Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marni menerima uang ganti rugi Rp 72 juta atas kasus salah tangkap yang menimpa anaknya, seorang pengamen bernama Andro Supriyanto. Sepintas angka itu besar, tapi ternyata tak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan Marni selama tiga tahun memperjuangkan nasib anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami harus membayar utang untuk keperluan mengurus kasus ini," kata Marni kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejatinya, Marni, 55 tahun, menuntut ganti rugi materiil dan imateriil senilai Rp 1 miliar dalam gugatan praperadilan, tapi hakim hanya mengabulkan Rp 72 juta untuk setiap korban. Padahal dia sudah mengeluarkan uang hingga ratusan juta rupiah.
Kasus ini bermula ketika Andro, 21 tahun, dan Nurdin Priyanto, 26 tahun, melapor ke polisi atas penemuan mayat seorang pengamen bernama Dicky Maulana pada 30 Juni 2013. Polisi malah menetapkan keduanya sebagai tersangka atas tuduhan pengakuan palsu. Mereka disiksa dengan cara disetrum dan dipukuli agar mengaku sebagai pembunuh Dicky.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan keduanya bersalah dan dihukum 7 tahun penjara. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta memberi pendampingan dan melakukan banding. Pengadilan tinggi menyatakan keduanya tak bersalah dan membebaskan mereka dari segala hukuman. Kepolisian pun diminta bertanggung jawab membersihkan nama baik mereka.
Marni pernah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar dirinya mendapat uang ganti rugi penuh. Sayangnya, Kementerian Keuangan tak menggubris.
Sementara itu, uang yang diberikan negara sebesar Rp 72 juta kepada keluarga Nurdin Priyanto akan digunakan untuk membayar utang dan membeli sepeda motor. "Katanya untuk ojek online," ucap Marni.
Dia tak tahu dengan cara apa melunasi utangnya. Uang ganti rugi itu rencananya untuk biaya pengobatan dan modal usaha Andro. Andro masih menjalani pengobatan di Padang, Sumatera Barat, akibat luka permanen setelah disiksa polisi tanpa proses peradilan.
Marni pun tak tahu apa sanksi bagi sejumlah polisi yang menganiaya anaknya yang terbukti tak bersalah. MIQDARULLAH BURHAN | AVIT HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo