Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah disarankan menggunakan sistem pendataan secara onset untuk memudahkan upaya pengendalian wabah.
Saat ini sistem pendataan pandemi oleh pemerintah masih merujuk pada waktu keluarnya hasil tes swab dari laboratorium.
Pencatatan kasus positif secara onset sangat berguna dalam pembuatan kurva epidemiologi.
JAKARTA – Epidemiolog dan pegiat pemantau wabah menyarankan agar pemerintah menggunakan sistem pendataan secara onset, yaitu pencatatan pada saat seseorang pertama kali menderita gejala Covid-19. Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, berpendapat bahwa tanggal terjadinya gejala, pelaksanaan tes swab PCR, serta hasil laboratorium ke luar sangat penting untuk dijadikan pedoman pendataan wabah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mencontohkan, seseorang yang mengalami gejala Covid-19 pada 1 Agustus, seperti batuk, pilek, dan panas. Lalu ia menjalani tes swab pada 3 Agustus. Hasil pemeriksaan laboratorium dari spesimen pasien itu keluar lima hari setelah pemeriksaan. Merujuk pada sistem pendataan wabah yang digunakan pemerintah saat ini, orang tersebut akan dicatat terjangkit Covid-19 pada 8 Agustus. “Padahal seharusnya dicatat sebagai kasus 1 Agustus,” kata Iwan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan, bagi pasien yang tidak bergejala, pencatatan secara onset bisa dimulai ketika yang bersangkutan melakukan tes swab. Jika tetap merujuk pada waktu keluarnya hasil tes, hal itu akan membuat pemerintah terlambat mengetahui hasil tes. Sebab, hasil tes akan terbit di hari yang berbeda dari waktu pemeriksaan.
“Saya pernah diminta mengevaluasi data National All Record pada September 2020. Sebetulnya variabel (onset) itu sudah ada dan wajib ditulis. Tapi dulu itu 90 persen kosong tanggal onset dan ambil swab-nya,” katanya.
Petugas Dinas Kesehatan Kota Bandung mengambil sampel nasofaring saat tes swab antigen di Cihampelas, Bandung, 23 Juni 2021. TEMPO/Prima Mulia
Menurut Iwan, setelah mengevaluasi data National All Record (NAR) itu, tim Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia merekomendasi pembenahan data pandemi ke Kementerian Kesehatan. Isi dari rekomendasi tersebut, di antaranya, adalah perbaikan kelengkapan dan kualitas data individu Covid-19, data pelacakan kontak, pelaporan indikator pelacakan secara rutin, serta pengembangan sistem informasi pelaporan Covid-19. “Rekomendasi itu masih relevan untuk saat ini,” ujarnya.
Ia mengatakan tim FKM juga merekomendasi beberapa poin upaya pengendalian pandemi. Misalnya, meningkatkan kapasitas dan kecepatan pemeriksaan laboratorium, mempercepat pelacakan dan meningkatkan rasio pelacakan, mengevaluasi ketersediaan sumber daya manusia dalam kegiatan pelacakan, serta meningkatkan cakupan pelaksanaan protokol kesehatan yang konsisten dan benar.
Usul pendataan onset ini mengemuka setelah pemerintah berjanji akan memperbaiki pencatatan wabah, khususnya data kasus positif dan kematian akibat Covid-19. Relawan pemantau wabah, LaporCovid-19, menemukan selisih data kematian hingga 19 ribu orang secara nasional, terbanyak terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pegiat LaporCovid-19, Irma Hidayana, mengatakan pencatatan kasus positif secara onset sangat berguna dalam pembuatan kurva epidemiologi yang mendekati kondisi riil di masyarakat. Data onset juga menjadi basis bagi epidemiolog untuk melihat pola penyebaran wabah di satu kelompok dalam kurun waktu tertentu.
“Kalau memang tidak mau bangun data onset, berarti negara tak mau menyelamatkan rakyatnya,” kata Irma.
Menurut Irma, kurva epidemiologi itu dapat digunakan untuk memproyeksikan penyebaran virus ke depan. Dengan begitu, pemerintah bisa memperkirakan skenario terburuk pandemi, lalu merancang upaya pengendaliannya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan saat ini pemerintah memang tengah memperbaiki pendataan kasus aktif. Namun pemerintah belum terpikir untuk menggunakan pendataan secara onset.
“Kalau onset, nanti kami lihat lagi seberapa besar urgensinya,” kata Nadia.
Nadia mengklaim desain dari sistem informasi pemerintah perihal Covid-19 sudah dibuat semudah mungkin dengan memasukkan berbagai variabel yang diperlukan dalam analisis kebijakan. Penyusunan variabel itu melibatkan para ahli di bidangnya. "Penyusunan variabel sudah melibatkan para ahli dan Organisasi Kesehatan Dunia,” katanya.
FRISKI RIANA | DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo