Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Kesehatan mengambil alih pengawasn riset sel dendritik atau vaksin Nusantara dari BPOM.
Presiden Jokowi disebut-sebut yang berkeinginan riset sel dendritik tetap berlanjut.
Riset vaksin Nusantara sejak awal mendapat dukungan dari Kepala Staf AD Andika Perkasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah mengakhiri polemik riset sel dendritik SARS-CoV-2 alias vaksin Nusantara dengan membuat kesepakatan baru antara tiga pihak, kemarin. Ketiga pihak itu adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, serta TNI Angkatan Darat.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan kesepakatan ini bertujuan memindahkan program penelitian itu, dari semula untuk kepentingan pengembangan vaksin menjadi riset berbasis pelayanan kepada pasien. Perubahan ini mengubah tanggung jawab pengawasan riset dari BPOM ke Kementerian Kesehatan.
"Adapun Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat ditetapkan sebagai tempat sekaligus penyelenggaranya," kata Muhadjir kepada Tempo, kemarin.
Ia mengatakan, secara substansi, penelitian terbaru tersebut akan melanjutkan riset proyek vaksin Nusantara karena sama-sama menggunakan sel dendritik. Muhadjir menegaskan, apa pun kegiatannya, pemerintah pasti memberi perhatian serius selama hal itu bertujuan untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Sumber Tempo yang mengetahui proses tersebut mengatakan kesepakatan ketiga lembaga itu terbit karena Presiden Joko Widodo ingin proyek vaksin Nusantara terus berlanjut. Hanya, proyek ini tidak lagi menggunakan nama vaksin Nusantara karena menuai polemik.
Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) memberikan konferensi pers terkait Vaksin Nusantara di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, 19 April 2021. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Lalu, urusan peneliti dan dana dari riset itu akan ditanggung oleh TNI AD melalui Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Keinginan tersebut disampaikan oleh Jokowi kepada Muhadjir Effendy.
Ketika dimintai konfirmasi, juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, tidak menjawab pertanyaan Tempo soal ini. Adapun Muhadjir berdalih Presiden Jokowi tidak memberi perintah khusus kepadanya. "Hanya, beliau menggencarkan inovasi dalam negeri dan mendorong setiap langkah terobosan," katanya.
Selain dukungan dari Presiden, proyek vaksin Nusantara sejak awal disebut-sebut mendapat dukungan dari TNI Angkatan Darat. Ketika itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengundang Kepala Staf AD, Jenderal Andika Perkasa, ke kantornya, tahun lalu.
Ketika itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan baru menjalin kerja sama riset vaksin sel dendritik dengan AIVITA Biomedical Inc dan PT Rama Emerald Multi Sukses.
AIVITA Biomedical merupakan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat yang awalnya mengembangkan riset sel dendritik ini. Sedangkan Rama Emerald adalah mitra AIVITA di Indonesia.
Sumber Tempo mengatakan Terawan lantas meminta kepada Andika agar Angkatan Darat mendukung riset vaksin sel dendritik tersebut. "Khususnya dalam pengawalan dan pengamanan di lapangan," katanya.
Awalnya uji klinis vaksin Nusantara dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang. Namun BPOM menganggap riset itu tidak mematuhi kaidah penelitian, sehingga diminta diulang dari praklinis.
BPOM juga tidak menyetujui uji klinis fase II berlanjut. Namun tim peneliti vaksin Nusantara tetap berkukuh melanjutkannya pada awal bulan ini. Mereka melakukan uji klinis fase II di RSPAD sejak dua pekan lalu.
Tim peneliti sudah mengambil sampel darah para relawan, bahkan telah menyuntikkannya kembali ke dalam tubuh mereka. Relawan uji klinis ini sebagian besar adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan sejumlah tokoh nasional yang diduga pernah menjadi pasien digital subtraction angiography (DSA) atau “cuci otak” Terawan.
Terawan dan Andika belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Ahmad Riad, juga tidak merespons konfirmasi serupa. Namun, dalam konferensi pers yang digelar kemarin, Riad mengatakan proyek vaksin Nusantara bukanlah program TNI. "Program vaksin Nusantara bukanlah program dari TNI," kata Riad.
Meski bukan program TNI, Riad mengatakan lembaganya tetap mendukung berbagai penelitian dan inovasi untuk menanggulangi wabah. Hanya, dukungan itu harus memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak mengganggu tugas pokok TNI. "Dengan catatan telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM," ujarnya.
Peneliti utama proyek vaksin Nusantara, Kolonel Jonny, mengatakan pihaknya masih berupaya memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh BPOM untuk melanjutkan riset itu.
"Apabila ditunjukkan persyaratannya oleh BPOM, dengan senang hati kami akan berusaha memenuhinya," katanya. Jonny mengaku belum mengetahui adanya kesepakatan baru perihal penelitian vaksin sel dendritik ini.
Kepala BPOM Penny Lukito belum bisa dimintai keterangan mengenai kesepakatan penelitian sel dendritik tersebut. Sedangkan juru bicara program vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, hanya menjawab singkat. "Merujuk ke sana (keterangan Dinas Penerangan TNI AD) saja, ya," kata Nadia.
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menduga kesepakatan anyar soal vaksin sel dendritik itu hanya untuk meredam protes di kalangan ilmuwan dan masyarakat. Pandu menyayangkan pemerintah yang tidak mendesak peneliti vaksin tersebut untuk bekerja sesuai dengan kaidah sains.
Ia juga mendesak pemerintah membuka poin-poin nota kesepahaman vaksin Nusantara itu kepada publik. "Semua riset harus jelas tujuannya apa, siapa yang mendanai, bagaimana protokol dan pengawasannya. Apalagi ini riset kepada manusia," kata Pandu.
EGI ADYATAMA | ROBBY IRFANY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo