Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sarang mesin perang di lautan...

Pulau diego garcia, bagian wilayah samudera india inggris (biot) dijadikan pusat kegiatan militer as. wilayah ini diklaim mauritius. (sel)

24 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA sebuah noktah di tengah keluasan Samudra Hindia. Penduduknya cuma lima ribu orang. Administrasi 'pemerintahan' ditangani sekitar 30 perwira dan karyawati yang diperbantukan dari Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Tetapi fasilitasnya, jangan ditanya. Tak kalah jauh dari sebuah metropolitan. Terletak pada 07ø20 Lintang Selatan, dan 72ø26 Bujur Timur, Pulau Diego Garcia juga memiliki bandar udara internasional, restoran (termasuk sebuah 'Diego Burger'), lapangan tenis, bioskop, bahkan yacht club. Sarana ini masih dilengkapi sebuah stasiun radio FM, Radio One-O-Two. Mengapa sampai demikian komplet? "Pulau ini adalah basis dan pusat pengadaan rahasia Amerika Serikat di Samudra Hindia," ujar seorang wartawan kantor berita GAMMA yang berkunjung ke sana belum lama berselang. Tetapi, berbeda dengan laporan-laporan umum yang pernah dibaca, Diego Garcia sebenarnya bukan pangkalan militer dalam pengertian klasik. Pulau ini diatur bersama oleh orang-orang Amerika dan Inggris -- dan salah satu pusat pengadaan terbesar bagi berbagai tujuan militer Pentagon. Pangkalan ini melayani Pasukan Gerak Cepat Amerika Serikat (Rapid Deployment Force), armada-armada Angkatan Laut AS di Samudra Hindia, dan pesawat-pesawat pembom nuklir (B-52) yang bersarang di Teluk Subic, Filipina. Lain dari itu, sebagian besar penduduk Diego Garcia merupakan pekerja sipil yang dibayar mahal oleh berbagai perusahaan Amerika yang ditunjuk Pentagon, untuk memelihara kesiap-siagaan pangkalan ini setiap saat. Diego Garcia termasuk gugusan Kepulauan Chagos, bagian dari Wilayah Samudra India Inggris (BIOT), yakni daerah-daerah kekuasaan mahkota Kerajaan Inggris yang terakhir. BIOT sendiri dibentuk berdasarkan sebuah dekrit Kabinet Inggris 8 November 1965. Dalam komunike itu ditambahkan, kawasan baru ini akan digunakan untuk fasilitas militer Inggris-AS. Pada 30 Desember 1966, kedua negara itu menandatangani perjanjian yang mengizinkan pihak AS menyewa 'pulau-pulau tertentu di lingkungan BIOT' -- termasuk Kepulauan Chagos -- untuk periode 50 tahun pertama. Perlombaan menguasai tempat-tempat strategis di Samudra Hindia antara negara super power memang masih berlangsung. Perang enam hari, Juni 1967 di Timur Tengah, mengakibatkan ditutupnya Terusan Suez. Dan membuka alur lalu lintas baru minyak ke Barat dengan mengitari Tanjung Harapan. Sejak itu, Samudra Hindia mulai memainkan peranan strategis yang penting. Pada 24 Oktober 1972, sebuah komunike bersama Inggris-AS mengumumkan didirikannya Stasiun Komunikasi Angkatan Laut di Diego Garcia. Masalah 'pangkalan' tidak disebut-sebut. Dan pada bulan-bulan berikutnya, Uni Soviet mendapat 'fasilitas berlabuh' bagi kapal-kapal perangnya di Berberra (Somalia), Aden (Yaman Selatan), Umm Qasr (Irak), dan Chittagong (Bangladesh). Kenyataan ini agaknya menerbitkan gagasan baru pada para pengambil keputusan di London dan Washington. Pada 25 Februari 1979 Inggris dan AS sepakat memperpanjang landasan udara di Diego Garcia. Dan perubahan ini mengizinkan mendaratnya pesawat-pesawat jet, seperti KC-135 dan B-52. Dengan kejadian-kejadian terakhir di Timur Tengah, Afghanistan, Teheran, dan perang Iran-lrak, pulau ini pun berkembang menjadi mata rantai pertahanan Barat yang sangat penting. Dengan pulau ini pula AS berhadapan dengan Uni Soviet di samudra yang dulu di kontrol Inggris dan Prancis itu. Diego Garcia, bagian paling selatan Kepulauan Chagos itu, boleh dikatakan terletak tepat di tengah Samudra Hindia, yang luasnya 75 juta km. Pulau itu sama jauhnya dari pantai-pantai India, Kepulauan Indonesia, dan pantai timur Afrika. Ia juga jalan pertengahan antara Arab/Teluk Persia, Selat Hormuz, Selat Malaka, dan Bab el-Mandeb. Karenanya, pulau ini tak pelak lagi merupakan kunci keamanan di samudra yang luas itu. Letaknya di wilayah bebas badai, berbentuk ladam kuda, memiliki panjang 26 km dan lebar antara 5 dan 10 km. Pesawat angkut jet C-52 Galaxy milik Angkatan Udara AS mensuplai makanan segar secara teratur, baik dari Singapura maupun dari pangkalan AS di Filipina. Di pulau ini pula berpangkalan kapal-kapal berpangkalan kapal-kapal container raksasa Angkatan Bersenjata AS. Kapal itu, penuh tank, panser, senjata api, amunisi, dan perlengkapan logistik untuk satu divisi, siap berangkat ke sekitar tujuan berdekatan, dan sudah bisa dimuati lagi dalam tempo 48 jam. Dari segi organisasi dan pertimbangan militer, pulau ini tampak tidak mempunyai masalah. Ia dapat menampung beberapa ribu personil militer yang sedang melakukan perjalanan transit. Pelabuhannya sudah diperdalam, sehingga layak dihampiri kapal induk. Namun, dalam sejarah politiknya, Diego Garcia sangat sering mengalami keretakan dan kekusutan -- keadaan yang bahkan dapat menjadi titik sasaran konfrontasi diplomatik di masa depan. Sebelum dihisabkan menjadi bagian BIOT, Kepulauan Chagos berada di bawah administrasi dan kontrol teritorial Mauritius, koloni Kerajaan Inggris sejak 1814. Dalam Perjanjian Paris 10 Mei 1814, Mauritius dipisahkan dari koloni Prancis (berdasarkan klaim 1769) dan diserahkan kepada Inggris. Ketika BIOT dibentuk, 1965 Mauritius belum merdeka. Malah dalam kenyataannya penduduk Mauritius sendiri tidak ingin merdeka. Tetapi Partai Buruh Mauritius, yang dipimpin tokoh kebapakan Seewoosagur Ramgoolam, melakukan pendekatan dengan Partai Buruh Inggris yang ketika itu sedang memerintah. Pada 1968 Mauritius dinyatakan merdeka, dan 'Sir' Ramgoolam diangkat menjadi perdana menteri. Ia bertahta 14 tahun. Pada 1982 muncul Gerakan Militer Mauritius, yang dipimpin seorang profesor muda, Paul Berenger. Bersekutu dengan Partai Sosialis, gerakan ini memenangkan 60 dari 62 kursi di parlemen. Para pemimpin generasi-baru kemudian mencoba menyelidiki lebih jauh berbagai persoalan di sekitar 'kemerdekaan' Mauritius. Dan mereka, konon, menemukan hal-hal yang mencurigakan. Sir Ramgoolam ternyata pernah menerima œ 3 juta sebagai 'uang ganti rugi', karena 426 keluarga -- kira-kira 1.200 jiwa penduduk Chagos akan dipindahkan dan dimukimkan kembali di Mauritius. Rencana itu akan dilaksanakan setelah Chagos dipisahkan dari negara yang akan dimerdekakan itu. Soalnya, orang Amerika lebih suka menerima Kepulauan Chagos tanpa penduduk. Tetapi para pribumi segera melancarkan unjuk perasaan. Keturunan bekas budak yang dulu diangkut Inggris dan Prancis untuk mengembangkan perkebunan kelapa itu melakukan serangkaian mogok duduk dan mogok makan, meminta perhatian para penguasa Mauritius dan Inggris. Karena itu, pemerintah yang baru, koalisi Partai Sosialis dengan Gerakan Militan Mauritius itu, mulai menamakan pemisahan Chagos dari Mauritius sebagai 'pengkhianatan nasional'. Sebuah komite kemudian melaporkan pula: kursi perdana menteri yang diperoleh 'Sir' Ramgoolam sebenarnya berasal dari kongkalingkong dengan penguasa Inggris. Pada 1968 itu, menurut komite ini, mana mungkin Ramggolam dipilih rakyat. Mengapa? "Ya, karena rakyat Mauritius sebetulnya ogah merdeka," demikian tulis wartawan tadi. Sementara itu, pribumi Chagos hidup dalam keadaan merana di daerah-daerah miskin Port Louis. Mereka kemudian mengorganisasikan kampanye internasional yang legal terhadap BIOT. Sesungguhnya, keputusan pemerintahan Partai Buruh Inggris pada 1965 bertentangan dengan beberapa piagam dan deklarasi internasional. Misalnya dengan resolusi PBB No. 1514, 14 Agustus 1960, yang melarang kekuasaan kolonial memenggal suatu wilayah dengan alasan pemberian kemerdekaan. Tambahan pula, dekrit kabinet yang menyatakan pembentukan BIOT itu sepenuhnya tidak sesuai dengan perasaan 1.200 penduduk Chagos. Ia bertentangan dengan Piagam San Francisco, Juni 1945, yang juga melahirkan PBB. Piagam itu mengakui "hak setiap rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri". Dengan mengorbankan Chagos, Mauritius memperoleh kemerdekaannya. "Kini negeri itu jatuh ke dalam perbudakan ekonomi," kata wartawan GAMMA tersebut. "Mauritius menjadi 'koloni' Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia." Menyusuli sebuah laporan Dana Moneter Internasional, Februari 1983, pemerintahan koalisi Mauritius bubar jalan setelah berbeda pendapat mengenai kebijaksanaan ekonomi. Dan pada 21 Agustus lalu negeri pulau ini melaksanakan pemilihan umum. Sementara hasil pemilihan umum belum diketahui, Gerakan Militan Mauritius yang berkampanye sendirian sudah memetik kemenangan diplomatis. Dalam KTT Nonblok di New Delhi, India, mereka berhasil menggolkan resolusi yang menuntut demiliterisasi Samudra Hindia dan pengembalain Kepulauan Chagos kepada Mauritius. Pelaksanaan resolusi itu sendiri, tentu saja, sulit diramalkan. Dalam pada itu, Kepulauan Chagos, khususnya Pulau Diego Garcia, tetap saja menjadi sarang mesin peperangan. Dunia memang selalu tak aman, rupanya, dengan atau tanpa Deigo Garcia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus