunaan dana bantuan operasional pendidikan. Mereka harus segera melapor ke suku dinas saat hitungan menunjukkan adanya kekurangan dana pembiayaan rutin seperti tagihan telepon, air, listrik, dan Internet.
Setelah melapor, kepala sekolah juga harus proaktif menagih tindak lanjut laporannya. "Jangan cuma lapor lalu menunggu," kata Ashraf. LINDA HAIRANI
Berulang Tiap Tahun
Pemutusan aliran listrik ke sekolah di Jakarta akibat tunggakan tagihan tak hanya terjadi pada tahun ini. Kejadian serupa terjadi tahun lalu lantaran bantuan operasional pendidikan tak cair saat pembayaran listrik jatuh tempo. Dana bantuan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah itu seharusnya cair tiap triwulan, tapi tak kunjung turun hingga April 2015. Ketika itu, pengesahan APBD telat akibat perseteruan pemerintah dan DPRD.
Berikut ini beberapa kejadian tunggakan tagihan listrik di lingkungan pemerintah DKI Jakarta:
2014
Oktober
Tunggakan listrik Dinas Pertamanan dan Pemakaman selama empat bulan mencapai sekitar Rp 5,6 miliar lantaran APBD Perubahan 2014 belum disahkan.
Desember
Rumah pompa air, kantor wali kota, sekolah, puskesmas kecamatan, serta kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pariwisata tak membayar tagihan listrik selama dua bulan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 yang seharusnya menutup kekurangan atas kenaikan tarif dasar listrik pada Juli 2014 belum disahkan.
2015
April
Total 158 lokasi berupa sekolah dan kantor pemerintah DKI Jakarta menunggak tagihan listrik senilai Rp 134 miliar.
2016
November
Aliran listrik delapan SMA di Jakarta Timur diputus karena tunggakan tagihan 3-11 bulan. LINDA HAIRANI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo